Wawancara Lengkap Mantan GM PSIS Semarang Ferdinand Hindiarto, Ungkap Modus Pengaturan Skor
Mantan GM PSIS Ferdinand Hindiarto mengungkapkan modus-modus praktik pengaturan skor dalam sepak bola nasional.
Penulis: Abduh Imanulhaq | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM - Pengungkapan kasus pengaturan skor (match fixing) dalam sepak bola nasional menjadi satu dari beberapa topik panas yang mengemuka belakangan ini.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam sepak bola, bahkan pernah menjadi pelakunya, berbicara blak-blakan di depan publik.
Skandal yang mereka beberkan membuka lagi ingatan masyarakat bola Indonesia mengenai beberapa pertandingan yang dicurigai terkena pengaturan skor.
Kepada wartawan Tribun Jateng Abduh Imanulhaq, beberapa waktu lalu, mantan General Manager PSIS Ferdinand Hindiarto mengungkapkan beberapa modus yang dipakai para pelaku pengaturan skor.
Tidak banyak pelaku sepak bola yang merupakan akademisi. Ferdinand yang mengajar di Unika Soegijapranata Semarang satu di antaranya. Maka dia pun membagikan wawasannya mengenai sisik-melik dunia sepak bola nasional.
Sebagian dari wawancara ini juga dimuat secara berseri dalam koran Tribun Jateng edisi Kamis 20 Desember dan Jumat, 21 Desember 2018.
Berikut wawancara lengkap dengan Ferdinand Hindiarto:
Bagaimana kiprah Anda di dunia sepak bola nasional?
Kiprah di sepak bola itu saya mulai dari klub kampus Unika FC sebagai pengurus, terus di PSSI Kota Semarang sebagai ketua harian. Lalu akhirnya ke PSIS mulai dari psikolog sampai akhirnya menjadi General Manager pada 2013. Kemudian pernah di PSSI di Komite Pemilihan pada 2015.
Terus sampai hari ini saya masih aktif di Unika FC. Lalu memberikan beberapa kali pelatihan psikologi di klub. Beberapa pelatih senior tahu kebutuhan pemain tidak hanya fisik dan teknik tapi juga mental. Salah satu yang sadar misalnya Pak Sartono Anwar. Lalu kami dengan Pak Sartono Anwar bikin kurikulum untuk Sekolah Sepakbola (SSB).
Mengapa kurikulum SSB, tidak lainnya?
Karena seharusnya sepak bola kita dibangun dari sana. Ya fisik, ya teknik, ya mental juga, begitu ya. Kurikulum itu seharusnya dikembangkan oleh PSSI, lalu semua pelatih SSB seharusnya punya bekal itu. Nah, kalau mau membangun sepak bola harusnya dari dasar. Mulai dari fair play di lapangan, menghargai wasit, semua nilai-nilai sportivitas seharusnya dibangun sejak kecil di SSB itu.
Saya contohkan, ya, di kurikulum SSB itu pada aspek mental saya berikan materi game dibagi dua kelompok. Lalu pelatih menjadi wasit. Kemudian dengan sengaja pelatih membuat kesalahan keputusan. Bagaimanakah reaksi anak-anak?
Kalau dia protes keras maka game segera dihentikan dan diberitahu. Apa pun keputusan wasit di lapangan, kamu harus hormati, seburuk apa pun. Nah jika sering dilatih begitu, akhirnya dia terbiasa.
Ketika ada pelanggaran misalnya, bikin pelanggaran tackling dan sebagainya, kamu harus langsung mendekati pemain yang kamu langgar. Kasih salam lalu bantu dibangunkan. Itu yang tidak bisa diajarkan di level senior.