Uniknya Festival Gunung Slamet, Ada Perang Tomat hingga Kirab Budaya, Ini Rangkaian Acaranya
Kegiatan festival diawali dengan prosesi pengambilan air di sumber mata air Sikopyah, Dusun Kaliurip, Desa Serang.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: bakti buwono budiasto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Kabupaten Purbalingga akan menggelar gawe besar.
Festival Gunung Slamet (FGS), untuk ketiga kalinya akan diselenggarakan lereng gunung Slamet, di Desa wisata Serang, Kecamatan Karangreja, Kamis-Sabtu, 21-23 September mendatang.
Kegiatan festival diawali dengan prosesi pengambilan air di sumber mata air Sikopyah, Dusun Kaliurip, Desa Serang.
Prosesi ini mengisyaratkan kehidupan warga tidak lepas dari mata air di bawah kaki Gunung Slamet yang menjadi sumber penghidupan.
Baca: MEMILUKAN! Tubuh Bocah Ini Kaku dan Bola Mata Tak Bergerak, Padahal Dulu Ia Anak Periang . . .
Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Kuncoro mengatakan, selain melestarikan tradisi warga dalam ruwatan agung, FGS sekaligus untuk mengangkat citra pariwisata Purbalingga khususnya di Desa Wisata Serang.
"Setelah FGS I digelar tahun 2015, kunjungan wisatawan ke desa Serang naik hingga 400 persen. Begitu pula saat FGS ke-II tahun 2016 silam, kunjungan wisata ke Purbalingga khususnya Desa Wisata Serang semakin meningkat. Ini tentunya memberikan dampak ekonomi warga masyarakat dan tentunya mengangkat citra Purbalingga sebagai kota wisata," kata Sri Kuncoro, Jumat (8/9/2017).
Rangkaian FGS III dimulai pada Kamis (21/9) dengan ritual pengambilan air Tuk Sikopyah, ritual 'nyidhuk banyu', estafet 'ngisi banyu', hingga persemayaman air Si Kopyah.
Malam harinya, akan digelar Dopokan bareng serta pentas musik keroncong.
Baca: Laman untuk Registrasi Tes CPNS Kemenkumham Lumpuh, Netizen : Saya Belum Tidur dari Semalem
Prosesi pengambilan air Si Kopyah akan diikuti ratusan warga desa setempat meliputi para ibu, remaja putri dan para pemuda.
Mereka akan membawa air itu dengan menggunakan lodhong (tempat air dari bambu).
Setelah didoakan oleh sesepuh desa setempat, para pembawa lodhong menuju mata air Sikopyah yang berjarak sekitar 1,2 kilometer dari dukuh itu.