Benarkah Revisi UU KPK Bukan untuk Koruptor?
Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sudah sah. Kementerian Hukum dan HAM tinggal memberikan nomor terhadap aturan mengenai lembaga antirasua
TRIBUNJATENG.COM -- Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sudah sah. Kementerian Hukum dan HAM tinggal memberikan nomor terhadap aturan mengenai lembaga antirasuah tersebut.
Anggota Panja (Panitia Kerja) RUU KPK, Masinton Pasaribu menceritakan saat rapat tertutup semua fraksi menyetujui poin-poin yang direvisi dengan empat substansi, yakni penyadapan, dewan pengawas, SP3, dan kepegawaian KPK.
Anggota Komisi III DPR RI itu juga membicarakan dua poin yamg dinilai krusial, yakni soal penyadapan dan Dewan Pengawas KPK.
Berikut petikan wawancara Tribun dengan Masinton Pasaribu:
Saat rapat Panja RUU KPK di Baleg dengan pemerintah pada Kamis, Jumat, dan diakhiri Bamus, itu tertutup sifatnya. Bagaimana gambaran situasinya saat itu?
Secara substansi sudah sepakat semua, poin-poin yang akan direvisi, empat substansi penyadapan, dewan pengawas, SP3, status pegawai KPK. Yang kita bahas itu adalah komposisi Dewan Pengawas, ketika usulan dari DPR, adalah unsurnya Dewan Pengawas dari DPR dan Presiden, seperti hakim MK, ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kemudian ketika Presiden memberikan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) itu cukup dari Presiden saja. Kemudian ada dua fraksi, Partai Gerindra dan PKS, berpandangan bahwa tetap dengan ide awal, unsurnya DPR dan Presiden. Partai Demokrat tidak menyampaikan catatan saat itu. Jadi kita secara substansi tidak ada masalah, itu hanya jadi catatan saja.
Ini kan RUU KPK revisinya sudah disahkan, dan Presiden memiliki waktu 30 hari untuk mengesahkan ini menjadi UU KPK, berarti pimpinan KPK sekarang belum bisa menjalani aturan ini, atau bagaimana?
Nanti tunggu diundangkan dan diumumkan oleh pemerintah. Jika presiden tidak mengundangkan dan mengumumkan ya otomatis tetap berlaku.
Proses revisi UU KPK ini membuat masyarakat terpecah belah, ada yang mendukung, ada juga yang menolak. Bahkan sampai hari ini, gelombang di antara keduanya terus ada. Anda melihatnya bagaimana?
Pertama, terkait KPK pasti ada pro dan kontra, dan itu menampakkan antusiasme masyarakat di agenda pemberantasan korupsi tetap tinggi. Jadi sebenarnya itu baik. Kalau yang enggak boleh adalah di internal KPK, oknum pegawai itu enggak boleh menolak keputusan politik negara, karena mereka digaji negara. Kalau di masyarakat itu baik, menambah khazanah, perspektif, pemikiran, baik di DPR maupun pemerintah.
Dari pro kontra di masyarakat, berarti membuka kemungkinan ada yang mengambil langkah judicial review di Mahkamah Konstitusi. Kawan-kawan di DPR bagaimana?
Terkait uji materi ya memang salurannya disediakan. Itu saluran demokrasi dan konstitusi itu memang seperti itu. Pasal apa yang mau diuji materi, dan pasal mana yang bertentangan dengan UUD. Karena kan uji materi berkaitan dengan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD, atau konstitusi itu. Tapi kalau nanti semua sudah membaca detail, utuh, pasal per pasal dalam UU KPK ini, saya rasa yang tadinya menolak bisa menerima dan memahami. Ini kan revisi ini tidak ada menghilangkan unsur kewenangan yang dimiliki oleh KPK, misalnya penyadapan tetap.
Tapi penyadapan ini dengan seizin Dewan Pengawas seperti dalam Pasal 12B Revisi UU KPK?
Iya itu kan mengatur supaya penyadapan ini bisa dipertanggungjawabkan.