Forum Mahasiswa
Forum Mahasiswa : Menggaungkan Pelestarian Hutan
SEBUAH bangsa yang menghancurkan tanahnya, menghancurkan dirinya sendiri. Hutan merupakan paru-paru tanah kami
Oleh Kristi Dese Imanuel Adi Papa Johannes
Mahasiswa Geografi Unnes
"SEBUAH bangsa yang menghancurkan tanahnya, menghancurkan dirinya sendiri. Hutan merupakan paru-paru tanah kami, memurnikan udara dan memberikan kekuatan baru kepada orang-orang kami," kata Franklin D. Roosevelt. Pernyataan tokoh dunia tersebut menegaskan bahwa manusia sulit bertahan hidup tanpa keberadaan hutan.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (Simontana), pada periode 2017-2018 tingkat deforestasi di Indonesia mencapai 0,44 juta hektare. Angka tersebut mengalami sedikit penurunan dari periode sebelumnya 2016-2017, yakni 0,48 hektar. Meski turun, Indonesia masih tetap bercokol sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Data ini didukung pula dari temuan Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 oleh Organisation Economic and Cooperation Development (OECD) yang menyimpulkan laju deforestasi di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara lainnya.
Secara mengejutkan, Tiongkok dan India dinyatakan sebagai negara penyumbang peningkatan tutupan lahan hijau bagi bumi. Padahal, degradasi lahan umumnya terjadi di negara-negara padat penduduk akibat eksploitasi berlebihan. Secara global, Tiongkok berhasil menyumbang peningkatan tutupan lahan hijau sebesar 25 persen. Capaian tersebut karena tingginya kesadaran masyarakat.
Berdasarkan riset Ames Research Center NASA, ketika deforestasi mulai marak di Tiongkok dalam rentang 1970-1980-an, masyarakat di sana mulai menyadari kondisi tersebut pada tahun 1990-an dan mulai gencar melakukan kegiatan penghijauan. Ditambah lagi program penanaman pohon oleh pemerintah daerah yang masif.
Tingkat kesadaran masyarakat Tiongkok yang tinggi itu belum dimiliki masyarakat dan korporasi di Indonesia. Secara umum, faktor penyebab kerusakanhutan di Indonesia, antara lain alih guna lahan hutan menjadi kebun agrikultur, pembukaan perumahan tapak baru hingga pengeringan dan pembakaran lahan gambut.
Fungsi Pohon
Tingginya aksi pengrusakan hutan oleh manusia mengindikasikan kedangkalan pemahaman tentang fungsi pepohonan bagi kehidupan. Pohon menghasilkan oksigen (O2) bagi makhluk biotik, termasuk manusia. Satu hektare lahan pepohonan mampu mencukupi kebutuhan oksigen 18 orang selama setahun. Bayangkan, jika ratusan ribu sampai jutaan hektar pepohonan dirusak, jutaan orang akan terdampak.Pohon mampu menyerap bau dan gas polusi yang berbahaya bagi mahkluk hidup.
Selain itu, dalam jangka panjang bisa mencegah perubahan iklim. Pohon mampu menyerap karbondioksida (CO2) yang merupakan pemicu perubahan iklim. Dalam setahun, satu hektare pohon dewasa dapat menyerap jumlah CO2 yang dihasilkan saat mengemudikan mobil sejauh 10.236 km.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, sebenarnya pemerintah sudah menetapkan program penanaman pohon (rehabilitasi) pada lahan kritis seluas kurang lebih 5,5 juta hektare dengan alokasi 1,25 juta hektare per tahun. Bahkan di beberapa instansi pemerintahan seperti Kemdikbud telah menggaungkan program 5 pohon per siswa di setiap jenjang sekolah. Lagi, Kementerian Agama juga membuat program menanam 25 batang pohon per orang selama hidupnya. Sayang, capaian program positif tersebut belum sesuai harapan.
Budaya Menanam Pohon
Secara garis besar, harus diakui upaya membudayakan menanam pohon selama ini masih terkesan paksaan, belum berlandaskan kesadaran diri. Meski demikian, ada beberapa daerah yang sudah berhasil merealisasikannya dengan sentuhan kearifan adat lokal.
Salah satunya, Desa Bohol, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, DIY yang masyarakatnya sudah sejak tahun 2007 menjalankan tradisi Kromojati. Dalam tradisi ini, setiap pasangan yang akan menikah diwajibkan untuk menanam 10 bibit pohon jati sebagai bentuk partisipasinya dalam pelestarian lingkungan hutan. Bahkan program tersebut sudah termaktub dalam Keputusan Kepala Desa No.13/KPTS/2007. Cara ini tentunya bisa dicontoh daerah lain dan disesuaikan dengan kearifan lokalnya.
Kemudian, langkah lain yang bisa dilakukan dengan menggaungkan lebih semangat program sekolah dalam pelestarian lingkungan. Program menanam 5 pohon per siswa mesti dilanjutkan agar anak semuda mungkin paham esensi pelestarian lingkungan. Program tersebut tidak harus dilakukan di hutan, tetapi bisa diawali dari penanaman tanaman di lingkungan sekolah. Ketika siswa sudah terbiasa dan paham tujuan program tersebut, kelak dimana pun mereka berada pasti tergerak pada isu-isu lingkungan.