Meski Musim Kemarau, LTT Padi di Jawa Tengah Tetap Surplus
Musim kemarau tak menyurutkan petani Provinsi Jawa Tengah untuk memproduksi padi.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: galih permadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rifqi Gozali
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Musim kemarau tak menyurutkan petani Provinsi Jawa Tengah untuk memproduksi padi. Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis produksi padi pada semester II 2018 masih maksimal.
Kementan tidak hanya mendorong petani untuk memaksimalkan lahan sawah dengan mekanisasi penyediaan air, tetapi juga mendorong upaya untuk memanfaatkan lahan kering.
Untuk memelihara optimisme produksi padi 2018, Kementan telah melakukan berbagai upaya menghadapi kekeringan.
Demi menjaga kecukupan ketersediaan air, Kementan membuat sumur pantek dan pompanisasi air sungai di wilayah potensial untuk jangka pendek.
Selain itu, Kementan menyediakan benih unggul tahan kekeringan, mengatur pola tanam, dan menekan risiko kekeringan.
Kemarau merupakan fenomena iklim yang berulang setiap tahunnya. Untuk menanggulangi kekeringan jangka panjang, Kementan menjalankan berbagai strategi agar di musim kering Luas Tambah Tanam (LTT) Padi tetap surplus.
Wilayah Provinsi Jateng yang LTT surplus dari bulan Oktober 2017 sampai dengan September 2018 diantaranya Kabupaten Wonogiri, Blora, Kebumen, Sragen dan Pemalang. Dengan cara kerja keras LTT dapat tercapai. Semboyan petani sukses yaitu "Hari esok lebih baik dari hari ini".
"Padi gogo dan tumpang sari adalah konsep paling mutahir saat ini untuk musim kemarau," ujar Suwandi selaku Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian dalam tertulis yang diterima Tribun Jateng.
Menurutnya, pengembangan tumpangsari yaitu Lahan sawah irigasi dengan melakukan pada akhir musim hujan, Lahan kering yang tidak disawah pada awal musim hujan, dan Lahan sawah tadah hujan dilakukan pada awal musim hujan dengan populasi rapat.
Dalam Penanaman Padi-Jagung dan Jagung-kedelai harus memperhatikan waktu tanam padi dan kedelai ditanam 3 minggu lebih awal dibandingkan jagung agar tidak ternaungi.
Keterbatasan luas lahan dan masih rendahnya produktivitas jagung di tingkat petani menyebabkan usahatani jagung menjadi tidak optimal. Seiring kemajuan teknologi, model pertanaman tumpangsari (intercrop) banyak mendapat perhatian.
Pemerintah melalui Menteri Pertanian juga memberikan bantuan subsidi benih padi hibrida. Padi hibrida varietas Sembada yang terbukti waktu panen di 3 kecamatan di Ngawi memiliki beberapa keunggulan, di antaranya potensi hasil produksi bisa mencapai 13,4 ton per ha gabah kering panen, dengan capaian rata-rata produksinya mencapai 10 ton per ha.
Selain itu padi hibrida varietas Sembada menghasilkan tekstur dan rasa nasi yang disukai oleh masyarakat. Padi sembada memiliki ketahanan terhadap berbagai hama utama tanaman padi.(*)