Malam Lailatul Qadar Jatuh pada tanggal? Ini Tanda-tanda dan Doa lalilatul Qodar
Malam Lailatul Qadar Jatuh Tanggal Berapa? Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar (bahasa Arab: لَيْلَةِ الْقَدْرِ, malam ketetapan) adalah satu malam
Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik:
Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat.
3. Sempit
Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan
dalam surat Al-Qadr:
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit digunakan Al-Quran antara 1ain dalam surat A1-Ra'd (13): 26:
Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).
Ketiga arti tersebut pada hakikatnya dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
Namun demikian, sebelum kita melanjutkan bahasan tentang Laitatul Qadar, maka terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan tentang kehadirannya adakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas
abad yang lalu?
Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Lailat Al-Qadar.
Akan tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.
Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran.
Pakar hadis Ibnu Hajar menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda bahwa malam qadar sudah tidak akan datang lagi.
Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada teks ayat Al Quran, serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan.
Bahkan Rasululllah SAW menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu, secara khusus pada malam-malam ganjil setelah berlalu dua puluh Ramadhan.
Memang turunnya Al Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Lailat Al-Qadar atau Lailatul Qadar, tetapi itu bukan berarti bahwa ketika itu saja malam mulia itu hadir.
Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
Pendapat di atas dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) oleh ayat 4 surat Al-Qadr yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang.
Nah, apakah bila Lailatul Qadar hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu?
Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian.
Namun dugaan itu menurut hemat penulis keliru, karena hal itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak.
Di sisi lain berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik-material, sedangkan riwayat-riwayat demikian, tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu pun takkan ditemui oleh orang-orang yang
tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya.
Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu.
Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat Al-Qadar tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang
tertentu saja.
Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun
setiap orang di sana mendambakannya.
Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya?
Demikian juga dengan Lailatul Qadar.
Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama 20 hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat
kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya Rasul SAW menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailat Al-Qadar datang menemui seseorang, ketika itu, malam
kehadirannya menjadi saat qadar dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang.
Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbitnya fajar
kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian.
(Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadar yang dikemukakan di atas!).
Syaikh Muhammad 'Abduh, menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. 'Abduh memberi ilustrasi berikut:
Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, baik dan buruk.
Manusia sering merasakan pertarungan antar keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu
mencegah, sampai akhirnya sidang memutuskan sesuatu.
Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedang yang membisikkan keburukan adalah setan atau paling tidak, kata
'Abduh, penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan.
Turunnya malaikat pada malam Lailatul Al-Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, menjadikan yang bersangkutan akan selalu disertai oleh malaikat.
Sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan, dan dia sendiri akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tak terbatas sampai fajar malam Lailat Al-Qadar, tapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.
Di atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil mengamalkan i'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa.
Masjid adalah tempat suci. Segala aktivitas kebajikan bermula di masjid.
Di masjid pula seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya, serta dapat menghindar dari hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengkayaan iman.
Itu sebabnya ketika melaksanakan i'tikaf, dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan
bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan takwa.
Malam Qadar yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Ar-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia.
Karena itu pula beliau mengajarkan kepada umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailat Al-Qadar itu, antara lain adalah melakukan i'tikaf.
Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, walau sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun Nabi SAW selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa.
Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah:
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami
dan siksa neraka (QS Al-Baqarah [2]: 201).
Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha.
Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.
Adapun menyangkut tanda alamiah, maka Al-Quran tidak menyinggungnya.
Ada beberapa hadis mengingatkan hal tersebut, tetapi hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar
hadis yang dikenal melakukan penyaringan yang cukup ketat terhadap hadis Nabi SAW.
Muslim, Abu Daud, dan Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka'ab, sebagai berikut:
Tanda kehadiran Lailatul Qadar adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan:
Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula
panas ...
Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan karena itu kita dapat berkata bahwa tanda yang paling jelas tentang
kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan.
Semoga malam mulia itu berkenan mampir menemui kita.
Doa dan Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar, Kapan Turun?
Betapa beruntung bagi siapa saja yang bisa mendapatkan Lailatul Qadar, pahalanya berlipat-lipat.
Baca Doa malam Lailatul Qadar untuk memohon ampunan Allah SWT saat 10 hari terakhir Ramadhan 1440 H yang akan terhitung mulai, Sabtu (25/5/2019) petang.
Lailatul Qadar menjadi malam yang tepat untuk memohon ampunan kepada Allah SWT saat 10 hari terakhir Ramadhan 1440 H.
Datangnya malam Lailatul Qadar Ramadhan 1440 H menjadi malam yang paling dinantikan karena penuh keistimewaan dari Allah SWT, satu di antaranya pada malam itu lebih baik daripada 1.000 bulan.
Tidak ada yang tahu kapan tepatnya malam Lailatul Qadar akan tiba, tapi Lailatul Qadar akan tiba pada 10 malam terakhir Ramadhan terutama pada malam ganjil.
Allah SWT menunjukkan tanda-tanda datangnya malam Lailatul Qadar pada umatnya yang beruntung bisa mendapatkan keistimewaan malamtersebut.
Jika mendapatkan tanda-tanda malam Lailatul Qadar, berikut Doa malam Lailatul Qadar yang hendaknya dipanjatkan.
"Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni."
Terjemahannya, "Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku."
Doa tersebut berdasarkan riwayat hadits Ibnu Majah.
Dalam riwayat Imam Syafi'i doa yang juga sering dipanjatkan Nabi Muhammad di malam 10 hari terakhir bulan Ramadan adalah:
"Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannar."
Terjemahannya, "Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka."
Ada beberapa tanda yang bisa menunjukkan jika malam Lailatul Qadar tiba dan menghampiri seorang hamba.
Apa saja?
1. Malam tampak cerah dan tenang.
Selain pagi dan siang yang terang, tanda adanya malam Lailatur Qadar juga ditunjukkan pada malam yang cerah dan terang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ, لاَ بَرْدَ فِيْهَا وَلاَ حَرَّ, وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيْهَا حَتَّى تُصْبِحَ, وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً, لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ, وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ.
“…Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR Ahmad)
2. Matahari di pagi tampak lebih cerah dan tidak terlalu terasa panas.
Matahari yang terbit di pagi harinya biasanya terasa tidak terlalu panas.
Biasanya akan memancarkan warna putih ke segala penjuru.
Hal ini seperti hadits berikut ini.
Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا
“..Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR Muslim nomor 762)
3. Udara dan angin di malam itu pun tenang.
Salah satu tanda malam Lailatul Qadar adalah udara atau angin di malam tersebut menjadi tenang.
Udara juga tidak terlalu dingin atau pun terlalu panas.
Seperti yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin,..” (HR Ibnu Huzaimah)
4. Tafsir mimpi.
Selain tanda-tanda di atas, seorang mukmin akan diperlihatkan Lailatul Qadar melalui mimpi selama 7 hari terakhir bulan Ramadhan.
Hal ini seperti saba Rasulullah SAW berikut ini.
“Aku tahu bahwa kalian melihat lailatul qadar pada tujuh hari terakhir Ramadhan. Siapa yang sungguh-sungguh dalam mencarinya, maka carilah di tujuh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR Bukhari-Muslim)
5. Ibadah terasa lebih tenang
Ketika melakukan ibadah di malam tersebut, seorang muslim akan merasa lebih diliputi ketenangan.
Hal ini dikarenakan, pada malam tersebut, malaikat akan turun ke bumi bersamaan dengan banyaknya berkah dan rahmat yang juga dilimpahkan ke bumi.
Allah Ta’ala berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril,” (QS. Al-Qadar: 4)
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya berkah yang ada pada malamtersebut. Dan Malaikat akan turun bersamaan dengan turunnya berkah dan rahmat sebagaimana turunnya mereka di tengah-tengah orang yang membaca al-Qur’an serta mengelilingi majlis-majlis zikir.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/445)
Meski tanda-tanda tersebut tidak bisa menjadi patokan bagi setiap manusia, tapi Allah memperlihatkannya secara langsung bagi mereka yang bersungguh-sungguh.
Untuk itu, setiap muslim yang taat dianjurkan untuk mencari tanda-tanda tersebut.
Terutama dilakukan ketika 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.
Terkadang seseorang baru merasakan kehadiran tanda-tanda Lailatul Qadar ketika malam tersebut telah berlalu.
Agar tidak menyesal kemudian hari, perbanyak ibadah untuk bisa mendapatkan keistimewaan malam Lailatul Qadar yangtidak bisa didapatkan oleh setiap manusia.
Hanya mereka yang beruntung dan dikehendaki Allah SWT untuk mampu menyecap nikmatnya malam Lailatul Qadar.
Cara Mendapatkan Malam Lailatul Qadar
Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan tentang malam Lailatul Qadar yang sangat masyhur dan mulia.
Pada malam Lailatul Qadar, umat Muslim melakukan itikaf di masjid pada 10 malam terakhir.
Apakah cukup di masjid sepanjang waktu, apa saja yang dikerjakan di sana?
"Laitul Qadr poinnya lebih baik dari 1000 bulan atau sama dengan 83 tahun + 4 bulan. Kita harus minta, niat kepada Allah SWT dan diberikan," katanya.
Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan, keutamaan malam Lailatul Qadar memang sangat istimewa.
Malam Lailatul Qadar selalu menjadi misteri, bukan sebagaimana diungkap sebagian kalangan bahwa malam itu adalah hari ke 17 Ramadan, melainkan diturunkannya adalah Lailatul Qadar, malam yang mulia.
Karena itu, umat Islam berbondong-bondong di 10 hari Ramadan melaksanakan itikaf.
"Sedekah Rp 10.000 di saat Lailatul Qadar, maka pahalanya sama dengan Rp 10.000 diulang 1.000 bulan. Mengucapkan subhanallah berulang-ulang selama 1.000 bulan. Tujuan utama itikaf adalah mengejar Lailatul Qadar, yang juga menjadi penentuan keputusan satu tahun ke depan," kata Ustadz Khalid Basalamah.
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, Al Quran diputuskan pada malam Lailatul Qadar.
"Allahu Alam umur kita sampai itu atau tidak, apa saja yang dikerjakan adalah lebih baik dari 1.000 bulan. Saat itikaf, yang dilakukan adalah mendirikan salat di malam Lailatul Qodar diampuni dosanya yang lalu, dibersihkan semuanya. Lailatul Qadar berputar di malam-malam ganjil," katanya.
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, malam ganjil tersebut adalah malam 21, 23, 25, 27, 29.
"Karena itu, kejarlah di malam-malam ganjil, sering terjadi di malam 27. Nabi Muhammad SAW mengikat lebih kencang pakaiannya untuk itikaf di 10 malam terakhir Ramadan Bukan hanya mengikat diri di hari ganjil karena untuk menilai malam ganjil atau tidak, bisa saja berputar di malamganjil berkelanjutan. Bukan mustahil, Lailatul Qodar masih berentetan, tatkala di Indonesia malam genap, di Arab Saudi malam ganjil, begitu sebaliknya," ujar Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan.
Dijelaskan mengapa Indonesia sering terlambat puasa dan Lebaran, menurut Ustadz Khalid Basalamah, bukan hanya pada bulan Hijriah, tapi pada malam-malam lain, bulan bisa juga tidak terlihat.
"Kalau bulan tertutup, maka puasa digenapkan 30 hari, Ramadan 29 atau 30, ada yang puasa 28 atau 31 hari itu yang ditolak, sering terjadi karena lokasi."
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, cara untuk mendapatkan Lailatul Qadar itu dilakukan bukan hanya di malam-malam ganjil.
"Jangan pilih malam ganjil saja, tiba 10 terakhir Ramadan, Nabi Muhammad SAW selalu mengikat lebih kuat bajunya."
"Maknanya, banyak melaksanakan ibadah di masjid di 10 malam terakhir bulan Ramadan."
"Itikaf di antaranya selalu membiasakan diri shalat 5 waktu on time, diriwayatkan Bukhari Muslim, yang menjelaskan tentang perbuatan yang paling dicintai Allah SWT."
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, Allah mencintai shalat pada waktunya, 40 hari dilakukan, maka selamat dari dosa kemunafikan.
"Tidak pernah ingkar janji, tidak pernah berbohong, tidak pernah ingkar amanah."
"Ada kisah, seorang anak muda dari gayanya orang awam."
"Dia melamar anak seorang ulama untuk dijadikan istrinya."
Syaratnya, kata Ustadz Khalid Basalamah, pemuda itu harus shalat di masjid itu, 40 hari berturut-turut, tidak pernah terlambat apalagi ketinggalan shalat 5 waktu.
"Dia jadi imam, kalau mau terima lamaran, 40 hari shalat, tidak pernah ketinggalan, setelah 40 hari diterima lamarannya."
"Setelah dikerjakan on time, langsung berubah semua, sifat kemunafikan hilang."
Karena itu, kata Ustadz Khalid Basalamah, kalau mau tes pegawai, tes shalat saja.
"Kalau 40 hari shalat, terima, dipastikan, anak muda itu tidak pernah khianat, tidak pernah ingkari janji, hal tersebut berlaku bagi lelaki dan perempuan."
"Perempuan punya syarat khusus, izin ayah kalau belum menikah, izin suami, boleh dengan suaminya, kecuali suaminya meninggal."
"Waktu Nabi SAW masih hidup, istri Nabi tidak pernah itikaf di masjid."
"Kalau itikaf itu mengikat diri, tidak boleh keluar, kecuali darurat."
"Keluar, balik lagi."
Ada kisah, kata Ustadz Khalid Basalamah, empat ada 2 orang Anshar, waktu itikaf, membuntuti Nabi Muhammad SAW, yang sedang mengantar istrinya pulang.
Istrinya tersebut, Sofia, yang mengantarkan makanan kepada Nabi Muhammad SAW.
"Wahai kaum Anshar, pelan-pelan saja, yang bersama saya, istri saya, Sofia, begitu kata Nabi Muhammad SAW."
Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan, Nabi Muhammad SAW tahu karena selalu saja ada setan mengalir di dalam darah.
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, itikaf itu dimulai pada puasa ke-19, malam ke-20, itikaf.
"Keluarnya, setelah shalat Idul Fitri, shalatnya di sana juga, maka cari masjid yang dipakai shalat Dhuha, dipakai shalat Ied."
"Saat itikaf, saya kadang bawa rantangan untuk buka puasa, mengaji, duduk, menasehati, bangun, shalat malam, habis shalat subuh, pulang."
"Apalagi masjid besar, orang bebas itikaf, ada waktu yang dilowongkan untuk itu."
"Kalau ada pendapat ulama, yang menyatakan, paling sedikit antara shalat ke shalat."
"Itikaf itu beda dengan orang yang shalat di masjid, targetnya shalat 5 waktu juga di masjid, tidak keluar dari masjid," kata Ustadz Khalid Basalamah.(*)