Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kisi-kisi Sistem Zonasi, Niko Merasa Beruntung dengan Sistem Ini

Oktariska Salas Niko, misalnya. Pelajar 17 tahun ini berpeluang besar diterima di SMAN 3 Semarang meski berbekal nilai UN 17,85.

IST
Ilustrasi Sistem Zonasi 

TRIBUNJATENG.COM -- Calon siswa yang rumahnya dekat sekolah, jadi sasaran tembak kegusaran pihak yang kontra pada sistem zonasi PPDB 2019. Mereka dituding tidak pantas bersekolah di SMA favorit dengan nilai UN rendah.

Oktariska Salas Niko, misalnya. Pelajar 17 tahun ini berpeluang besar diterima di SMAN 3 Semarang meski berbekal nilai UN 17,85.

Hal ini karena rumahnya yang berada di Kampung Pelangi, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan yang hanya berjarak 1,3 km ke SMAN 3. Batas terjauh zonasi sekolah ini 2,4 km.

Kemarin nama Niko masih terdaftar di peringkat ke 63 kuota jalur zonasi SMAN 3 Semarang. Melihat jatah kursi zonasi sebanyak 245, peluang Niko sangat besar untuk diterima.

Kalaupun tergeser, ia masih berpeluang masuk di SMAN 5 Semarang dan SMAN 1 Semarang yang banyak diidamkan calon siswa.

“Alhamdulillah saya bisa di SMAN 3 Semarang yang favorit. Kalau tidak ada zonasi ya tidak mungkin dapat,” ucap Niko saat ditemui di rumahnya, Jumat (5/7). Diakuinya, nilai UN SMP yang diraihnya sangat rendah.

Ia hanya mendapat nilai Bahasa Indonesia 6,60, Matematika 3,25, Bahasa Inggris 3,00 dan Ilmu Pengetahuan Alam 5,00. Meski masuk sekolah favorit dengan bekal nilai pas-pasan, Niko tidak minder.

Ia tak peduli banyak yang menuding dirinya tak layak. Justru sindiran itu jadi pelecut semangatnya untuk giat belajar.

“Saya optimistis bisa bersaing dengan teman-teman lainnya. Justru termotivasi lebih giat belajar memperbaiki kemampuan akademik saya. Saya yakin di SMAN 3 Semarang, kemampuan saya semakin berkembang,” kata alumni SMP Ibu Kartini Semarang ini.

Anak ketiga pasangan Joko Suhartanto dan Tri Yuniati ini juga bersemangat mengembangkan prestasi nonakademik. Selama ini Niko menggeluti pencak silat dan sudah mengikuti beberapa kejuaraan.

“Harapannya non akademik juga berkembang, saya yakin bisa,” kata peraih juara dua Kejurkot Persinas ASAD Pencak Silat Kota Semarang tahun 2018 ini.

Orangtuanya, Tri Yuniati tak menyangka anaknya bisa di sekolah ternama. Meski tak menampik anaknya mendapat keberuntungan dari sistem zonasi, bukan berarti Niko tak layak mendapat pendidikan bagus.

“Dengan sistem zonasi justru siswa seperti anak saya ini berkesempatan untuk berkembang. Karena saya yakin pintar itu bukan bawaan lahir, tapi karena kerja keras dan ketekunan. Dengan pendidikan bagus, anak saya akan jadi lebih baik,” katanya.

Menurut Tri, meski mendapat banyak penolakan, sistem zonasi menawarkan kesempatan bagi setiap anak bersekolah di lembaga pendidikan yang bagus.

Di sisi lain, nilai UN menurutnya tidak bisa jadi patokan pintar bodohnya siswa. Ia mencontohkan anaknya yang mengidap kelainan mata, sehingga tidak bisa berlama-lama di depan komputer.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved