Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Resensi Buku

Menyelami Nilai Islami di Ranah Nippon

SIAPA yang berani tidak mengakui kecanggihan teknologi Jepang? Siapa pula yang berani tidak mengakui kemajuan Negeri Sakura?

Editor: rustam aji
zoom-inlihat foto Menyelami Nilai Islami di Ranah Nippon
Net
Sampul buku "Cahaya Allah di Negeri Sakura".

Judul : Cahaya Allah di Negeri Sakura
Penulis : Izzur Rozabi
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I/April 2014
Tebal : 183 Halaman
ISBN : 9786022555001

Oleh : Nailatus Sakinah *)

SIAPA yang berani tidak mengakui kecanggihan teknologi Jepang? Siapa pula yang berani tidak mengakui kemajuan Negeri Sakura? Keteraturan kota, kesopanan penduduk, dan intelektualitas warga Jepang sudah diakui oleh seluruh dunia.

Paling mencengangkan, aturan-aturan Islam justru dipraktikkan di negara itu. Padahal, mayoritas rakyat Jepang adalah penyembah matahari. Bahkan, sebagian lagi adalah atheis.

Perlu diketahui, masyarakat Nippon memiliki beberapa karakter. Jika dikaji secara mendalam, sejumlah karakter di sana mencerminkan nilai-nilai Islam.

Karakter tersebut, sebagai misal, ikhlas dalam beramal, pekerja keras, pemalu, hemat, gemar membaca, jujur, serta ikhlas membantu sesama. Untuk seorang Muslim, tinggal di Jepang pastilah memiliki tantangan tersendiri.

Menentukan waktu salat di Jepang bukan menjadi persoalan remeh. Demikian halnya untuk menentukan arah kiblat. Maka dengan kondisi seperti itu, Muslim di Jepang perlu memanfaatkan teknologi.

Untuk mencari tempat salat, temukan tempat yang cukup untuk berdiri, rukuk, dan sujud. Dan yang lebih penting, jangan sampai kegiatan tersebut mengganggu kenyamanan orang lain (halaman 79).

Ada dua pendapat tentang ihwal masuknya Islam di Jepang. Pendapat pertama adalah pada abad VII Masehi. Sementara pendapat kedua, adalah abad XIX Masehi saat Islam dipegang oleh Kesultanan Utsmaniyah di Turki.

Dalam artikel yang berpendapat Islam masuk pada abad XIX, Kesultanan Utsmaniyah mengirim utusan ke Jepang pada 1890. Tujuan pertama misi tersebut adalah diplomatik.

Kesultanan Utsmaniyah menuju Jepang dengan cara mengirimkan armada laut bernama Ertugrul. Sementara itu, pada Perang Dunia I, masyarakat Muslim di beberapa negara yang terlibat konflik mengungsi ke Jepang.

Mayoritas pengungsi berasal dari Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, serta Kazakhstan. Di Jepang, para pengungsi dari negara-negara Eropa Timur itu diberi hak suaka oleh pemerintah Jepang (halaman 29).

Sebuah sumber menyebutkan bahwa terdapat 100 ribu umat Islam di Jepang dengan jumlah masjid sekitar 40 buah. Dari jumlah 100 ribu umat Islam tersebut, bisa diperkirakan 90 persen di antaranya adalah pendatang dari Indonesia (halaman 86).

Buku "Cahaya Allah di Negeri Sakura" mencantumkan nama-nama masjid lengkap beserta alamat, nomor telepon, bahkan alamat email. Karya Izzur Rozabi ini bisa kita jadikan pegangan manakal melakukan perjalanan ke Jepang.

Selain menyebutkan masjid beserta kelengkapannya, Izzur Rozabi juga menuliskan tempat-tempat makan dengan sajian halal. Melalui endorsement, Abdi Pratama memuji buku setebal 183 halaman ini disusun secara apik dan mampu menggambarkan penerapan nilai-nilai Islam di Jepang.

Membacanya, penikmat buku diajak seolah benar-benar sedang berada di Jepang. Pembaca bisa membayangkan eksotisme, keteraturan, serta kedisiplinan di sana.

Satu lagi, bahasa yang sipakai sangat mudah dipahami. "Cahaya Allah di Negeri Sakura" betul-betul memberikan informasi dan inspirasi. (*)

*) Nailatus Sakinah, alumnus Perguruan Islam Mathali’ul Falah Pati dan Tafsir Hadis IIQ Jakarta

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved