Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

FOCUS

Bisakah Tolak Keberagaman?

Kasus persekusi kembali terjadi. Minggu (29/4) kemarin di acara Car Free Day (CFD) Jakarta, jadi tempat terjadinya peristiwa

Penulis: galih pujo asmoro | Editor: iswidodo
tribunjateng/bram
Galih P Asmoro wartawan Tribun Jateng 

Tajuk ditulis oleh wartawan Tribun Jateng, Galih P Asmoro

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus persekusi kembali terjadi. Minggu (29/4) kemarin di acara Car Free Day (CFD) Jakarta, jadi tempat terjadinya peristiwa yang menodai demokrasi bangsa ini. Video tentang peristiwa itu pun viral.

Dalam video itu, tampak orang yang mengenakan kaus #2019GantiPresiden mengerubuti orang berkaus #DiaSibukKerja. Selain tagar itu, di kaus #DiaSibukKerja juga terdapat gambar orang yang tengah menggulung lengan baju.

Oleh pengguna kaus #2019GantiPresiden, pengguna kaus #DiaSibukKerja pun dicap sebagai "cebong". Sebutan populer di dunia maya untuk pendukung Presiden Joko Widodo.

Paling miris adalah saat massa mengintimidasi seorang perempuan yang membawa anak kecil. Anak itu pun menangis (mungkin karena) ketakutan.

Wanita itu belakangan diketahui bernama Susi Ferawati. Kemarin, ia melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polda Metro Jaya. Ia bahkan membuat dua laporan. Pertama ke Ditreskrimum mengenai perlindungan anak dan perbuatan tidak menyenangkan disertai pengeroyokan, dan laporan kedua di Ditreskrimsus mengenai ancaman di media sosial.

Bukan hanya Susi, Stedi Repki Watung (37) satu di antara korban persekusi di CFD juga melaporkan apa yang dialaminya ke Polda Metro Jaya. Perkara yang dilaporkan adalah perbuatan yang tidak menyenangkan disertai ancaman kekerasan dengan Pasal 335 KUHP.

Sedangkan Ketua Gerakan Pemuda Jakarta, Ade Selon tidak membantah adanya sekelompok orang berkaus #2019GantiPresiden melakukan intimdasi. Gerakan Pemuda Jakarta adalah salah satu kelompok yang mendukung aksi #2019GantiPresiden.

Hanya saja, Ade menyebut jika pelaku intimidasi terjadap pengguna kaus #DiaSibukKerja bukan berasal dai komunitas #2019GantiPresiden. "Yang pasti, itu oknum yang sengaja memanfaatkan situasi saja," begitu kata dia.

Saat menyaksikan tayangan video itu, saya pun bertanya-tanya, sudah sedemikian itukah kondisi bangsa Indonesia karena perbedaan politik? Seberapa banyak orang-orang semacam itu? Bagaimana mengakhirinya? Dan tentu yang paling saya tunggu adalah apa yang akan dilakukan polisi setelah menerima laporan.

Polisi sebagai pelayan, pengayom dan pelindung seluruh rakyat Indonesia harus berpegang teguh pada konstitusi terkait kasus ini. Siapapun pelakunya (tidak menutup kemungkinan peristiwa terulang dengan aktor sebaliknya).

Bisakah kita menolak keberagaman? Menjadi bersuku-suku berbangsa-bangsa adalah hal yang tidak bisa ditolak. Demikian juga dengan perbedaan-perbedaan lain, termasuk ideologi politik. Namun dari kesemua itu, satu hal yang pasti sama adalah sesama manusia dan sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Sudah banyak contoh kehancuran sebuah bangsa yang tak bisa menerima perbedaan. Indonesia juga beberapa kali menghadapi ancaman karena adanya sekelompok orang yang memaksakan ideologinya diterapkan di Negara Pancasila ini.

Bung Karno mengatakan agar kita jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Dari sejarah kita bisa belajar baik dan buruk. Bukankah hanya keledai yang jatuh dua kali di lubang yang sama? (tribunjateng/gap/cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved