Kalah Saing dengan Produk Impor, Pabrik Dupa di Demak Terus Berguguran
Semerbak wangi dupa langsung menusuk hidung saat Tribun Jateng memasuki rumah produksi yongsua alias dupa di Desa Waru, Mranggen, Demak.
Penulis: rival al manaf | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Kelangsungan produksi dupa di Kabupaten Demak terus tergerus.
Banyak pabrik dupa tutup karena kalah bersaing melawan produk impor.
Semerbak wangi dupa langsung menusuk hidung saat Tribun Jateng memasuki rumah produksi yongsua alias dupa di Desa Waru, Mranggen, Demak.
Di pekarangan belakang rumah dengan luas kira-kira 100 meter x 50 meter terbentang ribuan batang dupa berwarna merah menyala yang sedang dijemur.
Meski tidak ada satupun yang dibakar pagi itu, namun wanginya mampu menyingkirkan bau tidak sedap dari comberan di parit yang lokasinya bersebelahan dengan rumah produksi milik Suparno tersebut.
Setidaknya ada enam pekerja di rumah produksi yang berdiri sejak 15 tahun lalu itu.
Mereka memiliki tugas masing-masing mulai dari memotong bambu menjadi ukuran lidi sebagai bahan dasar.
Ada yang mengoleskan serbuk kayu, mengoles minyak, pewangi, pewarna, hingga menjemur.
"Ini kami sedang membuat pesanan kurang lebih dua ribu batang dupa untuk dikirim ke Semarang," jelas Suparno, Kamis (19/1).
Dengan harga per batang Rp 350, secara hitungan kasar minimal Rp 700 ribu ia dapat dari pesanan itu.
Namun menurut pria 52 tahun tersebut angka-angka itu selalu mengalami penurunan setiap tahun.
Tidak peduli mendekati hari raya Imlek sekalipun.
Menurutnya penurunan ini karena gempuran impor dupa sejak pasar bebas diberlakukan.
"Sebelum ada impor dupa, dahulu permintaan bisa 7.000 batang per hari, sekarang 2.000 batang saja sudah bagus," keluh pria yang akrab disapa Parno tersebut.