Opini
Etika dan Integritas Auditor Dipertanyakan
asyarakat Indonesia kembali dikagetkan dengan tujuh orang yang diduga terlibat korupsi melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK menjelang Ramadha
TRIBUNJATENG.COM -- Masyarakat Indonesia kembali dikagetkan dengan tujuh orang yang diduga terlibat korupsi melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK menjelang Ramadhan kemarin. OTT terkait kasus suap yang melibatkan pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) dan pejabat serta auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Kasus dugaan suap tersebut terkait pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016. Peristiwa memalukan ini merupakan tamparan bagi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), apalagi melibatkan kementerian serta lembaga pemeriksa negara yang seharusnya menjaga etika, integritas, obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
Praktik suap terhadap auditor BPK RI bukanlah kali pertama terjadi. Sudah bukan rahasia umum meskipun sulit dibuktikan. Tujuannya, agar proses audit tidak dipersulit, selain itu, tidak jarang auditor memperoleh fasilitas yang berlebih. Selain mendapatkan uang suap atau uang lelah, mereka kadang diinapkan di hotel mewah hingga disediakan berbagai kebutuhan sesuai permintaan.
Jikapun kasus suap auditor BPK RI terungkap, jumlahnya masih relatif sedikit. Dari pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) sejak 2005 – 2017, sedikitnya terdapat 6 kasus suap yang melibatkan 23 auditor BPK. Sebanyak 4 kasus suap terkait mendapatkan opini BPK atas laporan hasil pemeriksaan keuangan, 1 kasus suap untuk mengubah hasil temuan BPK, dan 1 kasus suap agar mengesampingkan temuan BPK yang mencurigakan (Emerson Yuntho, 2017)
Kasus untuk mendapatkan opini BPK berupa WTP adalah tujuan dari banyak pihak terutama kementerian/lembaga atau pemprov/pemkot/pemkab untuk melakukan penyuapan atau apapun jenisnya. Apalagi di jaman Pemerintahan Jokowi menargetkan pada 2015 opini WTP di lingkungan pemerintah mencapai 60% dan pada tahun 2017 mencapai 100%.
Hasil WTP masih dianggap suatu pencapaian yang prestise bagi pejabat kementerian/lembaga atau pemprov/pemkot/pemkab serta memberikan persepsi positif bahwa pemerintahan maupun keuangannya telah dikelola secara akuntabel, transparan dan terbebas dari korupsi. Esensi pemberian WTP sebenarnya ingin melihat apakah laporan keuangan yang disajikan wajar dan telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi.
Seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. Etis yang tinggi, mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkan untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.
Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan auditan jelas merupakan dilema etika. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada auditannya.
Auditor seringkali menghadapi situasi dimana terdapat berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan atau kinerja yang berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin.
Auditor BPK diharapkan mendukung penerapan Good Governance pada organisasi atau instansi tempat ia bekerja, yang meliputi prinsip-prinsip: tidak mementingkan diri sendiri, integritas, obyektivitas, akuntabilitas, keterbukaan, kejujuran dan kepemimpinan.
Struktur dan proses organisasi atau instansi tempat ia bekerja harus memiliki hal-hal berikut yaitu : akuntabilitas keberadaan organisasi, akuntabilitas penggunaan dana publik, komunikasi dengan stakeholders, dan peran serta tanggung jawab dan keseimbangan kekuasaan antara stakeholders dan pengelola.
Instansi/lembaga/kementerian atau Pemprov/Pemkot/Pemkab juga harus memiliki mekanisme pelaporan keuangan dan pengendalian intern yang mencakup : pelaporan tahunan, manajemen risiko dan audit internal, komite audit, komite penelaah kinerja, dan audit eksternal.
Anton, ST, SE, M.Si
Pengamat Ekonomi
(*)