Brigjen Anton Menyesal Sewakan Rumah, Nggak Disangka untuk . . .

Pemilik rumah yang digunakan untuk praktik kejahatan siber internasional 29 warga negara Tiongkok diketahui adalah seorang purnawirawan TNI.

Editor: iswidodo
Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pemilik rumah yang digunakan untuk praktik kejahatan siber internasional 29 warga negara Tiongkok diketahui adalah seorang purnawirawan TNI.
Brigadir Jenderal (purn) Anton Sudarto namanya.

Saat ditemui, Anton mengaku menyesal telah menyewakan rumahnya kepada Y, sosok yang memfasilitasi 29 warga negara Tiongkok untuk melakukan cyber fraud atau penipuan melalui media daring tersebut.

"Saya sangat menyesal. Apalagi, saya sebagai pensiunan dari angkatan (TNI--Red), yang secara tidak langsung bertanggung jawab soal keamanan negara," ujar Anton, Minggu (30/7).

Pada Sabtu (29/7) petang, personel gabungan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya menggerebek puluhan warga China di rumah mewah, Jalan Sekolah Duta Raya Nomor 5, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Rumah dua lantai seluas sekitar 600 meter persegi tersebut diduga dijadikan tempat beroperasinya sindikat kejahatan siber internasional asal Tiongkok.

Pada saat yang sama, polisi juga menangkap 92 anggota sindikat kejahatan siber internasional yang bermarkas di Surabaya, Sabtu malam. Selanjutnya, pada Minggu (30/7), para pelaku yang ditangkap di Surabaya, Batam, dan Bali dibawa ke Polda Metro Jaya.

Anton menjelaskan, pada Agustus tahun 2015, dia bertemu dengan Y. Dalam pertemuan itu, dibahas mengenai peruntukan penyewaan rumah. Y kepada Anton menyewa rumah sebagai tempat menitip barang, lantaran rumah Y di Pantai Indah Kapuk (PIK) tengah direnovasi.

"Pertama kali jumpa saya, 'Pak, saya ingin merenovasi rumah saya. Saya mau nitip barang‑barang ke rumah Bapak. Boleh tidak saya kontrak?'," ucap Anton.

Dari gelagat Y, ucap Anton, tak ada yang mencurigakan. Menurutnya, Y sosok orang yang sopan sehingga Anton mengizinkan rumahnya disewa seharga 3.600 dolar Amerika Serikat atau berkisar Rp 48 juta per bulan. Rumahnya disewa selama dua tahun dengan kisaran harga mencapai Rp 1 miliar.

Selama disewa oleh Y, Anton bersama anaknya, Rina (47), beberapa kali mendatangi rumah yang berada Kebayoran Lama tersebut. Rumah tampak gelap dan sepi. Anton tak mengira, bahwa rumahnya dihuni oleh 29 warga negara asal China untuk melakukan tindak kejahatan siber internasional.

"Kami kontrol sambil lewat, tapi tidak bisa masuk. Dan saya lihat dari luar gelap. Pikiran saya, 'Kok tidak ada orang'. Saya suka diskusi dengan anak saya ini, itu rumah hanya untuk menyimpan barang. Jadi kalau tidak ada orangnya, ya wajar‑wajar saja. Tapi dengan kejadian ini, betul‑betul luar biasa buat saya," kata Anton.

Sebelum polisi meringkus 29 WN Tiongkok di rumahnya itu, Anton sempat membuat janji dengan Y untuk bertemu di Pondok Indah Mall. Tepatnya, pada pekan lalu sekitar pukul 14.30. Namun, Y tidak datang, dan mengutus seseorang berinisal H.
"Y itu saya kira bosnya. Terus yang menghubungi kalau setiap ada persoalan H itu," kata Anton.

Sementara anak perempuan Anton, Rina sempat menaruh curiga dengan Y. Ada perbedaan antara Y dengan penyewa rumah sebelumnya. Mereka diantaranya warga negara asal Perancis, Australia, dan Kanada. "Biasanya mereka suka komplain, soal AC, kolam renang, atau kalau ada yang bocor. Kalau si Y ini tidak pernah komplain," kata Rina.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, Y telah menyewa rumah di kawasan elite itu selama dua tahun."Dua tahun disewa oleh seseorang bernama Y. Sekarang kami kejar," ujar Argo.

Sindikat kejahatan siber internasional ini berhasil diungkap oleh petugas gabungan Polri yang terdiri dari Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal, Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Polres Kota Depok pimpinan AKBP Didik Sugiarto.

Argo menerangkan, modus yang digunakan para pelaku adalah menghubungi dan menuduh korban terlibat kasus hukum. Begitu korban panik, pelaku meminta korban mentransfer sejumlah uang, supaya korban tidak dijerat kasus hukum yang dituduhkan.

Dari lokasi tempat kejadian perkara, polisi menyita barang bukti berupa tujuh laptop, 31 unit i-pad mini, satu i-pad, 12 handy talky (HT), 12 router wireless, tiga jaringan telekomunikasi, empat telepon selular, 17 keypad numeric, dan 20 lembar kartu tanda penduduk Tiongkok.
Selain di Jakarta, polisi juga menggerebek sebuah rumah di Surabaya, Jawa Timur dan di Bali. Total seluruh tersangka kasus kejahatan siber internasional tersebut ada lebih dari 100 orang.

Sejumlah pelaku dari ratusan orang pelaku kejahatan siber lintas negara yang ditangkap di Surabaya, Jakarta dan Bali menggunakan visa kunjungan untuk masuk ke Indonesia. Mereka berada di Indonesia sejak bulan Februari dan Maret 2017.

"Tadi ada beberapa (pelaku) yang menggunakan visa kunjungan," ujar Argo. (Tribunjateng/cetak/Tribun Network/nis/kps/wly)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved