KISAH NYATA : Lika-Liku TKW Banyuwangi Tak Digaji Majikan dan Menikah dengan Pengungsi Rohingya

Kisah cinta manusia itu misteri, tidak pandang suku atau asal usul. Ini kisah nyata, TKW asal Banyuwangi, terpaksa jadi TKW setelah ditinggal begitu s

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati
Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad atau Azis, pengungsi Rohingya yang menikah dengan Ristiani Sulam warga Kabupaten Banyuwangi. Saat ini mereka tinggal di Dusun Pekarangan Desa Kelir Kecamatan Kalipuro 

TRIBUNJATENG.COM, BANYUWANGI -- Kisah cinta manusia itu misteri, tidak pandang suku atau asal usul. Ini kisah nyata, TKW asal Banyuwangi, terpaksa jadi TKW setelah ditinggal begitu saja oleh suaminya.

Untuk menghidupi keempat anaknya, akhirnya dia memilih menjadi TKW, ternyata salah memilih agensi dan terpaksa menjadi TKI Ilegal di Malaysia.

Adalah Ristiani Sulam (46), saat didatangi Kompas.com tampak  meletakkan dua potong roti dan semangkuk sayur di atas tikar di ruang depan rumah kerabatnya yang dia tempati sejak awal 2018.

Lalu, perempuan berjilbab hitam itu memanggil Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad (48) suaminya, seorang pengungsi Rohingya yang telah menikahinya sejak 11 tahun yang lalu di Malaysia.

Mereka berdua kemudian menikmati sarapan hasil masakan Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad di rumah yang ada di Dusun Pekarangan, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi yang menjadi tempat tinggal sementara mereka.

"Ini roti chapati buatan suami saya. Dia memang enggak bisa makan nasi. Makannya ya roti chapati seperti ini," jelas Ani. Kepada Kompas.com, Senin (12/11/2018)

Ani mengaku senang bisa berkumpul lagi dengan suaminya yang baru diantarkan oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi Surabaya Bangil pada Rabu (8/11/2018) pekan lalu.

Hampir 7 bulan suaminya yang akrab dipanggi Azis tinggal di Rudenim Bangil setelah 3 bulan tiba di Indonesia dan menetap di Banyuwangi bersama Ani dan anak perempuannya.

Aziz harus menghuni Rudenim Bangil karena statusnya sebagai pengungsi Rohingya dan tidak memiliki kelengkapan administrasi.

"Ada surat-surat keterangan dari Malaysia, termasuk keterangan pernikahan saya dan suami.Tapi untuk di Indonesia dia tidak punya," kata Ani sambil menunjukkan map berisi dokumen milik mereka.

Sementara itu Azis kepada Kompas.com dengan bahasa Melayu menjelaskan jika dia tidak betah tinggal di Rudenim Bangil karena harus jauh dari istri dan anaknya.

Setelah mendapatkan kartu resmi dari UNHCR, Azis memilih untuk pulang ke Banyuwangi dan tidak mengambil uang saku bantuan UNHCR PBB.

"Sebagai pengungsi saya harus tinggal di hostel dan mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi tidak saya ambil, saya lebih bahagia berkumpul dengan anak dan istri saya di sini," jelas Azis.

Setelah mendapatkan kartu dari resmi dari UNHCR, Azis wajib melapor setiap 3 bulan sekali ke Surabaya. Azis meninggalkan Myanmar saat usianya masih genap 20 tahun setelah istri pertama dan anaknya yang berusia 1,5 tahun tewas karena kerusuhan di negaranya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved