Kabar Pahlawan Devisa
Perbandingan Layanan serta Harga Rekam Medis di RSUD Soewondo dan RS Swasta
Perbandingan Layanan serta Harga Rekam Medis di RSUD Soewondo dan RS Swasta. Calon TKI mengeluh
Penulis: yayan isro roziki | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Persoalan yang dialami oleh Nur dan Lusianah, serta ribuan calon pekerja migran lainnya di Kendal, bermula dari diresmikannya Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Kendal, guna melayani proses pemberangkatan calon pekerja migran ke luar negeri, pada 11 April 2018 lalu.
Alih-alih memudahkan, beberapa kebijakan yang diterapkan Pemkab Kendal untuk optimalisasi LTSA justeru dinilai merepotkan dan menghambat proses pemberangkatan calon pekerja migran secara cepat dan murah.
Pascadiresmikannya LTSA, per 1 Agustus 2018 Pemkab Kendal mewajibkan calon PMI untuk melakukan medical record atau rekam medis di RSUD dr. H Soewondo. Ini berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) 38/2017 tentang LTSA Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (TKLN).
Dalam surat yang ditujukan kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PPPMI), Sekretaris Daerah (Sekda) Kendal, mengancam tak akan memproses penerbitan ID untuk calon PMI, jika tak mentaati apa yang telah ditetapkan. Termasuk, kewajiban rekam medis di RSUD dr. H Soewondo.
"Yang menjadi persoalan adalah kenapa rekam medis harus di RSUD, padahal sebelumnya di klinik atau rumah sakit swasta, --yang telah diakui oleh BNP2TKI dan negara tujuan--, juga bisa. Ini kan jadi seperti monopoli," kata Humas Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) Kendal, Rukidin.
Menurut dia, saat ini rumah sakit pelat merah itu baru bisa melayani rekam medis untuk calon PMI dengan negara tujuan Hong Kong dan Singapura. Selebihnya, untuk selain kedua negara tujuan itu, rekam medis untuk calon PMI masih dilayani swasta.
"Proses di RSUD lama, hasil baru bisa diketahui setelah tiga hari. Padahal, dulu di swasta hari ini rekam medis, besok hasilnya sudah keluar. Proses rekam medis yang lama, otomatis proses pemberangkatan calon pekerja juga terhambat," ucapnya.
Selain proses yang lamban, disampaikan, biaya yang harus dikeluarkan calon PMI juga lebih mahal. Bila rekam medis di swasta biayanya sebesar Rp 670.000, sementara biaya yang dipatok RSUD mencapai Rp 770.000.
"Padahal, di Permenkes sudah diatur bahwa biaya rekam medis untuk calon PMI tak boleh lebih dari Rp 670.000 itu," katanya.
Sekretaris Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Kendal, Fahrudin Tedi, mengatakan proses rekam medis untuk calon PMI di RSUD dr. H Soewondo Kendal berbelit. Menurutnya, kuota untuk melakukan rekam medis hanya dibatasi sebanyak 50 orang per hari.
Di samping itu, proses pendaftaran dan rekam medis calon PMI bercampur dengan masyarakat umum. Tak disediakan loket tersendiri, sebagaimana layanan di rumah sakit/klinik swasta.
"Bayangkan, harus antri bareng dengan pasien umum. Kuota juga terbatas. Belum lagi, setelah jam 14.00 sudah tak bisa melayani," ucapnya.
Pengusaha penyalur tenaga kerja Indonesia lainnya, Masudi, menambahkan selain lebih mahal dan proses yang lambat, hasil rekam medis di RSUD juga banyak dikeluahkan. "Sedikit-sedikit dinyatakan unfit, padahal hanya sakit ringan, dan bisa obat jalan," ujarnya.
Selain itu, pascadinyatakan unfit, pihak RSUD tidak langsung memberikan resep obat. Melainkan, harus melalui pemeriksaan ulang di poli terkait. Menurut dia, hal itu tentu akan membuat biaya cek kesehatan calon pekerja migran membengkak drastis.
Padahal, rata-rata mereka berasal dari ekonomi yang pas-pasan, dan karena itu ingin mengubah nasib dengan menjadi pekerja migran. "Kasihan mereka. Kalau di swasta, penanganannya beda. 'Oh, ini ada sedikit sakit ini', langsung dikasih resep obat. Medical record selanjutnya juga hanya dikenakan separuh biaya. Kalau di RSUD cek kedua pascapengobatan juga bayar full, lebih mahal lagi," imbuhnya.