Kesaktian Pancasila

Putra Aidit: Kami Tidak Mewariskan Konflik Orang Tua

Motto kami, tidak mewariskan konflik dan membuat konflik baru. Intinya begini. kalau para orang tua berkonflik, anak-anaknya tak perlu berkonflik.

Tribunnews.com
Monumen Kesaktian Pancasila 

JAKARTA, TRIBUNJATENG.COM -- Putra keempat Ketua Central Committee (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit, Ilham Aidit mengamini pernyataan Menkopolhukam Luhut Panjaitan yang menyatakan, pemerintah takkan meminta maaf kepada PKI. Menurutnya, ada kesalahan terminologi.

"Harus dibedakan antara meminta maaf kepada PKI dan meminta maaf kepada korban 65. Yang kami maksudkan bukan meminta maaf kepada PKI memang tidak perlu. Tetapi, kepada para korban pelanggaran HAM berat tahun 65. Jadi, meminta maafnya kepada korban," ujar Ilham saat berbincang dengan tribun melalui ponselnya, Rabu (30/9).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tidak akan meminta maaf terhadap mantan orang yang dianggap pengikut PKI, yang menjadi korban diskriminasi oleh pemerintah pada masa lampau.

"Tidak ada pikiran untuk meminta maaf. Minta maaf kepada siapa," ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan.

Luhut mengatakan pemerintah akan mencari format lain, yaitu melakukan rekonsiliasi kepada eks-PKI yang menjadi korban. Namun rencana rekonsiliasi tersebut hingga kini masih dalam pembahasan.

Luhut mengatakan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus kepada persoalan Hak Asasi Manusia (HAM).

Ilham menjelaskan kembali, pada peristiwa 30 September tahun 1965 tidak hanya para pengikut PKI, tetapi warga lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan PKI. Ia kemudian mencontohkan, salah satunya adalah pengikut Bung Karno yang kemudian menjadi korban dalam peristiwa itu.

"Mereka kan bukan pengikut PKI, atau mereka-mereka yang lain yang bukan pengikut. Nah, kepada merekalah pemerintah harus meminta maaf. Jadi, adalah benar pemerintah tak perlu meminta maaf kepada PKI," Ilham menegaskan kembali.

Ilham Aidit yang kini aktif di Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri ini juga menuturkan, para keluarga baik dari keluarga para jenderal yang menjadi korban peristiwa 30 Septermber maupun para keluarga PKI, termasuk para keluarga lain dari perisiwa masa lalu sudah berhimpun dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB).

"Motto kami, tidak mewariskan konflik dan membuat konflik baru. Intinya begini. kalau para orang tua berkonflik, anak-anaknya tak perlu berkonflik. Konflik itu jangan pernah diwariskan, itu kesepakatan kami," kata Ilham.

Ilham kemudian curhat dalam kesehariannya, sebagai anak tokoh PKI. Meski Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 1981 sudah dicabut Ilham mengaku kerap mendapatkan tindakan diskriminatif.

"Mislanya, kami yang tua-tua kumpul-kumpul kemudian digrebek oleh ormas saat kami ingin menerbitkan buku yang ditulis oleh kawan-kawan tua Lekra. Mereka kerap menulis buku, tapi kerap digrebek dan diminta untuk tidak diterbitkan. Jadi, meski peraturan perundangan sudah dicabut, tapi masih ada resistensi masyarakat," cerita Ilham.

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid menilai langkah terbaik untuk mengenang 50 tahun Peristiwa 1965 adalah dengan menjadikannya sebagai pembelajaran, saling memaafkan, dan rekonsiliasi.

"Pembelajaran dari peristiwa itu adalah agar jangan sampai ada pemberontakan pemerintahan yang sah karena pasti akan menimbulkan konflik horizontal dan luka berkepanjangan," kata Nusron. (tribun/nic/yat)

Sumber: Tribun Jateng
Tags
PKI
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved