Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

FOCUS

Yuk Melek Bencana

Makin sering warga diajak merasakan bagaimana menghadapi bencana, jumlah korban jiwa bisa diminalkan.

Penulis: rika irawati | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUN JATENG
Wartawan Tribun Jateng, Rika Irawati 

ASEP (10), tewas akibat luka serius di kepala setelah tertimpa tembok yang roboh karena gempa bumi. Bocah kelas 5 SD ini merupakan satu dari dua korban meninggal setelah gempa 4,4 SR mengguncang wilayah Kabupaten Banjarnegara, Rabu (18/4), pukul 13.28.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa tersebut juga mengakibatkan 21 orang terluka dan harus menjalani perawatan di puskesmas dan rumah sakit. Sementara, 316 unit rumah yang ada di tiga desa di Kecamatan Kalibening, rusak. Dan, 2.104 warga mengungsi akibat gempa susulan yang hingga Kamis (19/4) masih dirasakan.

Dibandingkan gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada 2006 lalu, getaran gempa di Banyumas relatif kecil. Kekuatan gempa di Yogyakarta yang terjadi sekitar pukul 05.55 pada 27 Mei tersebut mencapai 6,2 SR. Meski begitu, kerusakan yang ditimbulkan di dua tempat ini hampir sama.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pos Pengamatan Banjarnegara, Setyo Aji, menerangkan, dampak gempa di Banjarnegara cukup besar lantaran pusat gempa berada di darat dan dekat permukiman penduduk. Jarak pusat gempa sekitar 30 kilometer sebelah utara kota, atau berdekatan dengan daerah utara Kabupaten Banjarnegara. Tiga desa di Kecamatan Kalibening yang paling parah mengalami kerusakan. Yakni Desa Kasinoman, Kertosari, dan Lorengan.

Sebenarnya, gempa bukan hal baru bagi warga. Bahkan, sering kali, meski tak berada di kawasan pusat gempa, getaran akibat pergeseran muka bumi tetap dirasakan. Lantaran tak bisa dicegah, usaha menghindari dampak besar dari bencana itu harus dilakukan.

Soal gempa bumi, yang paling mudah dilakukan adalah keluar atau menjauh dari bangunan. Ilmu yang telah menjadi kebiasaan ini dipraktikan turun temurun dan masih ampuh.

Namun, sebenarnya, itu saja tak cukup. Berbicara tentang bencana, seharusnya, ada pengetahuan mendalam dari hulu sampai hilir yang harus dimengerti warga. Pengetahuan dasar tentang apa penyebab, kapan biasanya terjadi, tanda-tanda yang menyertai, cara mengantisipasi, juga menghadapi saat bencana itu datang, harus dipahami di luar kepala.

Mengedukasi warga ini yang sepertinya masih kurang dilakukan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di masing-masing wilayah seharusnya aktif membuat program menyadarkan warga terkait potensi bencana di daerah mereka.

Wilayah yang rawan banjir, tentu lebih masif menjelaskan tentang banjir. Begitu pula daerah yang punya potensi tinggi terhadap longsor. Edukasi tentang angin puting beliung dan gempa bumi tentu harus dilakukan setiap wilayah karena dua bencana alam ini bisa terjadi di wilayah manapun.

Program yang dibuat pun tak boleh pilih-pilih sasaran. Harus dibuat untuk warga, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Dan yang tak kalah penting, bagaimana membiasakan warga menghadapi bencana lewat simulasi.

Makin sering warga diajak merasakan bagaimana menghadapi bencana, jumlah korban jiwa bisa diminalkan.
Ini juga bakal mengurangi kebiasaan warga berwisata bencana. Biasanya, banyak warga berbondong-bondong datang ke lokasi bencana hanya untuk memuaskan rasa penasaran. Namun, keberadaan mereka justru mengganggu proses evakuasi dan penanggulangan bencana.

Setelah mengetahui dan memamahi apa itu banjir, longsor, kekeringan, angin ribut, juga gempa bumi, dan sering mengalami lewat simulasi, tentu empati mereka lebih tergugah. Yuk, sadar dan melek bencana! (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved