Komunitas Warga Samin
Begini Warga Samin Kudus Mendoakan Dan Memakamkan Jenazah
Begini Warga Samin Kudus Mendoakan Dan Memakamkan Jenazah.
Penulis: yayan isro roziki | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS- Komunitas warga Samin di Undaan, Kudus sedang berduka. Tokoh mereka, Sumarsono atau yang biasa disapa Mbah Sumar, meninggal dunia pada Selasa (10/3). Upacara adat digelar untuk pemakaman Mbah Sumar.
MBAH Sumar adalah tokoh masyarakat Samin yang lahir di Dukuh Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus, pada 19 Mei 1917. Dia merupakan ayah dari tokoh Samin, Budi Santoso.
"Dalam komunitas Samin, istilah khas untuk orang meninggal dunia adalah salin sandangan. Pemakaman beliau dihadiri oleh berbagai kalangan, ada perangkat desa, tokoh muslim, warga non-Samin dan Samin," kata peneliti Samin, yang juga dosen STAIN Kudus, Moh. Rosyid, Rabu (11/3).
Diuraikan, terdapat perbedaan dalam prosesi pemakaman dalam tradisi Samin. Dalam tradisi Samin, ada yang dimandikan jenazahnya, ada pula yang tak dimandikan.
"Bagi yang tak dimandikan jenazahnya, karena keluarga dan warga Samin yang ditinggalkan beranggapan bahwa jenazah tatkala masih hidup dapat dicontoh perilaku bijaknya," urainya.
Sebaliknya, lanjut dia, bila jenazahnya dimandikan, dimungkinkan tatkala masih hidup, memiliki kekurangan dan kesalahan. Sehingga dengan dimandikan membersihkan dosa tatkala hidup.
"Pun, jenazah ada yang dikafani dengan kain mori (kain kafan) ada pula yang memakai pakaian adat," sambung dia.
Disampaikan lebih lanjut, ada pandangan berbeda, untuk jenazah Mbah Sumar, yakni keris Jangkung yang dimilikinya tatkala masih hidup, disematkan di jenazah.
"Karena tatkala hidup sebagai 'mitra' hidupnya dan tatkala meninggalkan didekatkan dengan jenazah. Ketika masih hidup, keris Mbah Sumar tersebut diwariskan kepada anaknya," lanjutnya.
Ditandaskan, warga Samin adalah pemeluk agama Adam, sehingga jenazah tidak disalatkan. Setelah pemakaman, tradisi yang dilakukan adalah mendoakan arwah dengan brokohan (slametan).
"Hal yang menarik dalam konteks penghormatan/toleransi, Kepala Desa Karangrowo tatkala melayat, warga Samin meminta izin agar kerbau yang disembelih untuk menghormati pelayat (untuk makan siang) diperbolehkan dipotong dengan adat Samin. Pemotongannya sebagaimana warga non-Samin hanya doa penyembelihannya dengan rapal Jawa. Persetujuan Kepala Desa seperti ini tak akan terjadi pada era Orde Baru," tuturnya.
Perlu diketahui, doa warga Samin yang dipanjatkan pada jenazah “Mugiyo sapto murtining bawana, langgeng swargi enggal-enggal saget kondur menunggal dateng mula-mulanipun manet pranataning jagat. Mugi keluargo ingkang katilar, senantiyoso pinaringan tatag, titis, tanggon, rahayu, raharjo jayeng gesang anggenipun samya netepi tugas gesangipun, satuhu.” (tribunjateng/yayan isro)