Populasi Kera Ekor Panjang di Gunung Tidar Melonjak Pesat
Pesona yang terpancar dari Gunung Tidar, Kota Magelang, memang tak bisa dilepaskan dari ratusan kera ekor panjang yang menjadi penghuni setianya.
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Pesona yang terpancar dari Gunung Tidar, Kota Magelang, memang tak bisa dilepaskan dari ratusan kera ekor panjang yang menjadi penghuni setianya.
Namun, perlu diketahui, populasi satwa mamalia tersebut, terus mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir, hingga jumlahnya semakin tidak terkendali.
Sekadar informasi, keberadaan ratusan ekor kera ini semula untuk mendukung kegiatan survival perwira-perwira Akademi Militer (Akmil), yang dilangsungkan di lokasi berjuluk 'Pakuning Jawa' itu.
Awalnya, hanya enam ekor kera yang dilepas. Tetapi, seiring berjalannya waktu, jumlahnya kini mencapai ratusan. Selain kera, ada juga ular dan kijang, walau perkembangbiakannya tak secepat kera ekor panjang.
Kasubbag TU UPT Kawasan Gunung Tidar, SW Wahyuono, mengatakan bahwa dalam kurun waktu dua tahun, kera ekor panjang berkembang biak secara pesat, sampai jumlahnya melonjak 100 persen.
Lanjutnya, berdasar hasi penelitian, pada tahun 2015 silam, jumlah kera ekor panjang tidak lebih dari 300 ekor. Namun, pada semester pertama tahun 2017, jumlahnya bertambah banyak, mencapai 600 ekor.
"Data terakhir, ada 600 monyet, berdasarkan hitungan empat bulan lalu, oleh tim dari UGM (Universitas Gadjah Mada)," terangnya.
Wahyu menuturkan, di Gunung Tidar terdapat sejumlah pepohonan buah, seperti salak, jambu biji, mangga, hingga rambutan.
Tujuan ditanamnya pepohonan tersebut, untuk menyediakan stok makanan bagi kawanan monyet. Namun sayang, keberadaannya belum bisa dijadikan sumber makanan utama bagi ratusan kera.
"Terus terang, kita tidak ingin kera di sini punah. Tapi, jumlah mereka harus terkontrol, karena cepat atau lambat, makanan yang tersedia di Gunung Tidar akan terus berkurang," tuturnya.
Menurut Wahyu, meski selama ini hidup liar dan bebas, monyet-monyet itu tidak sampai menyerang manusia, terutama para pengunjung Gunung Tidar.
Terlebih, Pihak UPT Gunung Tidar juga hampir setiap harinya memberikan pasokan makanan, berupa sayur dan buah-buahan kedaluwarsa, yang didapat dari pasar-pasar tradisional.
"Kalau diberi makan, harapan kami mereka tidak sampai mengganggu pengunjung. Walaupun ada, satu atau dua, yang membuntuti pengunjung yang bawa plastik kresek, karena dikiranya makanan," tukasnya.
Kalaupun ada kawanan kera yang turun ke pemukiman, imbuh Wahyu, tidak ada warga yang sampai hati memburu, atau melukai, kecuali hanya sekadar menghalangi.
Pihak UPT juga pernah meminta bantuan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah agar mengurangi jumlah monyet dengan memindahkan dan mengembangkan ke daerah lain.
Permintaan itu sempat ditindaklanjuti dengan survei lapangan, namun sampai saat ini belum ada tindaklanjutnya.
"Kita juga sempat menawarkan ke Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta dan dijawab bahwa daya tampung di sana hanya lima pasang. Itupun sampai sekarang juga belum diambil," ungkapnya.
Menurutnya, keberadaan monyet di Gunung Tidar sebenarnya tidak sepenuhnya merugikan. Justru, bisa menarik wisatawan untuk berkunjung. Karena itu, pihaknya juga turut menjaga kelangsungan hidup mereka.
"Sebisa mungkin kami ikut menjaga dan mengurusnya, bersama-sama dengan Paguyuban Sahabat Tidar dan warga sekitar," pungkas Wahyu. (tribunjogja/aka)