Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Oyek Jadi Penyelamat Kehidupan Warga Purwojati Banyumas saat Beras Langka

Hanya tanaman tertentu, semisal palawija, yang mampu bertahan atau beradaptasi dengan cuaca panas

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki
Oyek jadi pangan subtitusi beras terutama saat kemarau 

Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki

TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Musim kemarau bukan hanya memicu krisis air bersih yang membuat warga susah. Lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan warga pun kering dan berubah tandus.

Hanya tanaman tertentu, semisal palawija, yang mampu bertahan atau beradaptasi dengan cuaca panas.

Tidak untuk tanaman padi yang mensyaratkan kecukupan air selama proses pertumbuhannya.

Areal persawahan kering kerontang. Sebagian petani beralih menanam jenis tanaman lain yang mampu beradaptasi dengan lingkungan kering.

Sebagian memilih membiarkan lahannya tak tergarap atau mengistitahatkannya sampai musim penghujan tiba.

Padahal padi selama ini jadi sumber pangan utama rata-rata masyarakat Indonesia. Jika menanam padi mengenal musim, perut harus selalu terisi tanpa mau kenal waktu.

Tak ayal, sebagian masyarakat petani menyimpan gabahnya untuk cadangan pangan di musim kemarau sampai musim tanam kembali tiba.

Tetapi bagi masyarakat yang tak punya simpanan padi, pilihannya dua, membeli beras bagaimanapun caranya, atau mencari sumber pangan alternatif selain beras.

Sebagian masyarakat Dusun Wanarata Desa Kalitapen, Purwojati Banyumas memilih cara kedua untuk melawan krisis pangan di musim kemarau.

Pagi yang terik jadi kesempatan para ibu di dusun ini untuk menjemur bahan oyek (singkong) yang diletakkan di atas atap atau teras rumah.

Sebelum dijemur, bahan ini telah direndam berhari-hari agar tiwul yang dihasilkan bagus.

Sudah tradisi turun temurun, warga Kalitepen mengonsumsi oyek untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka.

Terlebih di musim kemarau, saat persediaan beras menipis, oyek jadi penyelamat warga untuk bertahan hidup.

Jangankan untuk menanam padi, untuk masak dan minum saja, mereka kesulitan mendapatkan air setengah mati.

Oyek jadi pangan subtitusi beras terutama saat kemarau
Oyek jadi pangan subtitusi beras terutama saat kemarau (Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki)

"Beras kan susah di sini, tidak ada sawah. Kalau mau beli beras, mahal,” kata Warsem

Masyarakat Desa Kalitapen tinggal di wilayah perbukitan yang kering. Kondisi geografis wilayah ini membuat petani susah menanam padi secara maksimal.

Mereka hanya mengandalkan air hujan untuk menunjang pertumbuhan tanaman padi mereka.

Karena kurang pasokan air, warga lebih banyak menanami lahan mereka dengan tanaman palawija semisal singkong yang lebih ramah dengan tanah kering.

Karena bahan melimpah, warga memilih memanfaatkan oyek sebagai pengganti beras yang susah didapat.

Di rumah sederhana, Warsem tinggal bersama suami, tiga anak serta kedua orang tuanya yang telah renta. Suaminya, Misdar hanya bekerja sebagai penderes kelapa dengan penghasilan minim.

Terutama di musim kemarau saat ini, pendapatannya terjun bebas karena persediaan nira berkurang hingga produksi gula menurun.

Padahal, untuk mencukupi tujuh anggota keluarganya, Warsem harus memasak sekitar 1,5 kilogram beras setiap harinya.

Dengan kondisi keuangan yang kurang, keluarga itu tentu keberatan jika harus membeli beras setiap hari dengan harga cukup mahal.

Keluarganya memang memperoleh jatah beras sejahtera (rastra) atau raskin bagian program perlindungan sosial dari pemerintah. Tetapi perolehannya hanya sedikit karena harus berbagi dengan warga tak mampu lain di desanya.

Tiada beras bukan berarti warga di desa ini tak makan. Beruntung mereka tak segan mengonsumsi nasi oyek untuk mengganjal perut lapar.

Di musim kemarau ini, keluarganya mengonsumi oyek sebagai makanan selingan di luar beras.

Kebiasaan warga mengonsumsi oyek nyatanya membuat ketahanan pangan mereka kuat karena tak hanya bergantung dengan sumber pangan beras.

“Buat selingan, kadang oyek, kadang nasi,"katanya

Kebiasaan warga mengonsumsi nasi oyek ini dibenarkan oleh Kepala Dusun Wanarata, Karto. Di wilayahnya, terdapat 450 kepala keluarga dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 2.000-an jiwa.

Sebagian di antaranya mengonsumsi oyek sebagai makanan pendamping di luar nasi.

Menurut dia, sebagian warga sudah merencanakan betul pembuatan oyek untuk persediaan pangan di musim kemarau. Karena itu, mereka mulai menanam singkong yang menjadi bahan utama oyek jauh hari di musim penghujan. Sebagian menanamnya secara tumpang sari di lahan milik perhutani.

Ada pula masyarakat yang menyimpan singkong dalam kondisi sudah dikeringkan atau disebut Gaplek. Gaplek dapat disimpan berbulan-bulan, bahkan tahunan yang sewaktu-waktu bisa dimasak. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved