Kecelakaan Mercy di Jagorawi, Tabrak Truk Brimob di Bahu Kanan Jalan Tol, Sopir Meninggal
Kecelakaan Mercy di Jagorawi, sebuah sedan Mercedez Benz menabrak truk Brimob di bahu kanan jalan sehingga satu orang meninggal dunia.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kecelakaan Mercy di Jagorawi, sebuah sedan Mercedez Benz menabrak truk Brimob di bahu kanan jalan sehingga satu orang meninggal dunia.
Kecelakaan yang melibatkan sebuah sedan Mercy dan truk milik Korps Brimob ini terjadi di Tol Jagorawi arah Bogor, dekat gerbang Tol Sentul, Minggu (15/12/2019) sore.
Kecelakaan yang menewaskan satu orang itu bermula ketika Mercy melaju di Jagorawi dari arah Jakarta menuju Bogor di Km 31+100, kemudian bergerak ke jalur empat sekitar pukul 14.00 WIB.
Sedan hitam itu berpelat nomor B7KA.
Kasubag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena mengatakan pengemudi mobil kurang fokus memperhatikan kendaraan yang ada di depannya.
"Mobil sedan tersebut menabrak bagian belakang sebelah kiri kendaraan truk yang sedang parkir darurat pada bahu jalan dikarenakan sedang mengalami pecah ban," kata AKP Ita Puspita Lena dalam keterangannya, Minggu (15/12/2019) malam.
Akibat kejadian ini, sopir Mercy atas nama Achmad Basuni yang berasal dari Jatinegara meninggal dunia.
Dua penumpangnya mengalami luka-luka, yakni drg Helen dan seorang anak bernama Nadia Ayu.
Mercy yang dikemudikan korban juga ringsek di bagian kap depan hingga di bagian atap mobil.
"Korban meninggal dunia atas nama Ahmad Basuni.
Meninggal dalam perjalanan ketika proses evakuasi menuju rumah sakit," ungkap Ita Puspita Lena.
Menanggapi kejadian tersebut, Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) menjelaskan, saat ada pecah ban kendaraan diusahakan untuk berhenti di sisi kiri jalan.
"Kita harus memperhatikan aturan UU-nya, tapi sepemahaman saya dalam konteks International Highway Codes, untuk Indonesia yang memakai jalur kiri dengan setir di kanan, maka bahu jalannya untuk darurat ada di sebelah kiri," kata Jusri kepada Kompas.com, Senin (16/12/2019).
Jusri mengatakan, dalam hal ini ketika kendaraan mengalami kondisi darurat dan selama kendaraan tersebut masih bisa dijalankan ke bahu jalan maka diusahakan berhenti di kiri jalan.
"Bus dan truk yang melaju diberikan jalur di kiri yang relatif paling lambat.
Kalau misalkan terdiri dari tiga jalur, boleh berada di tengah untuk mendahului.
Sedangkan jalur kanan untuk melaju kencang," katanya.
Jusri mengatakan, bus dan truk boleh berjalan di jalur cepat dengan syarat mendapat pengawalan polisi.
"Boleh tidak bus dan truk berada di jalur kanan?
Jawabannya boleh selama memang dikawal oleh pihak kepolisian.
Ada pengawalan sesuai UU LLAJ no 22 tahun 2009 Pasal 135 mengenai diskresi," katanya.
Bahu jalan tol pun tidak bisa digunakan sembarangan.
Penggunaannya hanya boleh untuk sesuatu yang bersifat darurat dan hanya petugas yang berwenang saja yang boleh menggunakannya.
Aturan ini sudah dibakukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol Pasal 41 ayat 2.
Termasuk diperuntukan bagi kendaraan yang berhenti darurat:
a. Digunakan bagi arus lalu lintas pada keadaan darurat
b. Diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat
c. Tidak digunakan untuk menarik/menderek/mendorong kendaraan
d. Tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang, dan (atau) barang dan (atau) hewan
e. Tidak digunakan untuk mendahului kendaraan.
Kecelakaan ini mengingatkan kembali mengenai pentingnya menjaga jarak aman ketika berkendara.
Tak sedikit kecelakaan yang melibatkan tabrakan dengan kendaraan di depan karena pengemudi kurang memperhatikan jarak aman, sehingga tidak punya cukup waktu untuk menghindar dari kecelakaan.
Jusri Pulubuhu mengatakan, jarak aman antara kendaraan di jalan raya, yaitu tiga detik.
Cara menghitungnya juga cukup sederhana.
"Pastikan kecepatannya sama antara kendaraan kita dengan kendaraan yang di depan. Setelah itu, cari patokan statik di bahu jalan. Kemudian, lihat mobil di depan saat melewati patokan tersebut," ujar Jusri, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Cara menghitungnya yaitu dengan membuat patokan statik bisa berupa marka jalan atau plang penunjuk jarak yang ada di pembatas jalan.
"Cara menghitungnya sedikit berbeda. Saat mobil di depan kita melewati patokan statik tersebut, hitung dengan satu satu, satu dua, satu tiga, dan seterusnya," kata Jusri.
Menurut Jusri, menjaga jarak aman gunanya agar saat terjadi kecelakaan di depan, pengemudi memiliki waktu beberapa detik untuk merespon dan melakukan reflek gerakan menghindar dari kecelakaan itu.
Cara lainnya yaitu dengan memperhitungankan jarak aman berkendara menggunakan satuan meter.
Dalam kecepatan 30 kpj, jarak minimal dengan kendaraan di depan, yaitu 15 meter.
Sedangkan jarak amannya kurang lebih 30 meter.
Jika kecepatan kendaraan adalah 40 kpj, maka jarak minimal yang harus dipenuhi adalah 20 meter dan jarak aman yang Anda miliki 40 meter.
Begitu pun jika kecepatan memasuki 50 kpj, jarak minimal adalah 25 meter dan jarak amannya 50 meter.
"Perhitungannya seperti itu terus. Tapi ketika kecepatan sudah melebihi 60 kpj, sedikit berbeda. Baiknya jarak minimal dan jarak aman diperbesar mengingat kinerja rem semakin berat," kata Jusri.
"Jangan sampai lengah, sebab lengah satu detik saja kalau mobil kecepatan 100 kpj, sopir yang ada di mobil belakang akan kehilangan jarak dengan mobil depan sekitar 28 meter. Jadi kalau seperti itu sopir juga jangan panik, dan selalu fokus," katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mercy Tabrak Truk Brimob, Ingat Fungsi Jalur Kiri di Jalan Tol"