Smart Election
Kendal Kandel
Kendal mencuri perhatian dalam pilkada serentak yang pertama digelar negeri ini.
TRIBUNJATENG.COM -- Kendal mencuri perhatian dalam pilkada serentak yang pertama digelar negeri ini. Hasil sementara menurut hitungan cepat (quick count), di Jawa Tengah masih didominasi incumbent.
Dari 21 kabupaten/kota, 12 incumbent masih akan bisa mempertahankan kekuasaannya. Yang bikin kejutan, incumbent Kabupaten Kendal dr Hj Widya Kandi Susanti, MM bukan termasuk di dalamnya.
Pengamat politik Undip Budi Setiono menilai dominasi incumbent di Jateng tersebut karena masih dipengaruhi sosok figur. “Kandidat yang punya nilai popularitas, elektablitas, dan kompetensi masih jadi pertimbangan dalam memilih,” ujarnya, seperti dikutip Koran Sindo, Kamis (10/12/2015).
Mengacu pendapat Budi, Widya sebenarnya sedikit banyak memenuhi semua itu. Lihat saja biodatanya. Politikus dan bupati Kendal periode 2010-2015 ini adalah istri dari bupati Hendy Boedoro yang menjabat pada periode 2000-2005. Sebelum menjadi bupati, ia menjabat wakil ketua DPRD Kendal periode 2009-2014. Ia pun merupakan tokoh Nahdatul Ulama di Kendal.
Hanya saja, harus diakui, perebutan kursi nomor satu di kabupaten yang namanya diambil dari pohon Qondhali (penerang) itu memang seru. Lawan incumbent adalah dr Mirna Annisa, Msi.
Dua srikandi Kendal itu sama-sama berprofesi dokter. Dalam karir politiknya, Mirna sebagai anggota DPRD Provinsi Jateng dari Fraksi Gerindra. Partai pengusungnya pun boleh dikata berimbang. Pasangan Widya-Hlmi diusung PDI Perjuangan, Partai Nasdem, dan PKB. Pasangan Mirna-Masrur diusung oleh Partai Hanura, PKS, dan Partai Gerindra.
Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU ) per Rabu (9/12/2015) pukul 24.00, calon petahana itu hanya mampu meraih suara sebanyak 38,54 persen atau kalah 22,92 persen dari lawannya. Meski masih sementara, hasil ini mengundang banyak tanda tanya dari berbagai pihak.
Khususnya partai penguasa di Jateng, PDI-P. Maklum, kalau orang Jawa dulu bilang, sebenarnya Widya maupun Mirna sama-sama punya “sifat kandel.”.
Harafiahnya, selain berarti tebal, kandel juga merupakan kiasan dari banyak uang. Soal dana, Widya dan Mirna tak perlu diragukan. Sifat kandel sendiri, penjabarannya bukan sebatas semacam punya pusaka, atau aji pamungkas, untuk menambah percaya diri. Sifat kandel juga dimaknai sebagai ketekunan.
Ada pendapat, ketekunan jika diasah terus menerus, pelan tapi pasti, keampuhannya mengalahkan pusaka yang paling ampuh.
Sifat kandel juga dimaknai sebagai tumbuh dengan ilmu yang luas. Widya-Mirna, semisal dalam ilmu kedoktean, memenuhi sifat itu. Keduanya jadi dokter karena ketekunannya. Tapi, keduanya pun tentu paham bahwa sifat kandel tidak cukup dengan itu sebagai kepala daerah.
Entah siapa yang nanti bakal resmi sebagai pemenang, rakyat Kendal layak berharap sifat kandel pemimpinnya kelak akan tetap tekun dan terus mengasah ilmu tentang wilayah kekuasaan dan rakyatnya. Rakyat daerah lain pun pantas berharap demikian terhadap pemimpin barunya. (*)