Ini Reaksi Mahfud MD Saat Refly Harun Sebut Prabowo-Sandi Punya Harapan Menangkan Sengketa Pilpres
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai kubu BPN Prabowo-Sandi memiliki harapan memenangkan sengketa pilpres 2019.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai kubu BPN Prabowo-Sandi memiliki harapan memenangkan sengketa pilpres 2019.
Hal tersebut disampaikan Refly saat menjadi narasumber di program Kabar Petang TVone YouTube tvOneNews, Senin (17/6/2019).
Refly Harun menilai seharusnya BPN Prabowo-Sandi bisa memutuskan untuk memilih dalil kualitatif atau kuantitatif.
Karena, menurut Refly, akan snagat sulit untuk membuktikan 2 dalil tersebut menginggat waktu yang sangat terbatas.
"Butuh waktu, enggak akan cukup 1 minggu," ungkap Refly, karena itu saya sudah katakan, kubu 02 harus memilih. Dalam time frame yang singkat itu, mana yang mau didalami, dibuktikan," ujarnya.
• Kronologi Video Viral Pria Mengamuk di Indomaret Sekaran Semarang, Berawal Salah Paham VC Vidcall
• Detik-detik Perampok Todongkan Parang Buat Dua Satpam Tak Berdaya, Bawa Kabur Rp 288 Juta
• VIRAL Skandal Video Mesum Guru dan Siswinya, Murid Jadi Pemuas Nafsu Selama Tiga Tahun
• Pemeran Video Mesum Jangan Kasih Nyala Blitz-nya Diketahui Sudah Tinggalkan Bulukumba
Refly menegaskan, jika tim 02 merasa sangat yakin bahwa mereka memiliki data kuantitatif yang menjelaskan dalil mereka soal klaim unggul dalam perolehan suara sebesar 52 persen, maka hal itu harus dijadikan argumen utama.
Meski demikian, Refly mengaku kurang yakin dengan kalim yang dipaparkan oleh tim Prabowo-Sandi.
"Dari awal saya kurang yakin juga. Karena kalau kita bicara tentang government pemilu, saya katakan kecurangan dalam proses penghitungan suara itu sekarang udah agak mulai minim. Karena ada pantauan, ada uploading c1 dan sebagainya," ujar Refly Harun.
Refly lantas membahas gugatan yang diajukan BPN Prabowo-Sandi yakni dalil kualitatif.
"Tapi saya paham, dari aspek kualitatifnya yang dipersoalkan kan tidak hanya dari aspek pencoblosan sampai penghitungan, tapi pra-pencoblosan juga dipermasalahkan. Seperti netralitas, kan itu tidak terkait langsung. Kemudian pengunaan dana APBN, keterlibatan BUMN, diskriminiasi penegakan hukum," ujar Refly.
Refly lantas mengatakan gugatan yang diajukan BPN yakni di tataran area paradigma pemilu yang jurdil.
"Nah hal-hal tersebut bukan yang berada di area pencobolosan dan penghitungan tapi di area paradigma pemilu yang jurdil," ujar Refly.
"Kalau misal hitung-hitungan saja maka mereka cukup membuktikan yang 52 persen itu, yang saya sendiri enggak yakin sesungguhnya."
Refly mengaku tidak yakin dengan klaim kemenangan 52 persen yang dikatakan kubu Prabowo-Sandi.
"Maka saya katakan kadang-kadang kalau the game is over kalau soalnya hitung-hitungan," kata Refly.
Namun, menurutnya, jika Prabowo-Sandi membuktikan dengan menggunakan dalil kualitatif, yaitu menyangkut kecurangan yang TSM, Refly menilai permainan selesai lantaran waktu yang sangat terbatas.
"Saya mengatakan the game is over juga. Waktunya tidak ada, dan kemudian mencari kaitan langsung antara misalnya program pemerintah, antara keterlibatan aparat dengan suara yang dihasilkan, itu saya kira, kita mencari garis yang agak sia-sia, bahkan saya katakan money politics pun juga tidak ada kaitan dengan suara, misalnya saya ngasih uang, belum tentu saya dipolih," ujar Refly Harun.
Meski demikian, Refly menilai kubu 02 sebenarnya masih memiliki harapan untuk memenangkan sengketa.
"Tetapi ada paradigma ketiga yang saya kira tergantung MK," ucap Refly.
Dijelaskannya, jika MK menggunakan paradigma ketiga, yaitu MK berlaku sebagai the guardians of constitution, maka bisa saja MK akan memenangkan tim Prabowo-Sandi di sidang tersebut.
"Kalau sampai paradigma ketiga sebagai the guardians of constitution, MK tidak melihat hitung-hitungan lagi, tapi beyond dari itu," ungkap Refly.
"Yang dia jaga adalah konstitusional atas pemilu, kalau ditemukan kecurangan, pelanggaran yang itu signifikan merusah sendi-sendi pemilu yang jurdil, yang konstitusional, dan kemudian MK ingin maju lebih jauh lagi dan kemudian bisa menghukum mereka yang melakukan pelanggaran yang signifikan tersebut.Saya merasa di situ baru ada harapan, tetapi kalau cuma aspek satu dan dua yang saya sebutkan tadi, maka akan sulit dalam waktu 1 minggu" pungkas Refly Harun.
Mendengar pernyataan Refly Harun, Mahfud MD yang juga menjadi narasumber tampak mengangguk-angguk.
Sebelumnya,Dahnil Anzar Simanjuntak Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menjelaskan alasan angka klaim kemenangan pihaknya berubah.
Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan perubahan itu terjadi lantaran progress pengumpulan data rekapitulasi hasil Pilpres 2019 dari pihaknya belum rampung, dan terus dilakukan perubahan seiring capaian terakhir mereka.
“Seperti dijelaskan Mas Bambang Widjajanto (BW) juga kalau teman ikuti, progresifitas perubahan pasti terjadi seiring pengumpulan data,” ucap Dahnil Anzar Simanjuntak, ditemui di kediaman Sandiaga Uno, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019) malam.
Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan, data yang disampaikan BW dalam persidangan gugatan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), adalah data akhir.
"Mas BW jelaskan setelah sidang selesai, proses ketika MK selesai, semua sudah finalisasi, itu data finalnya,” ujarnya.
Awalnya, kubu Prabowo-Sandi mengklaim menang 62 persen atas Jokowi-Maruf Amin.
Namun, saat gugatan sengketa Pilpres 2019 diajukan ke MK, klaim kemenangan berubah menjadi 52 persen.
Prabowo-Sandi menyebut menang dengan perolehan 68.650.239 suara atau 52 persen melawan Jokowi-Maruf Amin, yang disebut meraih 63.573.169 suara atau 48 persen.
Persentase tersebut berbeda dari versi rekapitulasi KPU yang mereka gugat, yakni Prabowo-Sandi memperoleh 68.650.239 suara (44,50 persen), dan Jokowi-Maruf Amin meraih 85.607.362 suara (55,50 persen).
Sementara, calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menjawab soal klaim kemenangan yang berubah-ubah.
Sandiaga Uno mengatakan, data persentase kemenangan yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki basis dan landasan.
"Semua data yang dikumpulkan oleh tim data, tim IT yang kemarin, terkanalisasi di tim hukum," ucap Sandiaga Uno di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019) malam.
"Jadi silakan dikroscek, klarifikasi dengan tim hukum," sambungnya.
Ia menegaskan, klaim kemenangan Prabowo-Sandi yang disampaikan ke MK mengalami perubahan dari awalnya 62 persen menjadi 52 persen, memiliki basis data.
"Kami tentu semua sampaikan itu ada basisnya," ucapnya.
Sebelumnya, Bambang Widjojanto, Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meminta hakim konstitusi mengabulkan permohonan pasangan nomor urut 02 untuk seluruhnya.
Hal ini karena menurutnya pasangan nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2019 secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
"Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019," katanya, saat membacakan petitum di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Keputusan KPU itu tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
Dan, Berita Acara KPU Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, sepanjang terkait hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Atas kecurangan selama penyelenggaraan pesta demokrasi itu, dia meminta MK menetapkan perolehan suara yang menurutnya benar.
Yakni, Jokowi-Maruf Amin sebesar 63.573.169 (48%), dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%), dengan jumlah total 132.223.408 suara (100,00%)
Selain itu, dia juga meminta membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan Jokowi-Maruf Amin sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Serta, menetapkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019–2024.
"Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode tahun 2019–2024," pinta BW.
"Atau menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif," imbuhnya.
Selain itu, masih pada petitumnya, BW memerintahkan termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Atau, memerintahkan termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Lalu di Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.
"Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU," pinta BW.
"Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang," urainya.
BW juga meminta MK memerintahkan KPU melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya, namun tidak terbatas pada Situng.
"Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ucapnya.
Sebelumnya, BW membacakan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres).
BW membacakan permohonan di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Objek sengketa yang pemohon ajukan untuk dibatalkan adalah Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. (*)
• 5 Berita Populer: Mahfud MD Sebut Kubu 01 Menyerah Tanggapi Kubu 02 hingga Pelecehan di Guci Tegal
• Kisah Nyata: Polisi Ini Tilang KSAD Saat Terobos Lampu Lalu Lintas hingga Kapolda Minta Maaf
• Ini Alasan Syahnaz Sadiqah Tak Mau Tinggal Serumah dengan Raffi Ahmad dan Amy Qanita
• Kecewa Jawaban KPU, Bambang Widjojanto Keluar Ruangan Sidang Sengketa di MK