Ngopi Pagi
FOKUS: Jaga Lisan
Wong saiki nek ngomong sak karepe dewe, ora mikir blas, asal wae (orang sekarang kalau bicara seenaknya sendiri
Penulis: arief novianto | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Arief Novianto
Wartawan Tribun Jateng
"Wong saiki nek ngomong sak karepe dewe, ora mikir blas, asal wae (orang sekarang kalau bicara seenaknya sendiri, tidak mikir sama sekali, asal saja-Red)," ucap seorang tetangga saya, dalam sebuah obrolan ringan di pos ronda kampung.
Ucapan itu spontan saja terlontar menanggapi pernyataan Sandiaga Uno baru-baru ini yang mengatakan bahwa saat ini dengan nominal Rp 100 ribu, ibu-ibu hanya bisa membeli bawang dan cabai, sebagai dampak dari kondisi ekonomi, di mana nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar.
Tak hanya tetangga saya, kemarin, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli justru menyebut Sandi berbohong. Ia pun mematahkan pernyataan bakal calon wakil Presiden itu soal uang belanja.
Lewat akun Twitternya, Guntur Romli memosting video seorang wanita membawa uang Rp 100 ribu. "Pagi ini saya mau belanja dengan uang Rp 100 ribu, kita akan dapat apa nih, saya belanja di warung dekat rumah," kata wanita di video.
Wanita itu kemudian terlihat bisa membeli daging ayam, bawang, tahu, bahkan sejumlah bahan makanan lain.
"Unt membongkar kebohongan @sandiuno yg bilang uang 100 ribu cuma dapat bawang & cabe, saya & istri @nongandah belanja ke warung2 dekat rumah (bukan pasar). 100 ribu bisa dapat ayam 1 ekor, tahu+tempe, sayur sop, bawang merah-putih, cabe, beras, pepaya. ini bahan unt 3 hari!" tulis Guntur di keterangan.
Malahan dari catatan yang diposting akun Guntur Romli tersebut, dari uang Rp 100 ribu yang dibawa tersisa Rp 7.500.
"Catatan belanja hari ini yg membuktikan omongan @sandiuno "100 ribu cuma dapat bawang & cabe" = bohong. Ini belanja di warung bukan di pasar besar, gak pake nawar2 & ambil yg terbaik. Sandi kamu bohong!" tulis akun Twitter @GunRomli.
Yah, hal itu tentu hanya satu contoh kecil dari sekian banyak ucapan ngawur dari para tokoh negeri terkait dengan agenda politik, yaitu Pilpres 2019.
Meski kebebasan berpendapat dilindungi Undang-undang, pendapat yang terlontar tanpa dilatari dengan data atau setidaknya pengetahuan, apalagi oleh para tokoh negeri, rasa-rasanya kok ya cukup menggelitik akal sehat.
Parahnya, ucapan ngawur serupa nyaris menjadi makanan sehari-hari netizen. Bahkan, bisa jadi sebagian di antaranya meyakini kekonyolan sebagai kebenaran.
Di era digital saat ini, lisan seseorang, bahkan yang bersifat rahasia sekali pun bisa dengan mudah terungkap kepada publik. Pikiran seseorang yang belum terucap pun bisa ditangkap orang lain berkat jasa media sosial.
Hal-hal seperti ini tampaknya harus mulai menjadi perhatian serius bagi semua kalangan masyarakat, terutama kesadaran untuk menjaga lisan. Tanpa itu, kebohongan akan menjadi kebenaran yang menyesatkan. (*)