Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kabar Pahlawan Devisa

Perempuan-perempuan Ini Kapok Jadi TKW Karena Sering Dicolek Majikan

Ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) purna mengikuti pelatihan kewirausahaan yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Brebes

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG/MAMDUKH ADI PRIYANTO
Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Vennetya R Danes (kiri) memberikan peralatan rias secara simbolis kepada TKI purna untuk bekal pelatihan agar TKI purna dapat berwirausaha. 

TRIBUNJATENG.COM - Ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) purna mengikuti pelatihan kewirausahaan yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan di Pendopo Kabupaten Brebes, beberapa hari lalu.

Berkerudung hitam dan baju putih lengan panjang, Da'ah (34) tampak serius menyimak pemaparan tentang kewirausahaan dari Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Vennetya R Danes. Mantan tenaga kerja wanita (TKW) itu tengah mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan untuk TKI purna atau yang sudah pulang ke tanah air dan untuk keluarga TKI yang masih bekerja di luar negeri..

Tangannya sibuk mencatat isi pemaparan. Ia tampak antusias. Maklum, warga Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes itu sangat ingin membuka usaha di kampung halamannya. "Saya ingin berwirausaha. Tidak mau lagi pergi ke luar negeri jadi TKI," kata Da'ah.

Bukan tanpa sebab ia tak mau berangkat ke luar negeri untuk mencari sesuap nasi. Da'ah mengaku trauma. Sudah beberapa kali bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, tak ada satu pun rumah yang membuatnya kerasan. Ada saja peristiwa tidak enak yang menimpa dirinya.

Terakhir, ia bekerja di Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga pada 2010. Ia mengalami pelecehan dari sang majikan. "Kalau saya sedang bekerja, majikan perempuan tidak ada di rumah, majikan laki-laki sering mencolek dan menyentuh saya. Ya gitu lah, masa diceritakan," tuturnya.

Da’ah hanya bertahan lima bulan. Ia pun memutuskan untuk pulang kampung. Kini, ia ingin belajar membuat aneka kue. "Kue kan yang suka banyak. Jadi ngga pernah mati usahanya. Dijualnya juga gampang," terangnya.

Keinginan untuk berwirausaha juga diungkapkan Mujiah (32), seorang TKI purna dari Kecamatan Songgom, Brebes. Ia memilih untuk berwirausaha karena ingin berkumpul bersama suami dan dua anaknya.

Ia memutuskan pulang setelah diusir majikan perempuannya. Selain itu, sempat selama tiga bulan tidak menerima bayaran sepersen pun. Ia mengeluh sudah berpeluh bekerja namun tidak ada hasilnya. "Majikan perempuan cemburu sama saya. Padahal majikan laki-laki yang sering ganggu, bukan saya," ucapnya. Ia bekerja di Riyadh, Arab Saudi pada 2005.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) berupaya melakukan pembinaan terhadap para TKI purna. Diharapkan, mereka menjadi wirausaha mandiri dan tidak tergiur kembali ke luar negeri. Vennetya R Danes mengatakan ada tiga bidang pokok dalam program tersebut. "Pertama bidang pemberdayaan ekonomi keluarga TKI, ketahanan dan kesejahteraan keluarga TKI, dan pemenuhan hak anak," ucap Vennetya.

Menurutnya, tiga bidang tersebut akan terpenuhi jika TKI purna dapat mandiri dengan berwirausaha. Pengembangan program ini sudah dilakukan di 35 kabupaten di 10 provinsi yang merupakan kantong TKI. Pada tahun ini akan dibentuk 10 kelompok TKI di tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. "Brebes merupakan daerah kedua setelah Wonosobo yang menjadi sasaran program ini. Dipilihnya Brebes lantaran banyak warga Brebes yang menjadi TKI," jelasnya.
Adapun bentuk pelatihan yang dilakukan berupa keterampilan menjahit, membuat kue kering dan basah serta membuat nugget dan bakso.

Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Brebes, Khambali, menyatakan Kota Bawang merupakan daerah dengan peringkat nomor sembilan pengirim TKI terbesar di Indonesia. "Dan merupakan daerah urutan nomor 10 kabupaten dengan TKI bermasalah di Indonesia," jelasnya.

Menurutnya, selain permasalahan TKI di luar negeri, masih ada permasalahan yang terjadi dalam negeri yang menimpa anggota keluarga TKI. Oleh karena itu, TKI Brebes membutuhkan keterampilan agar menjadi wirausaha baru yang dapat menghidupi dan mensejahterakan keluarganya. Sehingga tidak tergiur berangkat kembali ke luar negeri.

Bupati Brebes, Idza Priyanti menyatakan pengawasan dan perlindungan terhadap TKI diperlukan dari tingkat bawah atau desa lantaran Brebes mempunyai wilayah yang sangat luas. Pemerintah desa dapat membuat regulasi terkait perlindungan bagi warga desa yang menjadi buruh migran. Selain itu, juga dapat memberdayakan TKI purna atau membina keluarga TKI untuk membuka usaha.

“Desa lewat peraturan desa harus memastikan warganya yang akan menjadi TKI untuk menempuh prosedur yang sesuai. Perdes tersebut antara lain mengatur pihak biro TKI untuk wajib melapor ke desa. Sehingga desa mempunyai data lengkap nama, negara tujuan, nama perusahaan tempat kerja dan alamat perusahaan,” katanya. (tribunjateng/mamdukh adi priyanto)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved