Mengenang Tragedi Mei 98
Keluarga Terbayang Suyat Pulang Bawa Anak Istri
Salah satu aktivis korban penculikan di era Orde Baru adalah Suyat, warga Desa Kragilan, Kecamatan Gemolong, Sragen.
Penulis: suharno | Editor: rustam aji
Salah satu aktivis korban penculikan di era Orde Baru adalah Suyat, warga Desa Kragilan, Kecamatan Gemolong, Sragen. Keluarga hingga kini masih berharap Suyat selamat dan kembali ke rumah.
JALAN berbatu dilalui saat Tribun Jateng menuju rumah korban penculikan 1998, Suyat, Senin (18/5). Jalan selebar 3 meter menuju Dukuh Banjarsari RT 04, Desa Kragilan, Kecamatan Gemolong, Sragen ini gelap gulita tanpa penerangan jalan.
Berbekal penerangan lampu sepeda motor kakak tertua Suyat yakni Suyadi (46) yang menjemput Tribun Jateng di pinggir Jalan Solo - Purwodadi, akhirnya kami tiba di rumah kediaman keluarga Suyat yang jaraknya sekitar 500 meter dari jalan utama.
Rumah kediaman Suyadi sederhana berbentuk joglo, namun rapi dan bersih. Beberapa kayu tergeletak di sudut rumah lantaran bapak dua anak ini merupakan tukang kayu. Selain Suyadi, istri serta dua anaknya, tinggal pula ibu kandung Suyat, Tamiyem (66) di rumah yang memiliki tiga kamar tidur ini.
Ayah Suyat, yakni Paimin telah meninggal dunia dua tahun lalu. Hingga kini, Suyadi beserta keluarga besarnya masih berharap ada kejelasan nasib adik terkecilnya pascapenculikan yang terjadi belasan tahun silam.
Tepatnya Subuh 12 Februari 1998, Suyat raib. Ia dibawa oleh 10 orang aparat berpakaian preman. Saat itu Suyat berusia 23 tahun dan hampir merampungkan kuliahnya di Jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.
Belakangan, pihak keluarga baru paham Suyat aktif di Partai Rakyat Demokratik yang dipimpin Budiman Sudjatmiko dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi yang dituduh rezim Orde Baru sebagai dalang kerusuhan 27 Juli dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Belum ada proses yang membuat keluarganya merasa lega meskipun pada tahun 2009 lalu, DPR membentuk panitia khusus (Pansus) terkait penghilangan orang secara paksa. Bahkan empat rekomendasi dari Pansus yakni meminta Presiden membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, melakukan pencarian 13 orang yang masih dinyatakan hilang, merehabilitasi dan memberi kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang, meratifikasi konvensi antipenghilangan paksa juga belum dilakukan.
"Tidak ada empat rekomendasi yang dilakukan satu pun, tidak ada pula kompensasi. Bahkan saat bapak (Paimin) atau ibu sakit kami juga harus mengeluarkan biaya sendiri, bahkan untuk sekadar Jamkesmas kami tidak dapat," ujar Suyadi.
Suyadi berharap ada kejelasan terkait empat rekomendasi DPR, sehingga nantinya ada peradilan yang jelas yang dapat menyusuri jejak adik kandungnya. "Tentu kami ingin kejelasan. Jika dipenjara, penjaranya dimana, jika dibuang ke pulau terpencil, pulaunya dimana, yang penting ada kejelasan," sambungnya.
Buruh tukang kayu ini juga masih berharap adik bungsunya ini tiba-tiba dapat pulang saat Lebaran dan membawa istri serta anaknya kembali ke rumah. "Kadang saat Lebaran ketika semua kumpul, kebayang-bayang kalau Suyat pulang ke rumah membawa anak dan istrinya," ujarnya sambil mengusap matanya yang berkaca-kaca.
Terkait kondisi ibu kandung Suyat, Tamiyem, Suyadi menuturkan kondisinya masih baik meski telah ditinggal suaminya. Di usia lanjut, Tamiyem masih bisa beraktifitas bahkan masih dapat berdagang kecamba atau toge di Pasar Gemolong, diantar jemput oleh Suyadi.
Suyadi menuturkan ibunya sudah ikhlas kehilangan anak bungsunya meskipun pada dua tahun awal, setelah Suyat menghilang, Tamiyem sakit-sakitan lantaran kepikiran Suyat. "Dulu mungkin sakit-sakitan karena anggapan warga yang mengatakan Suyat anak tidak benar. Disekolahkan tinggi-tinggi tetapi malah ditangkap petugas karena info yang didapat setengah-setengah, tetapi sekarang kondisinya sudah membaik," jelasnya.
Menurut Suyadi, Suyat merupakan anak yang paling dibanggakan orangtua karena mampu meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi, berbeda dengannya dan adik keduanya yang meneruskan keahlian Paimin sebagai tukang kayu.
"Dulu memang diandalkan karena bisa kuliah dan suatu saat nanti saat kerja juga bisa memberikan info pekerjaan bagi keponakannya. Tetapi mau bagaimana lagi, kami masih tidak tahu kejelasan nasib Suyat," tandasnya. (suharno)

 
			
 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											