FOCUS
Membatik Negeri
Keserasian keseimbangan keanggunan tersirat dalam batik khas Indonesia, entah dari daerah manapun asalnya.
Penulis: iswidodo | Editor: bakti buwono budiasto
TRIBUNJATENG.COM - Keserasian keseimbangan keanggunan tersirat dalam batik khas Indonesia, entah dari daerah manapun asalnya. Nusantara kaya akan batik berbagai motif antara lain khas Aceh, Riau, Papua, Kalimantan, Toraja, Minahasa, Toraja, Flores, Halmahera, Jawa dan lain-lain. Batik di Jawa pun ada yang khas Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Cirebon, Lasem, Kediri, dan masih banyak lagi.
Di luar negeri juga ada batik misalnya di Tiongkok, Jepang, India, Srilanka, Nigeria, Mesir tetapi UNESCO telah menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi tahun 2009 Indonesia (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Dan selanjutnya Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009 pada masa pemerintahan Presiden SBY.

Batik telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Modelnya juga sudah beragam dan mengikuti tren fashion kekinian. Dulu batik identik dengan orangtua, warna hitam atau coklat gelap namun kini sudah kombinasi warna merah, biru, ungu, hijau, maupun kuning yang lebih ngejreng menggambarkan jiwa muda.
Tradisi membatik turun temurun dan kekhasannya masih dipertahankan hingga kini. Meski bermunculan jenis-jenis motif batik komtemporer namun batik tertentu yang mengedentikkan status sosial di Keraton Surakarta, Yogyakarta atau Cirebon masih lestari. Motif batik keraton cenderung feminin karena memang dulu turun temurun dibuat oleh kelembutan tangan perempuan. Sedangkan batik pesisir cenderung terkesan maskulin yang dibuat oleh tangan pria.
Senin (2/10) Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjadi inspektur Upacara Hari Batik Nasional di Alun-Alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Ganjar bangga potensi batik Jawa Tengah yang banyak corak, kuantitas, kualitas dan gradasinya. Mulai dari yang sederhana, sampai paling rumit, harga puluhan ribu rupiah hingga jutaan, semua ada. Batik pada kain katun, sutera atau kombinasi juga tersedia. Jawa Tengah adalah pusat batik.
Batik telah mendunia dan menjadi alat diplomasi yang andal. Diplomasi batik Indonesia sudah dibuktikan oleh para Dubes RI di negara-negara sahabat. Mereka terpikat akan keindahan dan keunikan batik khas Indonesia. Warga bangga mengenakan batik, dan kini anak-anak PAUD, TK, SD, SMP maupun SMA sederajat sudah dididik menyukai batik, belajar membatik dan berseragam batik pada hari tertentu.
Terlepas dari hal itu, adalah kewajiban tiap warga, kita semua, dan terutama pemimpin para pengambil kebijakan untuk membatik negeri. Yaitu menciptakan keserasian, kewibawaan, keanggunan Indonesia ini. Masing-masing punya andil sehingga menjadi warna yang mengisi garis-garis batikan pada kain nusantara ini. Silakan berkreasi. Itulah Bhinneka Tunggal Ika, walau berbeda-beda satu jua.
Batik juga menyiratkan keseimbangan. Masyarakat akan gundah resah jika melihat ada pengadilan yang janggal. Mudah marah manakala kebutuhan pokok tidak terbeli meski itu hasil dari tanah pertiwi. Menyaksikan persaingan elit politik yang kental haus kekuasaan bikin hati rakyat mengganjal. Adalah menjadi tanggungjawab pemimpin di semua tingkatan untuk mewujudkan keselarasan keseimbangan. Sebagaimana motif batik yang menentramkan dan menyenangkan. (tribunjateng/iswidodo)