Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

KISAH INSPIRATIF : Perjalanan Soto Pak Wito Sempat Tutup Kini Punya 45 Karyawan

Mempertahankan cita rasa khas kuliner puluhan tahun butuh penanganan khusus. Setyo Budi membuktikan hal itu.

Penulis: rival al manaf | Editor: Catur waskito Edy
rival almanaf
Setyo Budi Rahayu (50) meracik soto di warung Soto Pak Wito, miliknya di Jalan Madukoro Raya Semarang, Sabtu (17/11/2019). 

TRIBUNJATENG.COM -- Mempertahankan cita rasa khas kuliner puluhan tahun butuh penanganan khusus. Setyo Budi membuktikan hal itu.

Warung sotonya yang dulu sempat tutup karena krisis ekonomi, kini bangkit dan punya tujuh cabang.

Tangan Setyo Budi Rahayu (50) tampak masih lincah meracik ratusan mangkok soto.

Sudah 30 tahun ia menggeluti usaha kuliner itu, tak sedikit pun resepnya berubah.

Yang berubah adalah nasibnya kini jauh lebih baik dibanding dulu.

Pemilik merek Soto Pak Wito itu kini sudah bukan lagi seorang pedagang kaki lima.

Dia sudah memiliki tujuh cabang warung soto yang letaknya di ruko-ruko strategis.

Yang paling terbaru, ada di ruko Semarang Biz Park, Jalan Madukoro Raya arah ke Bandara Ahmad Yani Semarang.

Menilik 30 tahun ke belakang, Setyo saat itu mulai merintis bisnis makanan yang juga disebut sup ayam oriental itu.

Kala itu ia hanya membuka lapak di bangunan semi permanen dengan luas kira-kira empat kali lima meter.

"Ya itu di Jalan Senjoyo Kelurahan Bugangan, langsung pakai nama Pak Wito, dia bapak saya yang mewariskan resep soto," terang Setyo saat ditemui di ruko barunya, Sabtu (16/11/2019).

Perjalanan bisnisnya memang tidak serta merta jadi sukses.

Tahun 1998 ia sempat menutup warungnya. Krisis moneter membuatnya tidak sanggup lagi untuk membeli ayam.

"Saat itu daging ayam naik tiga kali lipat, sementara orang yang beli sedikit, rugi lalu sempat tutup," bebernya.

Meski demikian di awal tahun 2000an ia kembali merintis usahanya.

Dengan memanfaatkan bantuan permodalan dari sebuah perbankan, ia memulai lagi dari awal.

Tetap dengan nama Soto Pak Wito ia membuka warung baru di Jalan Hasanudin. Kali ini peruntungannya berubah. Ia kewalahan melayani pembeli yang berjubel terutama saat pagi hari.

"Saat itu kami cuma punya dua karyawan karena pembeli banyak saya coba buka cabang baru di tahun 2006 itu di Jalan Kapuran," tambah pria yang rambutnya sudah memutih tersebut.

Sejak pembukaan cabang baru itu Soto Pak Wito semakin tenar di kalangan masyarakat.

Permintaan untuk membuka cabang baru pun kemudian muncul. Satu per satu mulai dari Puri Anjasmoro, Kedungmundu, Bangkong, Ngaliyan hingga akhirnya di Madukoro.

Sekarang, total ia telah mempekerjakan 45 karyawan yang tersebar di tujuh cabangnya.

Uniknya meski sudah bercabang-cabang ia tidak lantas menyerahkan resep dan pembuatan ke orang lain.

Setyo Budi tetap masak sendiri.

"Masaknya jadi satu semua di rumah saya di Tlogosari baru nanti dikirim ke setiap cabang-cabang.

Kalau begitu kan citarasanya terjaga. Saya tahu betul racikannya di setiap cabang itu sama," bebernya.

Kini dalam sehari ia bisa mengolah 60 ekor ayam kampung untuk sotonya.

Usaha Setyo juga mengangkat ekonomi warga lain, menyerap tenaga kerja dan membuat peternak ayam memiliki pelanggan tetap.

Bawang Goreng Bebas Ambil

Setelah dibuka, warung Soto Pak Wito di Jalan Madukoro langsung diserbu pembeli.

Tidak ada meja yang kosong setidaknya hingga jam makan siang.

Sebastian Hendra Putra salah satu pembeli soto menyatakan sudah berlangganan menyantap hidangan berkuah bening itu sejak dua tahun lalu.

Ia pun mendapat undangan untuk bisa datang di peresmian warung baru.

"Yang saya suka itu gurihnya ya, karena di sini bisa minta bawang goreng sesuka kita banyak bisa sedikit bisa," terangnya.

Dengan kuah soto yang bening menurutnya akan semakin menggiurkan jika dicampur dengan sambal.

Terlebih ditemani dengan satai dan tempe yang digoreng renyah. "Ya rasanya beda dengan soto lainnya, jadi membuat kita pengin ke sini lagi. Terlebih harganya juga terjangkau, satu porsi cuma Rp 12 ribu," bebernya.

Sementara itu Setyo Budi Rahayu, pemilik Soto Pak Wito merahasiakan racikan masakannya sehingga membuat sedap.

"Kalau resep ya rahasia itu nanti akan saya turunkan ke anak saya," kelakarnya.

Meski demikian ia menyebut kekhasan soto di tempatnya adalah dengan bebasnya pengunjung mengambil bawang goreng.

"Di sini bebas ambil bawang goreng, jadi itu yang akan membuat rasanya semakin gurih," pungkasnya. (Rival Almanaf)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved