Alas Pati Trending Topik, Benarkah Lokasi Kuburan Massal dan Angker di Pati?
Film Alas Pati ini menjadi film horor pilihan yang diputar untuk menemani momen liburan Natal dan Tahun Baru 2019 oleh Trans7.
TRIBUNJATENG.COM, PATI -- Nama Alas Pati menjadi trending topic setelah menjadi film pilihan di Movivaganza Trans7 tadi malam, Minggu 30 Desember 2018 pukul 22.00 WIB.
Film Alas Pati ini menjadi film horor pilihan yang diputar untuk menemani momen liburan Natal dan Tahun Baru 2019 oleh Trans7.
Ada pun sinopsis Film Alas Pati: Hutan Mati sebagai berikut :
Lima vloggers yang menyukai vlogging memutuskan untuk mencari tempat angker di sebuah desa.
Raya (Nikita Willy), Vega (Stefhanie Zamora), Jesi (Naomi Paulinda), Rendy (Roy Sukngkono), dan Dito (Jeff Smith) bersama-sama menuju ke daerah tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah viewer vlog mereka.
Mereka pun nekat pergi ke Alas Pati atau hutan mati.
Alas Pati adalah tempat dimana terdapat beberapa mayat terbujur kaku dan sudah mengering di atas tumpukan bambu.
Kelima vloggers itu kemudian membuat vlog mereka di sana dan bertingkah seenaknya.
Setelah perjalanan mereka di Alas Pati, mereka terus menerus mendapatkan teror misterius.
Satu persatu dari mereka pun tewas mengenaskan.

Pemeran film Alas Pati: Hutan Mati
Nikita Willy Sebagai Raya
Jeff Smith Sebagai Dito
Stefhanie Zamora Husen Sebagai Vega
Roy Sungkono Sebagai Rendy
Naomi Paulinda Sebagai Jessy
Maura Inry Gabrielle
Dimana letak Alas Pati dan lokasi Alas Pati?
Entahlah lokasi sebenarnya dimana, atau hanya rekaan untuk keperluaan film semata.
Namun ada lokasi yang disebut-sebut Alas Pati yang terletak di tengah hutan di kawasan Perhutani Regaloh, Kecamatan Tlogowungu Pati.
Tapi entahlah sama atau tidak yang dimaksud pembuat film ini.
Tribun Jateng pun pernah menulis tahun 2016 dan saat ke lokasi ditunjukkan cekungan tanah yang diduga menjadi kuburan massal tragedi 1965 lalu oleh mandor Perhutani setempat.
Untuk menuju ke lokasi, harus melewati jalan hutan selebar 1,5 meter.
Jalan becek dan berbatu ada di sepanjang jalan.
Kanan kiri berupa semak dan ilalang.
Hutan yang didominasi pohon jati tersebut dikelola Perhutani KPH Pati.
Sebagian besar pohon jati meranggas.
Hutan tersebut juga terkenal disebut Hutan Pekainan (PKI).
Karena diduga menjadi tempat pembantaian warga yang dituduh pengikut dan simpatisan PKI.
Tidak jauh dari jembatan kayu kecil yang dinamai Jembatan Genderuwo, ada tiga cekungan yang letaknya berdekatan satu sama lain.
"Ada tiga cekungan di hutan ini yang diduga menjadi lubang kuburan massal.
Namun ada satu cekungan yang agak dalam dibandingkan yang lain.
Diduga lubang tersebut belum digunakan sebagai kuburan," kata pegawai Perhutani KPH Pati, Sutriman, Rabu (11/5/2016).
Sutriman yang bermukim tidak jauh dari kawasan hutan tersebut juga pernah mempunyai pengalaman terkait cerita tragedi 1965 silam.
Ayah Sutriman, Patmo Paijan pernah disuruh menggali lubang di hutan itu.
"Saat kejadian saya masih kecil. Namun, ayah saya pernah ikut menggali lubang di hutan ini sedalam tujuh meter.
Saat itu, ia diminta perangkat desa setempat. Namun, tidak dikasih tahu untuk apa lubang tersebut," terang Sutriman.
Adanya kuburan korban 1965 di hutan tersebut, kata dia, sudah dikenal warga sekitar hutan sejak dulu.
Namun, kebenaran pastinya belum diketahui.
Menurutnya, sejak kecil dia dilarang orangtuanya untuk bermain di kawasan tersebut karena juga dikenal angker.
Warga yang melintas di kawasan tersebut untuk mencari kayu di tengah hutan pernah melihat tubuh tanpa kepala tergeletak di sekitar cekungan tersebut.
"Tidak hanya warga, Kepala KPH Pati, Dadang saat meninjau lokasi pada petang hari pernah melihat hal serupa," imbuhnya.
Kendati begitu, tidak ada tanda khusus yang menunjukkan tempat itu sebagai kuburan.
Warga setempat hanya mengenal lokasi itu dengan bekas kubangan yang diduga digunakan untuk membunuh korban 1965.
Dua prajurit TNI dari Kodim 0718/Pati disebut mendatangi tempat yang diduga kuburan massal korban 1965 di kawasan Hutan Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Pati.
"Tadi pagi, ada anggota Kodim yang datang ke sini. Saya sempat tanya, untuk kepentingan apa kok baru sekarang mendatangi kuburan yang diduga tempat pembunuhan korban 1965.
Mereka hanya menjawab menjalankan tugas," ungkap Sutriman.
Di hutan tersebut diduga ada tiga lubang yang dijadikan tempat pembantaian orang yang dituduh pengikut atau simpatisan PKI.
"Segala kejadian yang ada di wilayah teritorial kami, artinya harus kami cek atau diperiksa.
Namun, tempat tersebut belum tentu kebenarannya menjadi kuburan massal," kata Komandan Kodim 0718 Pati saat itu, Letnan Kolonel Infanteri Andre Amijaya Kusuma.
Ketika ditanya apakah ada instruksi dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Panjaitan untuk mengecek lokasi, ia mengatakan belum ada instruksi.
Ia hanya menjalani tugas yang semestinya dijalankan institusinya.
Beberapa waktu lalu, Menkopolhukam mengatakan kepada sejumlah media di Jakarta akan mengirimkan tim ke beberapa tempat di Pati dan Wonosobo untuk menyelidiki dan memverifikasi terkait kuburan massal.
Luhut menerima laporan dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKPK 65) mengenai adanya kuburan massal di beberapa wilayah di Indonesia.
Terkait tim dari Kemenkopolhukam, Andre mengatakan belum ada komunikasi atau jadwal kedatangan tim ke Pati.
"Kami tunggu saja nanti," ucapnya.
Sebelumnya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menolak permintaan Luhut Pandjaitan mengenai informasi lokasi kuburan massal tragedi 1965.
Wakil Koordinator Kontras, Puri Kencana Putri, mengatakan permintaan itu dilayangkan Luhut pekan lalu, setelah Simposium 1965 berakhir pada 19 April 2016.
“Pemerintah sudah minta data, tapi kita kan nggak bisa kasih, harus ada alas hukumnya. Kemudian harus dijelaskan kepada publik bahwa landasan hukumnya Keputusan Presiden, sebagai contoh, atau Peraturan Presiden,” kata Puri kepada BBC Indonesia.
Perihal landasan hukum menjadi penting karena, menurut Puri, informasi itu menyangkut kepentingan orang banyak.
“Jika kuburan massal kemudian digali tanpa landasan hukum, itu potensial dirusak oleh mereka yang tidak suka dengan upaya pengungkapan kebenaran,” kata Puri.
Kontras, tambah Puri, memiliki data mengenai kuburan massal orang-orang yang dieksekusi pada 1965-1966.
Setidaknya ada 16 lokasi yang tersebar di berbagai daerah, termasuk di Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatra. (*)