Dinyatakan Langgar Kode Etik Seusai Bongkar Dana Lem Aibon, Ini Curhatan William Aditya PSI
Anggota DPRD DKI Jakarta, William Aditya menuliskan curhatan seusai ia dinyatakan melanggar kode etik oleh Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Anggota DPRD DKI Jakarta, William Aditya menuliskan curhatan seusai ia dinyatakan melanggar kode etik oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
William Aditya menuliskan curhatannya dia kun instagram pribadinya @willsarana pada Jumat (29/11/19).
William Aditya menegaskan ia akan tetap mendesak Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk membuka rancangan anggaran ke publik.
"Saya akan tetap dalam posisi mendesak Gubernur @aniesbaswedan
untuk membuka rancangan anggaran ke publik. Itu sudah menjadi sikap saya dan PSI apapun yang terjadi," tulisnya.
Setelah itu, William mengatakan keberanian datang di atas kesadaran.
"Keberanian datang diatas kesadaran bahwa menjadi takut atau berani memiliki ujung yang sama yakni kematian. Pilihlah berani. Matilah dengan kehormatan," tulisnya.
Diketahui, Diketahui, Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menilai sikap Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia ( PSI) William Aditya Sarana yang mengunggah anggaran janggal ke media sosial sebagai sikap yang tidak proporsional.
Sikap proporsional sendiri tercantum dalam aturan tata tertib DPRD DKI pasal 13 yang menyatakan anggota legislatif harus adil, profesional, dan proporsional.
William dianggap tidak proporsional karena mengunggah anggaran janggal dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 yang bukan milik komisinya.
"Mungkin dianggap tidak proposional karena pertama, William bukan anggota komisi E yang tidak membidangi masalah pendidikan," ucap Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI, Achmad Nawawi saat dihubungi, Kamis (28/11/2019) malam.
William mengunggah anggaran janggal seperti anggaran lem Aibon sebesar Rp 82,8 miliar dan anggaran pengadaan pulpen sebesar Rp 123 miliar yang masuk dalam plafon anggaran milik Dinas Pendidikan.
Dinas Pendidikan dinaungi oleh Komisi E DPRD DKI Jakarta. Sedangkan William adalah anggota Komisi A bidang pemerintahan.
"Artinya dia tidak proposional lah istilahnya. Lem Aibon itu (komisi) E.alau dia di B ya perekonomian kalau dia di A kan pemerintahan, begitu lho.Pastinya William bukan di E karena saya orang E.
Enggak ada di sana (william)," tuturnya. Menurut politisi Partai Demokrat ini, William seharusnya hanya mengerjakan apa yang menjadi bagian komisinya.
Badan Kehormatan pun membuat laporan pada bagian karena dianggap ada kekeliruan.
"Akhirnya kita sepakat semua anggota BK itu, kalau toh dianggap sedikit ada kekeliruan ya, itu kekeliruan kecil karena dianggap tidak proposional aja mungkin. Laporan yang kami buat seperti itu," ujar Nawawi.
Seperti diketahui, Lembaga Swada Masyarakat (LSM) Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan) melaporkan politisi PSI William Aditya Sarana ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta.
Pasalnya, William dianggap melanggar kode etik karena membongkar anggaran ganjil dalam draf KUA-PPAS untuk APBD 2020.
Sugiyanto menilai William sebagai biang keladi kegaduhan di tengah masyarakat soal anggaran DKI Jakarta.
"Sikap yang bersangkutan justru menimbulkan opini negatif kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang seolah-olah dianggap tidak transparan," kata Ketua Mat Bagan Sugiyanto, Selasa (5/11/2019).
Menurutnya, William tak akan diberi sanksi berat meski dinyatakan bersalah saat mengunggah Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Pemprov DKI yang akhirnya membongkar soal adanya anggaran besar lem Aibon untuk sekolah di wilayah Jakarta Barat.
Nawawi menyebut William melanggar Keputusan Dewan Nomor 34 Tahun 2006 tentang Kode Etik DPRD DKI Pasal 13 ayat 2. Pasal tersebut berbunyi:
Anggota DPRD DKI Wajib bersikap kritis, adil, profesional dan proporsional dalam melakukan kemitraan kepada eksekutif.
Sementara itu, Fraksi PSI berpendapat bahwa William tidak melanggar kode etik DPRD DKI Jakarta.
"Saya sangat menyesalkan rekomendasi tersebut karena pada dasarnya apa yang dilakukan oleh William ini bukanlah merupakan suatu kebohongan," ujar Justin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Di satu sisi, Justin khawatir rekomendasi sanksi teguran lisan terhadap William mempersempit ruang gerak anggota DPRD DKI untuk bersikap transparan soal anggaran.
Namun di sisi lain, Justin memastikan Fraksi PSI akan tetap bersikap transparan.
"Dengan adanya rekomendasi teguran lisan ini, kami tidak akan berhenti untuk menyuarakan transparansi. Kami juga tidak akan berhenti untuk menjadi mata dan telinga bagi masyarakat yang akan selalu menginformasikan apa yang terjadi," kata Justin. (*)