Mengenal SM Mochtar Pencipta Lagu Kasih Ibu Kepada Beta
Lagu ini diciptakan oleh sosok laki-laki bernama Mochtar Embut atau yang lebih dikenal dengan SM Mochtar.
Penulis: Awaliyah P | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM - Lagu Kasih Ibu identik dengan Hari Ibu Nasional yang diperingati setiap 22 Desember.
Berikut lirik lagu Kasih Ibu:
Kasih Ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia.
Lagu ini diciptakan oleh sosok laki-laki bernama Mochtar Embut atau yang lebih dikenal dengan SM Mochtar.
Lahir di Sulawesi Selatan 5 Januari 1934, Mochtar mulai bermain piano saat usianya lima tahun.
Empat tahun kemudian ia menciptakan lagu anak-anak.
Kepiawaiannya terhadap piano cenderung otodidak.
Mochtar mengenyam pendidikan di Universita Indonesia.
Ia mengambil jurusan Bahasa Perancis Fakultas Sastra.
Mochtar selalu menolak tawaran untuk belajar di luar negeri, dengan alasan yang sampai saat ini masih misteri.
Ia juga menjadi orang Indonesia pertama yang pernah memimpin orkes simfoni di Tokyo.
SM Mochtar dikenal sebagai sosok yang gila dengan pekerjaan.
Karya komponis seriosa ini dikenal puitis.
Ia dapat mengolah dan memadukan harmoni musik dengan musikalisasi karya puisi.
Pada tahun 1971, lagu With The Deepest Love From Jakarta mendapat penghargaan di Festifal Lagu Pop Internasional Jepang.
Kasih ibu yang merupakan hasil karyanya juga kini melegenda dan menjadi satu paket dengan Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember.
SM Mochtar meninggal pada 20 Juli 1973 dalam usia 39 tahun karena mengidap penyakit liver dan kanker hati.
Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
"Dengan buku ini saya bermaksud mengetengahkan kepada dunia luas bahwa Indonesia juga memiliki lagu-lagu rakyat yang cukup berbobot." kata Mochtar jauh sebelum wafat.
Sejarah Hari Ibu
Hari ibu ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1958 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Penetapan itu didasarkan pada tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia.
Kongres perempuan itu adalah buah dari semangat perjuangan yang muncul setelah peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Peristiwa itu kemudian memecut kaum perempuan untuk sama-sama memperjuangkan kemerdekaan.
Sehingga, pada 22 Desember 1928, diselenggarakanlah Kongres Perempuan Indonesia yang pertama kali di Yogyakarta.
Di dalam kongres itu, perempuan-perempuan pejuang yang datang dari 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan.
Mereka juga menyelipkan agenda perbaikan nasib kaum perempuan mulai dari isu peran perempuan dalam pembangunan bangsa, perdagangan anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, serta pernikahan usia dini.
Dari kongres ini, kaum perempuan sepakat untuk membuat sebuah organisasi bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI) untuk memperjuangkan cita-cita mereka.
Dikutip dari situs Kowani.or.id, mereka juga sepakat untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan.
Lalu, kongres juga memutuskan pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan), diadakan peraturan yang memberikan tunjangan pada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia, dan masih banyak lagi.
Pada tahun 1929, organisasi itu berubah nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).
Kongres Perempuan Indonesia II kemudian dilakukan di Jakarta pada tahun 1935. Kongres itu berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia dan menetapkan fungsi perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berkewajiban menumbuhkan rasa kebangsaan.
Hingga pada tahun 1938, Kongres Perempuan Indonesia III dilaksanakan di Bandung dan menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.
Pemerintah pun menerbitkan regulasi soal Hari Ibu itu pada tahun 1959.
Sehingga, setiap tahunnya, masyarakat merayakan Hari Ibu sebagai hari nasional.
LIKE DAN SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN JATENG
(iam/tribunjateng.com)