Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

TERBARU: Diduga terlibat Pembobolan ATM, Bank Jateng Akan Balik Laporkan Nasabahnya ke Polisi

Kasus pembekuan uang nasabah Bank Jateng asal Kayen Pati Muhammad Ridwan dengan istrinya Nanik Supriyati memasuki babak baru.

Tribun Jateng/Hermawan Handaka
ILUSTRASI 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kasus pembekuan uang  nasabah Bank Jateng asal Kayen Pati Muhammad Ridwan dengan istrinya Nanik Supriyati memasuki babak baru.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ridwan menggugat Bank Jateng karena saldo di rekening miliknya mendadak hilang dan tak bisa diambil. Kasus gugatan itu sudah bergulir di persidangan Pengadilan Negeri Semarang.

Sebelumnya Direksi Bank Jateng belum bersedia memberikan keterangan terkait kasus ini, barulah dalam jumpa pers, Kamis (28/3), jajaran Direksi Bank Jateng membuka secara gamblang kasus tersebut.

Direksi Bank Jateng berencana akan mempidanakan nasabahnya Muhammad Ridwan atas dugaan pembobolan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dilakukan di Pati.

Direktur Kepatuhan dan Managemen Resiko Bank Jateng, Ony Suharsono mengatakan, Muhammad Ridwan menjadi nasabah bank Jateng sejak tahun 2018, dan istrinya tahun 2017.

Pembekuan dana milik nasabah tersebut berawal dari adanya gagalnya transaksi.

"Muhammad Ridwan memiliki rekening dan kartu ATM BCA. Dia mendatangi mesin ATM milik Bank Jateng yang ada di Kayen. Dia menggunakan kartu ATM BCA melakukan transfer dari rekening Ridwan di BCA ke rekening Bank Jateng miliknya," ujar dia saat Jumpa pers di kantor pusat Bank Jateng, Jalan Pemuda Semarang, Kamis.

Transaksi yang dilakukan nasabahnya tersebut melalui mesin ATM yakni mentransfer uang sebesar Rp 5 Juta dari rekening BCA ke rekening Bank Jateng.

Namun saat dilakukan transaksi ada kekeliruan perintah transfer dana.

"Kekeliruan tersebut, uang Ridwan yang ada di BCA tidak berkurang, dan saldonya yang ada di Bank Jateng bertambah," jelasnya.

Dikatakannya bukti tidak berkurangnya saldo milik Ridwan yakni pernyataan tertulis dari BCA. Oleh sebab itu apa yang dilakukan nasabahnya terindikasi adanya unsur tindak pidana.

"Uang yang dimiliki Ridwan di Bank Jateng bukan berasal dari rekening Ridwan yang ada di BCA. Sehingga tambahan saldo di rekening Ridwan di Bank Jateng bukan berasal dari sumber yang sah," paparnya.

Gagalnya sistem tersebut, dimanfaatkan Ridwan untuk mentransfer uang dari rekeningnya di BCA ke Bank Jateng secara terus-menerus hingga mencapai Rp 100 juta. Uang yang didapat Ridwan dianggap tidak sah.

"Pada tanggal 25 Oktober 2018 dilakukan pendebitan saldo Ridwan di rekening Bank Jateng," kata dia.

Menurutnya, alasan pendebitan karena mengetahui adanya kekeliruan perintah transfer dana. Selain itu bank juga diberikan kelonggaran saat itu juga untuk melakukan pendebitan secara langsung.

"Pendebitan itu belum mencakup seluruh transaksi yang dilakukan bersangkutan," jelas dia.

Saldo milik Ridwan yang terkumpul di Bank Jateng tersebut mencapai Rp 5,4 Miliar. Saldo itu terkumpul bukan dari transaksi yang di ada rekening BCA.

"Penambahan itu dari rekening milik bank Jateng yang ada di BCA. Jadi saat penambahan Rp 5 juta di saldo Ridwan itu berasal dari uang Bank Jateng yang ada di BCA,"ujar dia.

Ony menuturkan Ridwan mendatangi bank Jateng setelah mengetahui saldo miliknya terdebit. Ridwan menanyakan hal tersebut ke petugas Bank Jateng yang ada di kantor cabang pembantu Kayen.

"Petugas mengatakan uang milik bapak terindikasi tidak dari rekening BCA. Ini ada unsur tindak pidana," imbuhnya.

Lanjutnya setelah mengetahui hal tersebut Ridwan beritikat baik mengembalikan uang yang telah diknimatinya.

Ridwan mentransfer uang dari rekening BNI-nya sebanyak Rp 500 juta, dan menyetorkan uang secara tunai ke kantor cabang pembantu Bank Jateng Kayen sebanyak Rp 500 juta.

"Dari Rp 5,4 miliar uang yang tersisa Rp 3,8 miliar. Jadi ada sekitar Rp 1,6 miliar sudah dinikmati. Rp 1,6 miliar itu dia beritikad baik untuk melakukan pengembalian dengan cara menyerahkan uang Rp 500 juta sebanyak dua kali," jelasnya.

Adanya modus pembobolan yang dilakukan Ridwan, pihaknya akan melakukan gugatan balik, dan melaporkan tindak pidana tersebut ke Polda Jateng.

"Kami akan melaporkan paling lambat besok," tutur dia. Pihaknya tidak langsung melaporkan hal tersebut karena adanya gugatan perdata dari Ridwan. Bank Jateng mencoba melakukan mediasi pada gugatan perdata.

"Kami berharap mediasi berjalan baik. Mediasi selesai kapan yang bersangkutan akan mengembalikan. Kami juga menjaga kepercayaan dari masyarakat," bebernya.

Selain Ridwan, lanjutnya, masih ada gugatan serupa di antaranya Pekalongan, Jepara dan Demak. Setelah dilakukan identifikasi para penggugat tersebut hanya dimanfaatkan oleh Ridwan.

"Jadi Ridwan punya kenalan di tempat lain suruh buka rekening di bank lain. Pihak-pihak yang di tempat lain itu tidak tahu menahu terhadap transaksi yang ada. Verifikasi jawaban sama semua. Hal itu kami serah ke pengacara Arwani," tuturnya.

Ia menuturkan para penggugat tersebut merupakan satu bagian yang ingin memanfaatkan kekeliruan perintah transfer.

"Kenapa itu terjadi, karena kami punya 200 atm. ATM yang salah hanya ada 4 ATM di Pati, yang dipakai Ridwan. Kami akan identifikasi lebih lanjut ada kekeliruan perintah transfer," tukasnya.

 Transaksi gagal

Kasus pembobolan tersebut diperkuat adanya dua orang saksi ahli yang dihadirkan sidang gugatan di Pengadilan Negeri Semarang.

Dua orang saksi yang dihadirkan rekanan Bank Jateng adalah kepala operasional PT Rintis Sejahtera bagian switching proses transaksi Tjok Riyanto Fudjianto, dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Edward Oemar Sharif.

Kepala operasional PT Rintis Sejahtera bagian switching proses transaksi Tjok Riyanto Fudjianto menyatakan ada kegagalan transaksi yang dilakukan Ridwan. Dirinya menyebut tidak ada pendebitan saldo di rekening bank milik Ridwan saat mentransfer uang ke rekening Bank Jateng milik penggugat.

"Karena ini gagal di BCA. Tidak terdebit, dan Bank Jateng tidak terkredit. Jadi sinkron semua," jelasnya di hadapan majelis hakim.

Menurutnya, dari data yang dimilikinya tidak ada transaksi yang dilakukan oleh Ridwan. Tidak ada uang yang dikirim dari rekening penggugat ke rekening yang dituju.

"Karena transaksi gagal kami tidak mendebet BCA, dan tidak mengkredit Bank Jateng," paparnya.

Sementara itu, saksi ahli dari Universitas Gajah Mada Prof Edward Oemar Sharif menyatakan pada UU Nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana dijelaskan setiap orang engan sengaja menguasai dan mengakui dana transfer yang diketahui atau patut diduga bukan haknya, akan diancam pidana.

Dirinya mencontohkan, ketika seseorang atau nasabah menerima sejumlah transfer dana, maka nasabah yang bersangkutan harus membuktikan dana tersebut miliknya.

"Masuknya dana transferan tersebut dikarenakan kesalahan sistem, maka tidak kemudian menjadikan dana tersebut menjadi hak nasabah," jelasnya.

Menurut Edward, pembuktian dilakukan dari nasabah yang bersangkutan bukan dari pihak bank. Oleh sebab itu keterangan yang ada di Undang-unang disebutkan frasa patut diduga.

"Sepanjang nasabah tidak bisa membuktikan, maka itu bukan haknya. Kesalahan sistem baik perbankan tidak menjadikan seseorang itu memiliki hak atas dana tersebut," paparnya. (rtp)

Karyono Pria Banyumas Hilang 12 Tahun Muncul di Telaga Ranjeng, Keluarga Duga Dibawa ke Dunia Lain

Karni Ilyas Tak Terima ILC Disebut Opisisi, Rocky Gerung: Ini Tempat Saya Ngibul

ABG 185 Kali Lakukan Pemesanan Makanan Fiktif ke Ojol, Ketahuan, Rumahnya Didatangi Ramai-ramai

Viral Murid Sawer Bu Guru di Dalam Kelas, Ternyata Siswa SMP di Cilincing, Begini Kronologinya

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved