Pilgub Jateng
HEBOH, Petugas Panwas Jepara Berkali-kali Menolak Salaman dengan Ganjar
Calon Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo geleng-geleng kepala lihat Panwaslu Jepara enggan diajak salaman.
Penulis: Daniel Ari Purnomo | Editor: iswidodo
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Calon Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo geleng-geleng kepala melihat tingkah petugas Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jepara yang tak mau diajak berjabat tangan.
Menurutnya, sikap tersebut menciderai prinsip silaturahmi dalam masyarakat.
Ganjar mengelus dada karena dua kali menemui petugas Panwaslu Jepara yang bertingkah aneh.
Pertama ketika mengikuti jalan sehat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Pantai Kartini Jepara, Minggu (18/3/2018).
Baca: Bawaslu Tidak Melarang Anggotanya Bersalaman dengan Calon Kepala Daerah
Usai acara, ketika berjalan menuju bus, Ganjar berpapasan dengan seorang petugas Panwaslu Jepara.
Ganjar mengulurkan tangan dengan niat bersalaman sebagaimana biasa kaidah unggah ungguh Jawa ketika bertemu orang.
Awalnya petugas tersebut sudah menyambut uluran tangan Ganjar.
Baca: BREAKING NEWS: Seorang Dokter Ditemukan Tewas di Rumahnya
Baca: Ganda Putra Marcus Gideon/Kevin Sanjaya Juara All England 2018 (Video)
Baca: Hasil MotoGP Qatar 2018: Andrea Dovizioso Tercepat, Jorge Lorenzo Terjatuh
Namun kemudian menarik tangannya.
Ganjar yang heran dengan sikap tersebut sempat berhenti.
"Lho anda tidak mau salaman? Ya sudah," katanya.
Di Pasar Kota Jepara, kejadian serupa terulang.
Tidak hanya seorang, tapi tiga petugas Panwaslu.
Ganjar semakin penasaran mengapa Panwaslu Jepara seperti bersikap anti Ganjar.
Namun ketika Ganjar bertanya, mengapa salaman tidak boleh, para petugas itu hanya diam tanpa bisa menjawab.
Karena nggak dapat respon dari Panwas, Ganjar mengambil smartphone dan memotret tiga petugas tersebut.
"Biasanya njenengan yang memotret saya, sekarang saya yang moto. Saya mau tanyakan pada Bawaslu, apa alasannya dilarang salaman sama calon, masak pilkada kok memutus silaturahmi," katanya.
Seorang petugas Panwaslu yang ditemui di Pasar Kota juga bungkam.
Ia tidak mau menjelaskan mengapa menolak salaman dengan calon.
Ketika didesak, petugas tersebut mengatakan dirinya disuruh Ketua Panwaslu Jepara Muhamad Arifin.
"Saya cuma panwas desa, dilarang sama pak Arifin," katanya.
Di akhir kunjungan, Arifin datang.
Ganjar yang melihat keberadaannya langsung menghampiri dan mengajaknya salaman.
Arifin menyambut jabat tangan Ganjar, bahkan kedua bersalam komando.
"Lha ini boleh, harusnya kayak gini mas. Anggota anda tadi takut sekali salaman sama saya, saya tanya kenapa malah diam. Ini kan pilkada jadi nggak asyik ya, padahal kita mau bersenang-senang dan mengedukasi masyarakat," katanya.
Kepada Arifin, Ganjar mengatakan, hanya di Jepara mendapat perlakuan tidak mengenakkan.
Padahal di daerah lain, dirinya justru bersinergi dengan Panwaslu untuk menyosialisasikan Pilgub Jateng.
"Di Demak saya ngobrol dengan warga, saya lihat Panwas ada terus saya undang ke depan sekalian menjelaskan aturan kampanye pada saya dan warga. Mereka senang hati dan warga teredukasi, tapi di Jepara ini salaman saja kok menghindar," katanya.
Bukannya memberi penjelasan, Arifin justru meminta maaf.
Ia mengaku anggotanya kurang paham aturan sehingga takut salah.
"Kami meminta maaf pak, seharusnya salaman tidak apa-apa, kami mencoba bersikap netral dan sama terhadap semua calon," katanya.
Setelah kejadian tersebut, Ganjar berkunjung ke galeri Sentra Kerajinan Ukir.
Saat dikunjungi, Ulfi (28) baru saja meletakkan tatah (alat ukir) ketika Ganjar Pranowo tiba-tiba datang ke galeri Sentra Kerajinan Ukir di RT 1 RW 5, Mulyoharo, Kabupaten Jepara.
Pria bernama lengkap Muhammad Karir Ulfi lalu mempersilahkan Ganjar masuk ke galeri yang bernama Karir Maya Saafia itu.
"Maaf tangan saya kotor, Pak!" kata Ulfi saat Ganjar mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
Setelah akhirnya berjabat tangan, Ulfi menjelaskan proses membuat kerajinan ukir yang telah ditekuni sejak 7 tahun silam.
"Prosesnya bikin gambar dulu kemudian baru ditatah (diukir, RED). Pengerjaannya memakan waktu sekitar dua bulan," ujar pria lulusan SMP 4 Kuwasen Jepara tersebut.
Ulfi menceritakan akar kayu yang tingginya sedada itu ketika sudah jadi berbentuk angsa akan dijualnya seharga Rp 3 juta.
"Kalau beli kayunya Rp 1 juta," ungkapnya.
Ulfi juga menunjukkan hasil ukirannya berbentuk naga, kuda, dan lainnya, yang semuanya dibuat dari akar kayu.
Hasil kerajinan itu dijual bervariasi dari ratusan ribu sampai belasan juta. Ganjar kemudian tertarik dengan kerajinan ukir berbentuk banteng.
Ganjar pun membelinya kerajinan miniatur banteng tersebut seharga Rp 300 ribu.
Ganjar juga sempat mempraktikkan cara mengukir. Dengan mendapatkan arahan dari Ulfi, Ganjar mencoba meneruskan ukiran yang telah dikerjakan oleh Ulfi.
Dia menyatakan, ketrampilan yang dimiliki Ulfi dan para pengrajin ukir lain mesti ditularkan kepada masyarakat, terutama di kalangan pemuda.
"Belajar tidak harus di sekolah saja, bisa juga seperti Ulfi yang belajar mengukir sebagai satu ketrampilan," ujarnya.
Ganjar juga mendorong adanya sekolah menengah kejuruan (SMK) yang khusus jurusan ukir. Tujuannya mengembangkan kemampuan para generasi muda sekaligus melestarikan budaya lokal Jepara yang sebagian masyarakatnya bekerja sebagai pengrajin ukir.
"Bila lebih kreatif lagi maka masyarakat menjual paket wisata di mana wisatawan bisa punya kesempatan melihat cara mengukir sekaligus mencoba merasakan mengukir kayu. Jika itu bisa diaplikasikan maka bisa jadi wisata yang kita banggakan," terang Ganjar. (*)