Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

236 Mantan Dosen dan Karyawan STIEKers Desak BPN Pemudah Penjualan Aset

Pasalnya, meskipun pihak Yayasan Pendidikan Kerjasama Yogyakarta sudah memberikan dua aset berupa gedung dan tanah kosong guna pembayaran

TRIBUNJATENG.COM BANTUL,  - Bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 silam, yang meluluhlantakan sebagian besar bangunan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Kerjasama berlantai empat yang berada pada Jalan Parangtritis Km 3 Bantul ini, seolah menjadi pertanda nasib tidak baik bagi 236 karyawannya.

Pasalnya, meskipun pihak Yayasan Pendidikan Kerjasama Yogyakarta sudah memberikan dua aset berupa gedung dan tanah kosong guna pembayaran pesangon dan sisa gaji yang mencapai Rp 11 Miliar, hingga kini kedua aset tersebut belum juga bisa dijual lantaran pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jogja dan Bantul selaku instansi yang memiliki kewenangan memberikan ijin proses jual beli belum juga bersedia.

"Masalah dengan pihak yayasan sudah clear. Dua aset plus sertifikat sudah ditangan, kami sudah penuhi semua persyaratan dan administrasi yang menyangkut proses jual beli ini. Notaris juga sudah bilang 99 % aset sudah bisa dijual. Pembeli juga sudah ada, tapi pihak BPN berbelit-belit memberikan ijin pengurusan jual beli ini," keluh Agus Paryanto mantan Rektor STIE Kerjasama pada Tribun, Minggu (8/7).

Lanjutnya, ia mewakili 236 karyawan terdiri dari dosen, staf dan karyawan membentuk tim 17 guna menyelesaikan persoalan penjualan kedua aset tersebut.

Aset yang dimaksud adalah bangunan berupa gedung purwanggan timur yang terletak di belakang Pura Pakualaman kota Jogja seluas 1630 meter persegi dan tanah kosong di Mbalong Karangkajen Sewon Bantul seluas 1964 meter persegi.

"Meskipun kedua aset tersebut bila dijual ditaksir hanya bisa mengcover 1/3 dari Rp 11 Miliar, tapi itu adalah hak kami yang selama empat tahun ini kami perjuangkan," ujar Agus.

Mantan dosen yang lain, Linawati juga sangat mengharapkan aset tersebut segera bisa dijual untuk kemudian dibayarkan.

"Kami sudah cukup bersabar menunggu. Berapapun nanti yang terima itu adalah hak kami, jadi kami minta sekali lagi pihak BPN agar mempermudah proses penjualan kedua aset tersebut," ungkapnya pada Tribun, Minggu (8/7) di sekretariat Tim 17 Jogonalan Kidul Kasihan Bantul.

Pun demikian dengan Evi Herawati yang juga mantan karyawan kampus ini, menyatakan bahwa pihak BPN seolah-olah memperlambat proses penjualan aset yang dimaksud.

"Kami sudah lelah, hingga terakhir persyaratan yang dibutuhkan akte pengesahan STIEkers dari Depkumham RI sudah kami dapatkan, namun kenapa BPN juga tak segera meng acc, sehingga penjualan aset tersebut segera terealisasi.

Dikisahkan pada Tribun, tidak semua mantan karyawan yang kemudian mendapat pekerjaan pasca kampus tersebut ditutup, bahkan ada beberapa yang sakit karena menanggung beban ekonomi dan pikiran, imbuh Evi.(yud)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved