Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Smart Election

Sumanta Waspadai Donatur Fiktif

Pada pilkada terdahulu, kami melakukan verifikasi faktual setiap menemukan indikasi ada penyumbang yang secara logika tidak masuk akal

SOLO, TRIBUN - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Solo akan melakukan pengawasan ketat terkait anggaran dana kampanye dua pasangan calon (paslon) wali kota dan wakil wali kota Solo. Panwaslu mewaspadai kemungkinan adanya donatur atau penyumbang fiktif dalam laporan dana kampanye masing-masing paslon.

"Pada pilkada terdahulu, kami melakukan verifikasi faktual setiap menemukan indikasi ada penyumbang yang secara logika tidak masuk akal," kata Ketua Panwaslu Solo, Sri Sumanta, belum lama ini.

Menurutnya, tidak menutup kemungkinan, Panwaslu bakal pula menerapkan sistem serupa pada pelaksanaan pilkada tahun ini. Tentunya, sama seperti tahun lalu, verifikasi faktual ditempuh apabila petugas menemukan adanya sumbangan dana kampanye mencurigakan.

Sumanta berharap, kedua paslon bisa bersikap jujur dalam melaporkan dana kampanye. Apalagi, pelanggaran atas dana kampanye berpotensi membatalkan mereka sebagai calon.

"Menjeratnya pun lebih mudah. Sebab, yang diserahkan adalah data. Jangan sampai hanya karena tidak jujur, niat mereka menjadi pemimpin jadi batal," tegasnya.

Dua paslon wali kota dan wakil wali kota Solo telah menyerahkan laporan dana kampanye tahap dua ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, Jumat (16/10) lalu. Dana kampanye pasangan nomor urut satu, Anung Indro Susanto-Muhammad Fajri, dilaporkan Rp 365 juta. Sementara dana paslon nomor urut dua, FX Hadi Rudyatmo-Achmad Purnomo, sebesar Rp 414 juta.

Masih buntu

Terpisah, Ketua KPU Solo, Agus Sulistyo, menerangkan, rapat persetujuan desain surat suara pilkada masih buntu alias belum menghasilkan kesepakatan. Penyebab kebuntuan masih sama, yakni tim paslon nomor urut satu ngotot ingin menambahkan pin berupa gunungan warna merah di foto surat suara.

Keinginan tersebut langsung ditolak oleh tim paslon nomor urut dua. Sebab, menurut mereka, penambahan ornamen dinilai tidak sesuai kesepakatan.

Menyikapi kebuntuan untuk kali kedua, Agus telah berkonsultasi ke KPU Jawa Tengah dan KPU pusat. Hasilnya, KPU diminta berpegang teguh terhadap Peraturan KPU.

Sayang, dalam regulasi itu, tidak diatur secara teknis perihal foto surat suara. Multitafsir pun terjadi. "Kami akan meminta pendapat Panwaslu," ucap Agus.

Kamis (22/10) kemarin, digelar rapat persetujuan untuk kali ketiga. Hingga berita ini diturunkan, rapat belum membuahkan hasil. (har)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved