Orang-orang Sisa di Kampung Melawan Kezaliman Penguasa, Video Film Turah

Orang-orang Sisa di Kampung Melawan Kezaliman Penguasa, yang juga tuan tanah. Film Turah gala premiere di CGV Cinema Kota Tegal, Minggu (13/8/2017).

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG/MAMDUKH ADI PRIYANTO
Orang-orang Sisa di Kampung Melawan Kezaliman Penguasa, yang juga tuan tanah. Film Turah gala premiere di CGV Cinema Kota Tegal, Minggu (13/8/2017). 

TRIBUNJATENG.COM, TEGAL- Warga Kampung Tirang, Tegalsari, Kota Tegal hidup dalam garis kemiskinan. Kampung Tirang berada di pesisir pantai utara yang berdiri di tanah timbul.

Kampung tersebut dikelilingi air laut dan termasuk wilayah miskin dan terpencil. Listrik di kampung itu hanya menyala pada malam hari. Dan tidak ada air bersih.

Warga desa tersebut tunduk kepada Darso (Yono Daryono), seorang juragan kaya yang memberikan mereka kehidupan. Pakel (Rudi Iteng), pria muda yang kerap 'menjilat' Darso membuat warga desa tunduk pada pria itu, kecuali Turah dan Jadag.

Kesehariannya, warga kampung itu bekerja kepada juragan Darso. Juragan Darso merupakan tuan tanah yang menguasai tambak, peternakan kambing, dan sektor usaha lain di kampung itu.

Orang-orang Sisa di Kampung Melawan Kezaliman Penguasa, yang juga tuan tanah. Film Turah gala premiere di CGV Cinema Kota Tegal, Minggu (13/8/2017).
Orang-orang Sisa di Kampung Melawan Kezaliman Penguasa, yang juga tuan tanah. Film Turah gala premiere di CGV Cinema Kota Tegal, Minggu (13/8/2017). (TRIBUNJATENG/MAMDUKH ADI PRIYANTO)

"Dewek uripe ya neng nduwure lemaeh Darso, ya karepa kae o pan motong pira (Kita hidupnya di atas tanah milik Darso, terserah dia mau motong uang berapa)," kata Turah dalam film 'Turah'.

Potongan perbincangan itu terjadi antara Turah dan Jadag. Jadag mengeluh lantaran merasa tertindas atas sistem kerja yang dipakai Juragan Darso.

Turah yang diperankan Ubaidillah dan Jadag yang diperankan Slamet Ambari merupakan dua dari sekian banyak warga Kampung Tirang yang berusaha melawan dan keluar dari jeratan penguasa atau pemilik tanah Juragan Darso.

Juragan Darso mengumpulkan kekayaan dengan mempekerjakan penduduk desa dan memberi sedikit uang. Sama dengan pemilik modal mendapatkan keuntungan besar dengan mencekik nyawa dari para pekerja mereka.

Turah dan Jadag menyadari kondisi bahwa mereka dieksploitasi. Mereka pun berusaha meyakinkan warga untuk meloloskan diri dari jerat Darso dan Pakel. Tujuannya, agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang hanya menikmati sisa-sisa, melainkan menjadi manusia yang percaya dengan apa yang mereka kerjakan dan hasilkan.

"Mereka dijangkiti pesimisme dan perasaan takut. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk lolos dari kelicikan orang kaya. Mereka tidak mau menjadi manusia kalah, manusia sisa- sisa," kata sutradara Wicaksono Wisnu Legowo, saat gala premiere di CGV Cinema Kota Tegal, Minggu (13/8/2017).

Kata Turah sendiri dalam bahasa Jawa merupakan sisa. Judul film itu seakan merangkum semua isi film tersebut yang menceritakan orang sisa- sisa di kampung tersebut.

Hingga di akhir cerita film tersebut, perlawanan mereka berakhir dengan adanya korban jiwa. Jadag yang terus berteriak dan merong- rong juragan Darso dibunuh anak buah Darso. Sedangkan Turah harus meninggalkan kampung halaman mereka itu bersama sang istri lantaran diancam.

"Dalam setiap perubahan itu, pasti ada korban. Tidak hanya korban nyawa, tapi juga ada yang disingkirkan dan dikecewakan," tutur Bupati Tegal, Enthus Susmono, usai menonton bersama para pemain dan kru film.

Menurutnya, cerita yang diangkat di film Turah merupakan cerita keseharian dan konfilk sosial yang ada di masyarakat.

"Semua rahasia politiknya Darso, Turah tahu dan paham," ucap Enthus mengomentari film tersebut.

Film Turah merupakan film berbahasa Jawa dialek Tegal. Disutradarai pria asli kelahiran Tegal, Wicaksono Wisnu Legowo yang merupakan jebolan Jurusan Perfilman Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Produser film, Ifa Isfansyah, juga merupakan sutradara film. Sejumlah film dihasilkan, termasuk Sang Penari yang merupakan film berbahasa Jawa dialek Banyumasan. Film itu terinspirasi dari novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. (Tribun Jateng/Mamdukh Adi Priyanto)

Sumber: Tribun Jateng
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved