Konsumen Kota Semarang Minta Pemerintah Perjelas Spesifikasi HET Beras
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Kota Semarang menilai Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) No 47/2017, masih membingungkan
Penulis: m zaenal arifin | Editor: iswidodo
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Kota Semarang menilai Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) No 47/2017, masih membingungkan.
Dalam Permendag tersebut, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) beras sebesar Rp 9.000 per kg, sementara harga acuan pembelian di petani sebesar Rp 7.400 per kg.
Harga acuan gabah kering panen pembelian di petani sebesar Rp 3.700 per kg, dan harga acuan gabah kering giling di petani sebesar Rp 4.600 per kg.
"Yang penting adalah beras yang diatur itu spesifikasinya seperti apa? Karena banyak sekali jenis beras di pasaran," kata Ketua LP2K Kota Semarang, Ngargono, kepada Tribun Jateng, Selasa (25/7/2017).
Jika tidak diperjelas aturan tersebut, dikhawatirkan justru akan menjadi lahan permainan para mafia beras. Pasalnya untuk membedakan kualitas beras, tidak semudah membedakan komoditas lain yang cukup dengan kasat mata seperti komoditas BBM, LPG 3 kg dan lainnya.
"Karena perbedaan kualitas beras itu sulit diketahui dengan kasat mata, harus lewat uji laborat. Kalau tidak diperjelas, nanti bisa saja beras subsidi dianggap beras premium," paparnya.
Hanya saja, menurutnya, dikeluarkannya peraturan tersebut tujuannya baik dalam rangka menjaga agar harga terkendali. Asalkan implementasi peraturan di lapangan benar dilaksanakan.
Terlepas dari implementasi, Ngargono meminta pemerintah menyediakan stok beras yang cukup dengan harga terjangkau. Karena jika tidak, akan muncul beras oplosan yang menjadi lahan permainan oknum mafia beras.
"Pemerintah harus bisa menyediakan beras dengan harga segitu, jangan hanya di atas kertas saja," jelasnya. (*)