Bahas Kasus EKTP Setnov, Arsul Sani dan Tim Prabowo Debat Sengit, Penonton Riuh
Debat sengit Arsul Sani dan Ferry Mursyidan Baldan saat membahas kasus EKTP yang dilakukan oleh Mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Anggota Tim Kampanye Nasional ( TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arsul Sani berdebat dengan Anggota Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferry Mursyidan Baldan saat membahas kasus EKTP yang dilakukan oleh Mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
Debat tersebut berlangsung di acara Mata Najwa bertajuk "Jelang Ronde Pertama" yang tayang live di Trans7, Rabu (9/1/2019) malam.
Di awal video tersebut, keduanya memberikan pemaparan terkait janji terobosan di bidang hukum.
Najwa Shihab memberikan waktu 90 detik bagi masing-masing timses untuk memaparkan terobosannya itu.
Tim Jokowi diwakili oleh Arsjul Sani sementara tim Prabowo diwakili oleh Ferry Mursyidan Baldan.
Setelah itu, mereka dipersilakan untuk duduk dan mulai berdebat dengan menanggapi pertanyaan dari pemilik acara, Najwa Shihab.
Arsul Sani yang pertama diminta Najwa untuk memaparkan terobosan Jokowi di bidang hukum sesuai dengan orasi Arsul sani.
Arsul Sani lantas membahas soal sejumlah keberhasilan calon presiden petahana Joko Widodo ( Jokowi) selama empat tahun masa pemerintahan.
• Karni Ilyas Terkejut, Rocky Gerung Kritik Keras Acara ILC hingga Penonton Terdiam
• Soal Debat Pilpres, Rocky Gerung Sindir KPU, Fahri Hamzah Tampak Terpana
• Komisioner KPU Tunjuk Wajah Rocky Gerung Usai Gagal Jawab Pertanyaan
"Kita sudah melihat dalam empat tahun pemerintahan Pak Jokowi, ada beberapa terobosan. Pertama terkait pembersihan aparatur pemerintahan dengan pembentukan penegak hukum, tim cyber pungli," ujarnya.
Arsul Sani juga memberikan contoh keberhasilan lainnya.
"Kedua, yang paling penting dalam proses hukum tidak boleh ada intervensi. Dan pemerintahan pak Jokowi sudah membuktikan."
"Kita sama-sama sudah tahu, misalnya dalam kasus Tipikor E-KTP. Yang kena adalah Ketua DPR (Setya Novanto) sekaligus dari partai pendukung pak Jokowi. Tapi presiden tidak melakukan intervensi," papar Arsul Sani.
Setelah itu, Najwa Shihab memberikan pertanyaan kepada Ferry Mursyidan Baldan untuk menjelaskan agenda kongkret pembersihan lembaga penegakan hukum.
Ferry Mursyidan Baldan pembersihan lembaga penegakan hukum dimulai dari rancangan undag-undang hukum acara pidana.
Ferry Mursyidan Baldan menyebut regulasi tersebut saling tumpang tindih.
"Persoalan kepastian dan penegakan hukum adalah persoalan keteladanan dan ketaatan yang dimulai dari penyelenggara hukum negara.
"Tadi disampaikan, dari presiden tidak intervensi, harusnya presiden itu bisa mencegah. Bukan masalah intervensi orang yang sudah terkena masalah hukum," kata Ferry.
"Pertanyaannya mengapa aparatur justru menjadi contoh pelaku pelanggaran? Maka saya katakan bahwa proses reformasi hukum adalah soal rasa keadilan dan itu menyangkut mindset kita," paparnya kemudian.
Ferry menuturkan, ketika kandidat capres-cawapresnya nanti memiliki amanat untuk memimpin negara, maka pihaknya akan melakukan proses penanaman adanya proses keadilan dari seluruh penegak hukum.
Sedikit menanggapi, Najwa pun memberikan sentilan.
"Apa sekarang belum ada yang seperti itu?" kata Najwa.
"Sekarang ada, sedikit bener," ucap Ferry.
Arsul Sani pun langsung memotong pembicaraan.
"Saya kira sedikit itu karena malu mengakui ada banyak," ucapnya yang kemudian disambut tawa oleh Anggota TKN lainnya yang juga hadir di acara itu.
"Jadi saya katakan, kalau misal presiden itu harusnya mencegah, pada kasus e-ktp, itu terjadi pada jaman pemimpinnya sebelum pak Jokowi (Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY)."
"Bagaimana pak Jokowi bisa mencegah? Anda ini bicara pada presiden saat itu yang saat ini berada di kubu Anda," ujar Arsul Sani.
Merasa tak terima, Ferry lantas meminta agar TKN tak melempar kesalahan pada pemimpin terdahulu.
"Janganlah melempar, hari ini kondisi 4 tahun ya 4 tahun, jangan melempar ke belakang, kalau ada kegagalan. Pemimpin harus mampu ambil resiko. Harus memiliki keberanian untuk mengambil resiko 'Hari ini saya pemimpin."
• Gempa Bumi 5,2 SR Guncang Sumba Tengah, Belum Ada Laporan Dampak Kerusakan
• Jadwal Pemadaman Listik PLN Area Semarang Hari Ini 10 Januari 2019
• Namanya Disebut Fahri Hamzah, Fadjroel Rahman Mendadak Angkat Dua Jempol di ILC
"Persoalan negara siapapun pemimpin sebelumnya, hari ini harus saya emban'. Itu yang namanya presiden.
Bukan memilah-milah," tegasnya yang kemudian disambut riuh tepuk tangan penonton di studio.
Ferry berpendapat, saat ini ada inkonsistensi pada regulasi hukum.
"Misalnya saja bagaimana kontrol terhadap perda-perda itu menjadi sesuatu yang carut marut. Karena ketiadaan penegakan hukum dan ketiadaan visi yang kuat tentang tegaknya hukum di negeri ini," paparnya.
lantas, Arul Sani menyahut dan memaparkan pendapatnya.
"Anda bisa mengatakan bagaimana kontrol itu menjadi carut marut? Kalau kita lihat penataan regulasi dan deregulasi yang dilakukan oleh pemerintahan ini," ungkap Arsul Sani.
Ia lantas memaparkan, saat ini pemerintah telah memangkas 1472 dari 2407 peraturan setingkat menteri yang membuat peringkat ease of doing business Indonesia naik.
"Pada 2014 saat tahunnya pak SBY, berada di peringkat 120. Di tahun 2018 ini ada di 78. Naik 42 peringkat," ungkapnya.
Penonton yang berada di studio lantas bertepuk tangan.
Kemudian, Najwa Shihba melempar kesempatan untuk pembicara yang lain memberikan tanggapan.
Lantas, Nasir Jamil dari tim Prabowo mengambil kesempatan berbicara.
"Sebenarnya kalau kita lihat penegakan hukum, cerminnya adalah index penegakan hukum, pada tahun 2017 nilainya cukup, kalau cukup itu berarti berapa, bisa dikatakan meningkat tapi tidak signifikan," ujar Nasir Jamil.
Apalagi kalau kita melihat pendekatan hukum, cenderung ada kriminalisasi, ketika masyarakat memperjuangkan hak-haknya justru ada kriminalisasi, mislanya kebebasan beragama, kebebasan berkeyakinan, kebebasan bereskpresi, justru itu dihukum, ini persoalan menurut saya," ungkap Nasir Jamil.
Arsul Sani lantas memberi bantahan.
"Tadi kita berbicara index, saya ingin menbgutip hasil survei litbang kompas, kepuasan publik terhadap institusi kepolisian sebagai penegak hukum, pada tahun 2016 belum capai 60, sementara di pemerintahan Jokowi 2016 63,2 persen, lalu 2017 70, 2 persen, kemudian, 2018, 82,9 persen, anda minta index, saya kasih index," ujar Arsul.
Tampak Nasir Jamil menggeram dan tertawa mendengar pendapat Arsul Sani.
"Tapi survei itu tidak mencerminkan keseluruhan, tidak mencerminkan apa yang ada dilapangan, apalagi survei itu tidak indepen, saya ingin katakan di lapangan tidak seperti yang bang Arsul katakan," ujar Nasir Jamil.
Lantas, Arusl sani membantah.
"kalau untuk satu atau dua kasus emang iya," ujar Arsul.
Lantas, Nasir Jamil tampak tak terima.
"Kok satu dua kasus, ini beberapa kasus," ujar Nasir Jamil.
Najwa Shihab tampak melerai keduanya.
(TribunJateng.com/Woro Seto)