Ibadah Haji
Rohmat: Saya Buka Satu Persatu Kantong Jenazah
Tak jauh dari tempat biasanya Rohmat shalat, ia melihat puluhan jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam plastik warna hijau.
MEKKAH, TRIBUNJATENG.COM -‑ Berkat air zam-zam, Rohmat (64) jamaah haji asal Indonesia selamat dari insiden robohnya crane raksasa yang menimpa Masjidil Haram dan menewaskan 107 orang serta ratusan orang terluka.
Jumat (11/9) sore, Rohmat yang sudah berada di kompleks area Masjidil Haram memilih untuk mencari air zam-zam untuk diminumnya terlebih dulu.
Padahal, hari-hari sebelumnya, calon haji asal Mesuji, Lampung ini lebih memilih menghabiskan waktu untuk salat dan beritikaf di lantai satu Masjidil Haram, persis di lokasi robohnya crane raksasa milik perusahaan Bin Laden Group.
Ketika hujan badai melanda kawasan Mekkah, Rohmat memilih mencari minum air zam-zam yang letaknya tak jauh dari lokasi musibah.
Usai menuntaskan keinginannya minum air zam-zam, Rohmat beranjak ke lantai satu Masjidil Haram untuk shalat Maghrib. Namun betapa kagetnya Rohmat, begitu mendekati lokasi rutinnya beribadah di Masjidil Haram setiap petang, suasananya panik. Reruntuhan bangunan masih berserakan. Darah berceceran dimana-mana.
Tak jauh dari tempat biasanya Rohmat shalat, ia melihat puluhan jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam plastik warna hijau. "Saya tidak tahu ada apa. Waktu saya datang, sudah banyak mayat ditutup plastik hijau. Darah di mana‑mana," tutur Rohmat, Sabtu (12/9).
Para petugas pun sibuk membersihkan darah yang berceceran di lantai serta membersihkan puing dan air. Ada juga petugas yang memasang garis pembatas agar lokasi tidak dimasuki jamaah.
"Tetapi, saya masuk saja. Saya takut ada orang kita (Indonesia). Saya buka satu‑satu (plastik yang menutupi mayat), ternyata orang asing semua," terang Rohmat.
Meski beberapa petugas melarang, Rohmat nekat melakukan hal itu. Alasannya, di tempat robohnya crane itu biasanya banyak jamaah Indonesia, khususnya yang menginap di kawasan Jarwal, melaksanakan shalat Maghrib berjamaah.
"Biasanya memang banyak yang shalat di sana. Saya diomel‑omeli pakai bahasa Arab karena membuka‑buka plastik itu. Tetapi, saya tetap cari. Takut ada yang saya kenal," urai Rohmat.
Petir bergemuruh
Sementara itu, Aisyah bersyukur tak menjadi korban. Aisyah yang kerap shalat di Masjidil Haram, sebenarnya selama ini berkeinginan shalat di tempat yang kini justru menjadi lokasi bencana akibat diterjang crane yang roboh.
"Semua tempat di Masjidil Haram memang baik. Tetapi, rasanya kurang mantap kalau belum shalat di lantai satu. Tetapi karena tempat itu biasanya ada bapak‑bapak, saya pindah ke lantai dua. Tepat searah dengan Multazam," papar jamaah haji asal Tulangbawang, Lampung.
Pada Jumat sore, Aisyah datang ke Masjidil Haram bersama seorang temannya sekitar pukul 15.00 waktu setempat. Mereka berencana melaksanakan shalat Ashar, Maghrib, hingga Isya. "Sekitar pukul 17.00, langit itu hitam sekali. Di atas Kabah kan terbuka, tidak ada atap, itu pekat gelap," papar Aisyah.
Di kolong langit, angin berembus kencang membawa debu dan sampah. Kemudian sesekali, Aisyah menceritakan, kilat berwarna merah tampak menyambar di antara kelamnya langit. Hal itu diikuti dengan suara petir yang bergemuruh. Serta, hujan deras yang turun selanjutnya.
"Kilatnya merah kayak api. Itu terlihat sekali di langit. Suasananya mencekam. Orang‑orang sudah berdoa saja," ungkap Aisyah.
Menjelang Maghrib, sekitar pukul 18.00, terdengar suara dentuman keras. Ternyata, crane menghujam bagian kanan bangunan tempatnya shalat. Ujung crane menggantung dari lantai tiga hingga lantai satu.
"Kami mendengar ada suara. Ternyata ada alat besar jatuh. Jatuhnya itu pelan‑pelan. Mungkin sekitar setengah menit," ucap Aisyah.
Teriakan Allahuakbar dan Astagfirullah pun lantas menggema di lantai dua. Meski begitu, jamaah di lantai satu tetap beraktivitas normal. "Mungkin kalau mereka menengok ke atas, masih bisa menyelamatkan diri. Karena, itu jatuhnya pelan. Tetapi, mereka tidak sadar ada crane jatuh, dan akhirnya jadi korban. Itu langsung darah di mana‑mana," tutur Aisyah.
Sementara di lantai dua, Aisyah mengungkapkan, kondisi padat membuat jamaah sulit bergerak. Sehingga meskipun muncul kepanikan, jamaah harus tetap berjalan pelan‑pelan. "Saya nangis sambil istigfar. Jalan juga cuma bisa pelan‑pelan, untuk menghindari itu. Takut kalau ada lagi," kata Aisyah.
Selama jalan untuk bisa pindah tempat, Aisyah menerangkan, ia sempat melihat beberapa korban di lantai dua. Ada seorang laki‑laki terbaring dengan kaki kanan yang telah hilang. Sementara, korban lain yang dilihat Aisyah, seorang laki‑laki yang jari tangan kirinya tinggal jari tengah dan jari manis. Itupun ruas jarinya sudah tidak utuh. "Mereka masih bernapas. Kalau perempuan mungkin sudah pingsan," ujar Aisyah.
Di tempat Sai lantai dua, Aisyah memutuskan untuk berhenti. Ia kemudian melaksanakan shalat Maghrib dan Isya di lokasi itu.
Jokowi Batal Umroh
Akibat kejadian itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kebetulan sedang melakukan lawatan ke Arab Saudi tidak diizinkan untuk menjalankan umrah. Menurut Menteri Agama Lukman Hakin Saifuddin, hari Sabtu kemarin Jokowi bersama rombongan sudah berada di Jeddah.
Awalnya presiden akan mengawali kunjungannya ke pemerintah Arab Saudi dengan menengok Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Mekkah sambil melaksanakan umrah.
"Tapi pihak Arab Saudi tidak memberikan izin karena kondisi Masjidil Haram sedang dilakukan sterilisasi pembersihan beberapa alat berat yang runtuh," ungkap Lukman disela‑sela meninjau jemaah haji Indonesia yang luka akibat insedan crane Majidil Haram di Rumah Sakit Al Noor.
Dikatakannya, karena presidan tidak diizinkan pemerintah Arab Saudi akhirnya Jokowi pun mengutus Lukman selaku Menteri Agama. Menurut Lukman, jamaah haji yang menjadi korban peristiwa tersebut sudah diasuransikan "Pemerintah memberikan santunan sesuai asuransi," ujarnya.
(tribun lampung/tribunnews/rid/adi)