BERITA LENGKAP: Hari Ini, Aman Abdurrahman Bakal Hadapi Vonis Hakim
Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman siap menghadapi vonis majelis hakim yang rencananya akan dibacakan
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman siap menghadapi vonis majelis hakim yang rencananya akan dibacakan dalam sidang pada Jumat (22/6/2018).
Kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, mengatakan, kliennya saat ini dalam kondisi sehat.
"(Kondisinya) sehat. Saya kira dia (Aman) siap menghadapi vonis, apa pun putusan itu," ujar Asludin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/6/2018) malam.
Asludin menjelaskan, Aman sudah siap dijatuhi hukuman apa pun sejak dia membacakan nota pembelaan atau pleidoinya sendiri.
Asalkan, hukuman itu terkait dengan keyakinannya soal sistem khilafah dan perintah terhadap murid-muridnya untuk hijrah ke Suriah.
Aman tidak ingin dihukum karena dikaitkan dengan berbagai aksi teror di Indonesia, seperti peledakan bom di Jalan MH Thamrin, bom bunuh diri di Terminal Kampung Rambutan, dan lainnya.
"Ustadz Aman kan dalam pleidoi juga sudah dia sampaikan bahwa, 'Silakan hukum saya, tidak ada masalah, tapi jangan dikaitkan saya dengan bom Thamrin, Kampung Melayu, dan yang lain-lain,' karena dia tidak terlibat," kata Asludin.
Adapun polisi akan melakukan pengamanan ketat dalam sidang vonis besok. Sebanyak 378 personel akan diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang tersebut. Ratusan personel itu di antaranya polisi bersenjata lengkap, penembak jitu atau sniper, hingga unit K-9.
Sebelumnya Jaksa sebelumnya menuntut Aman dengan hukuman mati.
Aman dinilai terbukti menggerakkan orang lain melakukan berbagai aksi terorisme karena ajaran atau ceramah-ceramahnya tentang syirik demokrasi dan lainnya.
Dibesuk Istri dan Anak di Mako Brimob
Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman dijenguk istri dan anaknya sebelum menghadapi sidang pembacaan vonis pada Jumat (22/6/2018).
Istri dan anaknya membesuk Aman di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, tiga hari sebelum Lebaran 2018.
Mereka datang bersama kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani. Pertemuan itu merupakan komunikasi terakhir Aman bersama kuasa hukumnya.
"Tiga hari sebelum Lebaran, saya bersama istri dan anaknya (Aman) itu jenguk ke sana," ujar Asludin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/6/2018) malam.
Dalam kunjungan tersebut, Asludin menyebut kliennya itu banyak bercanda dengan keluarganya. Mereka tidak banyak membicarakan soal kasus yang menjerat Aman.
"Mereka lebih banyak bercanda, cerita-cerita apa semua. Dia malah bercanda sama anaknya," kata Asludin.
Menurut Asludin, istri dan anaknya sudah dua kali membesuk Aman. Pertemuan sebelum Lebaran merupakan pertemuan terakhir mereka. Aman disebut siap dijatuhi hukuman apa pun dalam sidang putusan.
Pengunjung Dilarang Bawa Ponsel di Sidang Vonis Aman Abdurrahman
Polisi melarang pengunjung yang akan menghadiri sidang vonis terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2018), untuk membawa ponsel ke dalam ruang persidangan.
Alasannya karena ponsel termasuk perangkat yang bisa menyiarkan secara langsung persidangan.
"Surat sudah ditembuskan, ada pemberitahuan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) karena saya mengerti pemberitahuan KPI ya, supaya tidak menyebarkan ideologi teroris. Besok apapun alat itu bisa digunakan bisa live, juga ponsel juga bisa live, bisa Facebook, segala macam. Mohon maaf, instruksi KPI demikian kepada pengadilan," ujar Kapolres Jakarta Selatan Kombes Indra Jafar, saat dikonfirmasi, Kamis (21/6/2018).
Indra mengatakan, aturan itu dibuat sebagai tindak lanjut surat edaran KPI yang melarang lembaga-lembaga penyiaran untuk menyiarkan secara langsung proses persidangan di pengadilan, khususnya terkait kasus terorisme.
Namun, terkait mekanisme peliputan media, Indra menyerahkan hal tersebut ke pihak PN Jakarta Selatan.
"Nanti humas pengadilan akan memberikan pernyatan kepada awak media," ujar Indra.
Dalam surat edarannya, 8 Juni 2018, KPI meminta lembaga-lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan secara langsung proses persidangan di pengadilan, khususnya terkait kasus terorisme.
KPI mengingatkan kepada lembaga penyiaran untuk menjaga lembaga peradilan dan kelancaran proses persidangan.
Selain itu, media diingatkan untuk menjaga keamanan perangkat persidangan dan saksi. Media juga diingatkan untuk meminimalkan penyebaran ideologi terorisme dan penokohan teroris.
Tak Gentar Hadapi Vonis
Namun, tak ada kekhawatiran sedikit pun pada diri pimpinan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Indonesia itu menghadapinya meski sebelumnya jaksa menginginkan hakim memvonisnya hukuman mati sebagaimana tuntutan dan replik.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, Kamis (21/6) kemarin.
"Kami siap. Ustaz Aman juga sampaikan dirinya tidak gentar untuk vonis besok," ujar Asludin saat dihubungi.
Asludin menyampaikan, Aman tetap pada sikapnya, bahwa seluruh dakwaan dan tuntutan yang disampaikan jaksa kepada dirinya adalah tidak berdasar.
Tuduhan-tuduhan bahwa Aman adalah otak di balik lima kasus teror tersebut tidaklah didukung dengan bukti dan tak dapat dibuktikan sepanjang proses persidangan.
"Tidak ada satupun bukti yang menunjukkan ustaz melakukan ajakan terhadap orang untuk melakukan serangan bom," ujarnya.
Mengacu hal itu, Asludin meyakini majelis hakim yang diketuai oleh Akhmad Jaini akan bertindak adil untuk memutus perkara Aman Abdurrahman ini. tersebut. Keputusan itu, menurutnya, juga akan memberikan keadilan bagi masyarakat.
Dalam sidang penyampaian jawaban atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya, Aman Abdurrahman menyatakan dirinya bersalah dan menginginkan majelis hakim menjatuhi hukuman mati untuknya.
Aman Abdurrahman berkeras menyatakan dirinya tidak terlibat rentetan aksi teror di Indonesia pada 2016 dan 2017 sebagaimana tuntutan dan replik dari tim JPU.
Meski begitu, ia menyatakan bersedia dihukum mati atas tindakan yang dianggap mengkafirkan pemerintah.
"Saya ingin menyampaikan, ingin mempidanakan kepada saya berkaitan dengan mengkafirkan pemerintahan ini silakan pidanakan, berapa pun hukumannya, mau hukuman mati, silakan," ujar Aman.
Dalam tuntutan dan repliknya, tim JPU menginginkan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman.
Jaksa menyatakan Aman Abdurrahman terbukti terlibat sebagai otak intelektual atau penggerak dan bertanggung jawab atas lima kasus teror di Indonesia sepanjang 2016 dan 2017. Yakni, aksi teror bom di gereja Samarinda pada 13 November 2016, bom Thamrin pada 14 Januari 2016, bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, serta penusukan polisi di Mapolda Sumut pada 25 Juni 2017 dan penembakan polisi di Bima, NTB pada 11 September 2017.
Aksi teror itu dilakukan setelah Aman menginisiasi terbentuknya JAD.
Meski Aman tidak pernah terlibat langsung dalam kelima aksi teror tersebut, namun bagi jaksa, ada dua benang merah yang menjadi fakta kuat.
Pertama, buku seri materi tauhid yang ditulis oleh Aman. Kedua, pertemuan-pertemuan Aman dengan pengikutnya di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.
Buku materi tauhid adalah kumpulan ceraman Aman yang dicetak dalam beberapa seri. Dalam buku itu, Aman menegaskan bahwa hukum yang layak diperjuangkan hanyalah hukum Allah SWT.
Sebaliknya, penerapan hukum yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1946 hingga sistem demokrasI di Indonesia termasuk tindakan kekufuran.
Pemahaman inilah yang kemudian ditransfer oleh Aman kepada sejumlah pengikutnya, seperti Abu Musa, Abu Gar, Joko Sugito, dan bererapa yang lain.
Pada 2015, beberapa pengikut ini menjenguk Aman yang tengah menjalani hukuman di Lapas di Pulau Nusakambangan selaku terpidana kasus kasus bom Cimanggis dan pelatihan militer di Aceh.
Pada momen tersebut, Aman menyampaikan kepada pengikutnya tentang adanya perintah amaliah dari umaro (pemimpin) Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS di Suriah.
Salah satu perintah itu juga diterima oleh Ali Sunakim alias Afif, pelaku bom Sarinah Thamrin yang pernah menemui Aman langsung di Nusakambangan.
Setelah itu, mulailah terjadi aksi teror di Indonesia.
JPU menilai Aman Abdurrahman terbukti secara sah telah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam UU tersebut, tindakan yang dituduhkan pada Aman bisa dihukum penjara seumur hidup atau mati.
Jaksa Belum Pastikan Banding
Anggota tim JPU, Mayasari mengatakan, pihaknya akan menghormati apapun putusan hakim untuk perkara Aman Abdurrahman ini. Namun, pihaknya juga akan menggunakan hak banding jika putusan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan.
"Kami akan hormati seluruh keputusan hakim. Apabila lebih rendah, kami akan pertimbangkan lagi, karena ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, kalau kami langsung menyatakan banding," ucapnya.
Kendati demikian, Mayasari tetap optimis atas keputusan hakim dan dapat menghukum mati pria yang memiliki peran penting saat kejadian di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok beberapa waktu lalu.
"Kami optimis putusannya bisa maksimal," tuturnya.
'Sniper' Bakal Disiagakan
Pihak kepolisian akan melakukan pengamanan ketat dalam sidang vonis terhadap terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman, yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Indra Jafar mengatakan, sebanyak 378 personel akan diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang tersebut. Ratusan personel itu di antaranya polisi bersenjata lengkap, penembak jitu atau sniper, hingga unit K-9.
"Besok akan melibatkan 378 personel, bahkan bisa meningkat menjadi 400 personel. K9 juga sniper akan disiagakan," kata Indra, saat dihubungi, Kamis (21/6/2018).
Sterilisasi juga akan dilakukan oleh polisi, tidak hanya di ruang sidang Aman Abdurrahman, tetapi juga di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Polisi akan memeriksa seluruh barang bawaan pengunjung serta menempatkan metal detector di pintu masuk pengadilan. Terdakwa sendiri juga akan dikawal ketat oleh petugas bersenjata.
"Nanti akan ada kendaraan yang digunakan untuk mengawal terdakwa dan kepolisian yang dipersenjatai, bahkan dikawal sampai ruangan. Seluruh ruangan akan disterilkan," ujar Indra.
Jaksa sebelumnya menuntut Aman dengan hukuman mati. Aman dinilai terbukti menggerakkan orang lain melakukan berbagai aksi terorisme karena ajaran atau ceramah-ceramahnya tentang syirik demokrasi dan lainnya. (*)