Perlu Bukti Langsung Sebagai Kota Toleran, FKUB Sumba Tengah Datangi Salatiga
FKUB Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjalankan kunjungan kerja (kunker) ke Kota Salatiga.
Penulis: deni setiawan | Editor: galih permadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjalankan kunjungan kerja (kunker) ke Kota Salatiga.
Salatiga menjadi pilihan utama rombongan FKUB Sumba Tengah tersebut dimaksudkan untuk membuktikan secara langsung yang selama ini mereka dengar, apabila Kota Salatiga adalah Kota Paling Toleran di Indonesia bersama 4 kota lainnya.
Sekadar informasi, julukan Kota Paling Toleran tersebut diterima Kota Salatiga pada 16 November 2017 sebagai bagian peringatan Hari Toleransi Internasional dari Yayasan Setara Institute.
Sesuai hasil penilaian Indeks Kota Toleran Tahun 2017 dimana dalam penilaiannya dilaksanakan pada periode November 2016 hingga Oktober 2017 itu, Kota Salatiga memperoleh skor 5,90.
Skor serupa atau sejajar dengan Salatiga diraih Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara, Pematang Siantar Provinsi Sumatera Utara, Singkawang Provinsi Kalimantan Barat, dan Tual Provinsi Maluku.
“Itu yang menjadi tujuan utama kami berkunjung ke sini (Salatiga). Kami belum percaya jika tidak datang menyaksikan secara langsung. Karenanya kami ajak rombongan ke Salatiga untuk mendengar bagaimana bisa Salatiga terpilih menjadi Kota Toleran di Indonesia,” ucap Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sumba Tengah Umbu Modo Dedo.
Ketua rombongan FKUB Sumba Tengah itu menganggap, tidaklah pantas apabila pihaknya kerapkali berbicara di hadapan publik di pemerintahannya agar bisa mencontoh Kota Salatiga dalam kaitannya sikap toleran, ketika dirinya beserta rombongan tidak melihat serta mendengarkan langsung.
“Kami bersyukur bisa diterima secara baik. Kami terus terang sering menjadikan Salatiga sebagai referensi. Salatiga pula yang juga sering jadi rekomendasi oleh Yayasan Setara Institute dalam kaitannya toleran tersebut. Karenanya kami berniat mencari waktu untuk bisa ke Salatiga dan akhirnya kesampaian juga,” ucapnya kepada Tribunjateng.com, Jumat (12/10/2018).
Rombongan dari Sumba Tengah itu pun secara langsung diterima Sekda Kota Salatiga Fakruroji di Ruang Plumpungan Gedung Setda Jalan Letjend Sukowati Nomor 51 Kota Salatiga, Jumat (12/10/2018).
Mendampingi Fakruroji, terlihat pula Ketua FKUB Kota Salatiga KH Nur Rofiq serta Kepala Badan Kesbangpol Kota Salatiga Agung Nugroho.
“Kami mohon maaf karena Wali Kota Salatiga Yuliyanto tidak bisa menemui rombongan. Karena beliau sedang ada tugas kedinasan. Semoga tidak mengurangi makna tujuan rombongan dari Sumba Tengah ini,” ucap Fakruroji.
Sepintas dia menyampaikan beberapa faktor sehingga Salatiga terpilih menjadi Kota Paling Toleran di Indonesia.
Sesuai yang pernah diutarakan pihak Yayasan Setara Institute, ketika itu ada sekitar 94 dari 98 kota di seluruh Indonesia yang menjadi objek studi yayasan tersebut.
“Satu di antaranya adalah Salatiga. Itu pun berdasarkan pada pertimbangan komposisi penduduk perkotaan yang dianggap lebih heterogen dibandingkan penduduk kabupaten. Diyakini itu semestinya bisa menunjukkan tingkat toleransi yang lebih tinggi,” urainya.
Mengacu pada hal itu, lanjutnya, ada parameter yang diambil Yayasan Setara Institute guna pengindeksan kota toleran.
Seperti tentang regulasi pemerintah. Indikatornya adalah Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun kebijakan-kebijakan diskriminatif lainnya.
“Lalu terkait tindakan pemerintah melalui pernyataan maupun tindakan peristiwa. Ada tidaknya regulasi sosial dimana indikator di dalamnya seperti suatu peristiwa pelanggaran. Setelah itu berkait demografi agama melalui komposisi penduduk,” ucapnya.
Dari situ, tambahnya, hasil kajian diperkuat melalui berbagai dokumen resmi pemerintah, Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Nasional Perempuan, hingga beragam pemberitaan dari media massa terkait toleransi tersebut.
“Dari situ kemudian diskor. Teknisnya bagaimana kami kurang begitu paham. Yang mengerti adalah Yayasan Setara Institute. Tetapi pada prinsipnya kami sejak dahulu berkomitmen untuk senantiasa menjaga toleransi dalam berbagai hal. Itu adalah komitmen dan tentunya dari dukungan dari seluruh elemen di dalamnya,” tandas Fakruroji. (*)