Ada Tradisi Unik di Desa Arenan Purbalingga, Sapi Sembelihan Diarak sebagai Tolak Bala
Awal mula ritual berawal dari musibah yang terjadi secara beruntun di dukuh itu pada masa silam.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: abduh imanulhaq
"Kalau zaman dahulu itu sebagai tumbal. Sekarang disebut selamatan," jelas Khamidi.
Secara geografis, Khamidi meyakini Dukuh Gligir Sapi mirip sapi yang sedang tertidur jika dilihat dari atas.
Prosesi penyembelihan pun dilaksanakan di tanah lapang yang dipercaya sebagai "pusar sapi".
Adapun "kepala sapi" terletak di bagian timur dusun, tempat mengubur kepala hewan ini setelah dipotong.
Posisi "ekor sapi" di sisi barat dusun menjadi tempat mengubur ekornya.
Seiring masyarakat yang kian religius, kepala dan ekor sapi sembelihan kini tak lagi dikubur.
Warga menggantinya dengan mengubur tulang belulang.
"Kami memaknai ritual ini bukan sebagai persembahan. Sekarang ini merupakan selamatan atau syukuran," jelas Khamidi.
Daging sapi selanjutnya dibagi-bagikan ke warga untuk dimakan bersama setelah dimasak dan didoakan secara Islam.
Doa itu berisi harapan kepada Allah agar penduduk senantiasa dihindarkan dari bala atau musibah.
"Setelah prosesi ini, warga juga menggelar pengajian. Kami tetap lestarikan tradisi tapi juga tak bertentangan dengan agama yang kami yakini," paparnya.
Kepala Desa Arenan, Esti Dwi Hartanti, mengatakan pemerintah desa mendukung kearifan lokal selama tak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baginya, pemotongan sapi di Gligir Sapi bukan sekadar ritual tolak bala.
Ada semangat kegotongroyongan dalam pelaksanaan ritual itu.
Tradisi ini mendorong warga berkumpul lalu swadaya iuran membeli sapi.
Daging hasil sembelihan dibagikan sehingga mereka bisa menikmati hidangan istimewa sebagai bentuk syukur.
"Justru berkat swadaya ini, mereka ada pengorbanan dan memiliki unsur gotong royong," ujar Esti. (*)