Bisnis Anyaman Bambu Indra Melejit Berkat Medsos

Usaha keluarga kerajinan anyaman Bambu Wulung milik Indra Eravani sudah berjalan dari zaman ke zaman, di mana saat ini sudah mencapai generasi ketiga.

Penulis: Akhtur Gumilang | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUN JATENG/AKHTUR GUMILANG
Indra Eravani (kanan) memantau tiga karyawannya yang sedang menganyam bambu di rumahnya, RT 2 RW 5 Desa Dukuhsalam, Slawi, Kabupaten Tegal, Sabtu (27/10/2019). 

TRIBUNJATENG.COM, SLAWI -- Usaha keluarga kerajinan anyaman Bambu Wulung milik Indra Eravani sudah berjalan dari zaman ke zaman, di mana saat ini sudah mencapai generasi ketiga.

Usaha yang dikelola pemuda berumur 28 tahun itu berada di Kabupaten Tegal. Di rumahnya RT 02 RW 05, Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Indra memberdayakan masyarakat sekitar untuk membuat pesanan anyaman bambu.

Berbeda dari yang lain, Indra bahkan melibatkan penyandang difabel dalam bisnisnya. Setidaknya ada beberapa difabel di dalam bisnis anyaman bambu yang telah berjalan selama hampir 50 tahun itu.

"Ini bisnis turun-temurun, mulai dari kakek, ibu, hingga kini saya kelola. Saya dipercaya memegang penuh usaha ini sejak 10 tahun yang lalu, atau sejak 2009. Saya melibatkan beberapa difabel, karena saya juga difabel," ujarnya, sambil menunjukan tangan kiri sambungannya, kepada Tribun Jateng, Minggu (27/10).

Bukan tanpa alasan, Indra yang juga merupakan aktivis di organisasi Difabel Slawi Mandiri (DSM) itu memang berniat memberdayakan warga sekitar.

Tak hanya mempekerjakan warga sekitar yang menganggur, Indra pun sangat terbuka bagi para difabel untuk terlibat di bisnisnya. Ia sekaligus ingin membuktikan dan mencontohkan, penyandang disabilitas juga punya kesempatan di dunia kerja.

"Ini saya tegaskan, karena saya pernah frustasi pada 2011 lalu. Kala itu, saya masih kerja ikut orang di Jakarta. Saya mengalami kecelakaan kerja, tangan kiri saya diamputasi. Kemudian, pekerjaan saya hilang," tuturnya.

Saat kerjaannya sebagai satpam di Jakarta dulu hilang, ayah dari dua anak itu bingung mencari kerja. Apapun dilakukan Indra untuk menyambung hidup.

Beberapa bulan tak jelas hingga akhirnya ia balik ke Tegal. Indra kembali menggarap anyaman bambu yang ditinggalkannya pada 2010 lalu karena persaingan.

Indra kembali sebagai pengrajin bambu tidak di waktu yang tepat. Di awal 2012, atap asbes atau gipsum masih populer diminati konsumen.

Usaha anyaman bambu Indra pun sepi dilirik konsumen. Tetapi, ia tetap teguh dan meyakini bahwa bukan pemuda jika tak dapat mencari cara untuk keluar dari keadaan.

Di saat mulai booming sosial media, Indra iseng-iseng mengunggah karya-karya anyaman bambunya di Facebook dan Twitter. Bak gayung bersambut, Anyaman bambu Indra kembali dilirik banyak orang.

Kini, bisnis Indra kian dicari, bahkan oleh orang-orang dari Cirebon dan Pekalongan. Kerajinan bambu wulung yang sudah turun-temurun itu biasa menggarap atap rumah, gazebo, bilik rumah, rumah bambu, dan tirai berbahan bambu.

"Berkat iseng-iseng di sosmed, saya kembali percaya diri dan berkeinginan memberdayakan orang, terutama bagi kalangan difabel. Sebab, saya merasakan betul waktu tangan kiri diamputasi, saya bingung mau mencari kerja di mana lagi. Saya tak mau orang lain frustasi seperti saya karena keterbatasan fisik," urainya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved