Ngopi Pagi
TAJUK: Lain Jerman Lain Indonesia
Hasil pertandingan itu bagi sebagian orang bak petir menyambar, suaranya keras menggelegar. Jerman yang menjadi juara bertahan
Oleh Abduh Imanulhaq
Wartawan Tribun Jateng
TRIBUNJATENG.COM - Hasil pertandingan itu bagi sebagian orang bak petir menyambar, suaranya keras menggelegar. Jerman yang menjadi juara bertahan menemui kenyataan pahit: tergusur dini dari Piala Dunia 2018 di Rusia.
Pulang kampung, angkat koper, tersisih. Ada banyak diksi yang bisa digunakan untuk menggambarkan hasil mengejutkan itu.
Sebuah kejutan karena tim berjuluk Panser ini takluk dari Korea Selatan. Tak main-main, dua kali kiper Jerman Manuel Neuer melihat gawangnya dibobol pemain-pemain dari Asia tersebut.
Dua kali. Neuer dan kawan-kawan pun gagal mempertahankan gelarnya yang mereka raih di Brasil, empat tahun lalu. Di laga final, ketika itu, Jerman mengalahkan Argentina.
Tahun ini, langkah Argentina juga terseok-seok sebelum sukses melaju ke babak selanjutnya. Malang bagi Jerman, keinginan mengikuti jejak pesaingnya itu gagal terwujud.
Sejumlah analisis di balik kegagalan tersebut sudah diungkap para pengamat. Ada yang menyalahkan strategi dan taktik pelatih Joachim Loew.
Tak sedikit yang menyalahkan keputusannya dalam memilih anggota tim dan memainkannya. Ada pula yang mengulas motivasi para pemain yang kendur.
Sorotan lain adalah mitos yang melingkupi juara bertahan. Kegagalan Prancis di World Cup 2002, ternyata diikuti Italia (2010) dan Spanyol (2014). Kemudian Jerman pada tahun ini.
Analisis di balik kesuksesan Korea Selatan tak luput mengemuka, di luar puja dan puji fans. Kekompakan pemain, strategi jitu, dan determinasi tinggi termasuk yang menjadi perhatian.