Pilpres 2014
Banyak Gugatan, Perlu Pembentukan Lembaga Pengadilan Pemilu
Untuk menghadapi berbagai gugatan pemilihan umum di masa mendatang, pemerintah diharapkan membentuk lembaga pengadilan tersendiri
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Untuk menghadapi berbagai gugatan pemilihan umum di masa mendatang, pemerintah diharapkan membentuk lembaga pengadilan tersendiri yang khusus mengatur perkara pemilu. Penetapan lembaga ini diperlukan agar tidak ada lagi perbedaan keputusan terkait permasalahan pemilu.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan, banyaknya lembaga yang menerima sengketa pemilu menyebabkan berbagai keputusan berbeda. Hal ini tidak hanya membingungkan penyelenggara pemilu, tetapi juga masyarakat.
"Seluruh lembaga itu tidak memiliki aturan baku terhadap permasalahan sengketa pemilu sehingga memiliki persepsi berbeda dalam memutuskan suatu perkara,” ujar Muhammad dalam diskusi Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu, di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Dalam diskusi tersebut hadir pula komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ardiantoro; Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto; dan pengacara konstitusi, Andi Muhammad Asrun.
Muhammad mencontohkan, dalam kasus sengketa hasil Pemilu Presiden 2014, dua lembaga memberikan keputusan berbeda mengenai keputusan KPU membuka kotak suara untuk menyiapkan barang bukti. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan KPU telah melanggar kode etik sehingga seluruh komisioner KPU mendapat peringatan. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengapresiasi keputusan KPU tersebut.
Lembaga-lembaga yang menerima sengketa pemilu yaitu MK, DKPP, dan pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Satu lembaga
Ketua Perludem Didik Supriyanto menyarankan persoalan sengketa pemilu diurus oleh satu badan pengadilan yang dibentuk negara. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi lagi proses sengketa yang berlarut-larut.
Dia menambahkan, lembaga pengadilan pemilu itu fokus mengurus pelanggaran administrasi dan pelaksanaan pemilu.
Juri Ardiantoro mengungkapkan, banyaknya jalan untuk memperkarakan hasil pemilu juga terjadi di pemilihan kepala daerah (pilkada). Bahkan, kata Juri Ardiantoro, dalam beberapa kasus di daerah, PTUN memutuskan pasangan calon dinyatakan tidak sah pencalonannya, padahal MK telah menetapkan pasangan tersebut sebagai pemenang pilkada.
”Kami harapkan pembentukan lembaga peradilan pemilu dapat menghindari kejadian tersebut,” kata Juri.
Asrun berpendapat, MK seharusnya dibebaskan mengurusi persoalan sengketa pemilu. ”Hal itu (persidangan sengketa pemilu) menurunkan derajat MK. Seharusnya, MK hanya fokus pada permasalahan konstitusi,” paparnya. (*)