Jatuh Cinta, Bule Belanda Pilih Jadi Abang Becak di Amsterdam, Kok Bisa?
Kecintaannya pada becak, diakui Daan bermula saat dirinya berlibur ke Indonesia saat masih kuliah
TRIBUNJATENG.COM - Ketenaran becak memang sudah mendunia. Banyak orang asing menyenangi saat menaiki becak di Indonesia.
Tapi siapa sangka ketenaran becak membuat seorang bule menjadi pengayuh becak di negeri asalnya, Belanda.
Seorang pemuda asal Belanda Daan Goppel menjadi perhatian saat dirinya menjadi tamu saat upacara kemerdekaan di Istana Merdeka, Jakarta beberapa waktu lalu.
Pasalnya, pria yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil di Belanda ini juga berprofesi sebagai pengayuh becak di Belanda.
Dihubungi Tribun Jogja.com, Daan mengakui sebagai pengayuh becak di Kota Amsterdam, Belanda. Ia mengaku mengayuh becak sebagai paket wisata berkeliling di Amsterdam.
"Saya ini juga pemandu wisata. Jadi mereka bisa memesan saya jauh-jauh hari lalu saya antar turis berkeliling sambil menceritakan sejarah dan budaya Kota Amsterdam," tutur Daan.
Kecintaannya pada becak, diakui Daan bermula saat dirinya berlibur ke Indonesia saat masih kuliah.
Saat itu ia menaiki becak dan merasakan pengalaman yang menyenangkan dan berkesan bagi dirinya.
"Kalau naik becak itu enak, tidak berisik, alami, tidak berpolusi, kalau lihat pemandangan itu jadi luas," ungkapnya.
Usai merampungkan kuliahnya di Belanda, Daan pun mengambil kursus bahasa Indonesia di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat pada tahun 2014.
Usai mengambil kursus, Daan pun langsung inisiatif mencari becak kayuh di Pulau Jawa. Ia menyisir dari Bekasi, Cirebon, Semarang, Malang, hingga Yogyakarta.

"Pas di Yogya itu ketemu becak yang paling cocok. Terlihat lebih moderen dan ukurannya besar, pas untuk ukuran orang bule Eropa seperti saya," kata Daan.
Di Yogyakarta, ia mendapat becak usai menemukan sebuah bengkel kecil. Bengkel tersebut tidak ia ingat lokasinya, karena hanya sekedar tanya-tanya orang.
Di bengkel tersebut Daan memesan sebuah becak kayuh baru dan merogoh kocek sebesar Rp 4 juta.
"Setelah dua minggu dikerjakan dan jadi, becak langsung saya kayuh keliling Kota Yogyakarta, melintasi Malioboro dan saya bawa ke Stasiun Tugu untuk dikirim ke Jakarta," tuturnya.
Di Jakarta, Daan pun memanggil tukang kayu untuk membuatkan kotak besar yang dapat menampung becak untuk dikirim ke Belanda.
Becak itu pun dibongkar agar muat dalam kotak lalu dibawa ke Pelabuhan Tanjung Priuk dengan tujuan akhir Pelabuhan Rotterdam.
Beberapa bulan kemudian, becak pun berhasil sampai di Rotterdam, Belanda. Namun saat itu Daan kebingungan harus membawa becak, karena uangnya menipis lantaran biaya pengiriman sekaligus bayar pajak yang mahal membawa becak ke Belanda.
"Akhirnya becak cuma diparkir di halaman rumah orang tua saya. Butuh waktu 2,5 tahun saya bisa memakai becak itu karena saya sibuk mengumpulkan uang untuk membayar utang-utang biaya pengiriman," tuturnya.
Daan pun awalnya sempat kebingungan akan diapakan becak tersebut. Pada suatu waktu, Daan berkesempatan berbincang dengan orang Indonesia keturunan.
Saat itu, ia ditawari untuk menjadi pemandu wisata bagi turis asal Indonesia dengan becak tersebut.
"Sejak itu saya jadi pemandu wisata turis berkeliling Amsterdam dengan mengayuh becak. Ini hanya sampingan saat akhir pekan dan harus melalui pesanan terlebih dahulu," kata Daan.
Setelah berkeliling Amsterdam, Daan menceritakan, orang-orang Belanda banyak yang tertarik dengan kehadiran becak disana. Beberapa terlihat kagum, terkesan lucu, dan tertarik.
"Saya suka sekali sejarah dan bahasa, terutama sejarah hubungan antara Belanda dan Indonesia. Selain sejarah Amsterdam, saya juga sering ceritakan tentang Indonesia kepada turis yang saya bawa," pungkasnya. (Ikrar Gilang Rabbani)