Abu Nawas Menolak Menjadi Hakim dan Berlagak Gila, Ini Alasannya
Sultan Harun Al Rasyid memerintahkan Abu Nawas menguburkan jenazah ayahnya sesuai adat keluarga Syeikh Maulana.
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: deni setiawan
Syeikh Maulana memanggil Abu Nawas.
Abu Nawas pun mendapati ayahnya sudah lemah dan tidak berdaya.
"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan kiri," permintaan terakhir Syeikh Maulana.
Abu Nawas pun segera menuruti permitaan ayahnya.
Saat mencium, telinga kanan ayahnya berbau harum, sedangkan telinga kirinya berbau busuk.
"Bagamaina anakku? Sudah kau cium?" tanya Syeikh Maulana.
"Aduh Pak, sungguh mengherankan. Telinga bapak yang kanan berbau harum sekali. Tapi yang kiri baunya amat busuk," ungkap Abu Nawas.
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini," pinta Abu Nawas.
Syeikh Maulana pun mulai bercerita.
"Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Seorang dari mereka aku dengarkan keluhannya. Seorang yang lain, karena tidak suka maka tidak kudengarkan.
Inilah risiko menjadi hakim.
"Jika kelak kau suka menjadi hakim, maka kau akan mengalami hal sama. Namun jika kau tidak suka, buatlah alasan yang masuk akal agar Sultan Harun Al Rasyid tidak memilihmu," kata Syeikh Maulana kepada Abu Nawas.
Itulah yang menjadi alasan mengapa Abu Nawas berpura-pura gila.
Demikian alasan Abu Nawas berpura-pura gila agar tidak diangkat menjadi hakim.
Kisah di atas tentu dapat Anda tafsirkan maknanya.
Di setiap tafsiran tentu pula berbeda-beda.
Semoga bermanfaat dan selamat menjalankan aktivitas hari ini. (Fajar Bahruddin Achmad)