Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kisah Awal Istilah Pekerja antarJemput PSK hingga Keinginan Warga Bandungan Bersih dari Prostitusi

Rahwono pun mendapati adanya aktivitas negatif mulai dari minum alkohol, transaksi prostitusi, hingga pencurian yang menjadi hal yang sering terjadi

Tribunnews
PSK Online 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -– Rahwono (64) warga asli Dusun Piyoto RT 03 RW 06 Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang mendukung wacana penutupan lokasi hiburan di Bandungan.

Ia sangat setuju akan wacana tersebut karena menurutnya hiburan malam di Bandungan lebih banyak maksiatnya dibanding manfaatnya.

Ia berharap rencana tersebut segera terealisasi karena akibat pusat hiburan tersebut maka daerahnya menjadi mendapat citra buruk.

"Saya setuju ada penutupan pusat hiburan di Bandungan karena menodai Bandungan. Karena lebih banyak maksiatnya," tegas pria yang lahir, tumbuh, dan hingga tua hidup di Bandungan.

Ia menceritakan bahwa geliat hiburan malam di Bandungan serta masifnya pembangunan hiburan tersebut terjadi sepuluh tahun terakhir.

Sebelumnya di wilayah Bandungan hanya terdapat bisnis kos dan panti pijat saja.

Kemudian investor yang datang menanamkan modal untuk mendirikan pusat hiburan malam.

Dampak yang sangat terasa untuknya ialah citra buruk Bandungan.

Sebagai penduduk asli Bandungan, ia merasakan ketika ditanya orang sebagai orang Bandungan, pandangan mereka menjadi negatif karena aktivitas hiburan malam tersebut.

"Kasihan anak-anak kami ketika bekerja di luar dan mengaku sebagai orang Bandungan, dicitrakan sebagai orang kurang baik karena aktivitas di sini.

Ditambah adanya pendatang yang bekerja sebagai wanita penghibur yang ketika keluar siang hari untuk beraktivitas namun mengenakan pakaian sangat seksi.

Tidak sesuai dengan norma adat dan agama kami di sini," ujarnya.

Rahwono pun mendapati adanya aktivitas negatif mulai dari minum alkohol, transaksi prostitusi, hingga pencurian yang menjadi hal yang sering terjadi dan bebas di lingkungannya.

Menurutnya hal tersebut memberikan dampak buruk bagi anak-anak yang masih di usia sekolah karena akan mencontoh aktivitas di lingkungannya.

Terkait kekhawatiran bila matinya industri hiburan malam akan mematikan ekonomi warga Bandungan, ia menolak hal tersebut.

Pasalnya sebelum adanya bisnis hiburan, masyarakat Bandungan sudah banyak yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), swasta, wirausaha, maupun petani.

Menurutnya ditutupnya industri hiburan malam bisa digantikan dengan bisnis pariwisata yang kini tengah menjamur di Bandungan.

Bisnis pariwisata bagi masyarakat justru bisa menghidupi warga Bandungan yang bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang. 

Masih bebas

Praktik prostitusi ternyata masih bebas dilakukan di kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang. Pamkab Semarang seolah membiarkan saja para Wanita Pekerja Seks (WPS) bergentayangan di wilayah Bandungan.

Tak ada razia, tak ada penertiban,keberadaan WPS makin menjamur.

Bunga (nama samaran) langsung tersenyum ketika ditanya fenomena prostitusi di kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang.

Wanita asal Salatiga itu terlihat berfikir sejenak, lalu menggelengkan kepala seraya mengucap bahwa dirinya tidak tahu secara pasti.

Semenjak ia bekerja menjadi wanita penghibur di kawasan Bandungan lima tahun lalu, praktek prostitusi sudah ada.

Hingga kini layanan tersebut masih tetap eksis dan mudah untuk dijumpai,

Dirinya bercerita bahwa di kawasan Bandungan ada beberapa gang perkampungan warga yang digunakan sebagai praktek lokasi prostitusi.

Salah satu yang cukup besar adalah Kalinyamat, di sana selama 24 jam menyediakan wanita pekerja seks.

Bahkan pada saat malam hari wanita-wanita tersebut mejeng di rumah-rumah yang sering disebut dengan nama panti.

Tribun Jateng pun diajak oleh Bunga untuk mengecek kebenaran tersebut. Tepat pukul 00.52WIB, kami memasuki gang Kalinyamat. Lokasinya tak jauh dari pasar Bandungan.

Ketika memasuki gang, kiri-kanan terlihat deretan rumah berukuran sedang yang di dalamnya terdapat wanita berkaian seksi duduk di sofa menghadap ke arah jalan.

Mereka terlihat jelas dari luar karena bagian depan rumah hanya bertembok kaca bening.

“Mampir bos, nyari cewek bos?” ucap beberapa pria ketika kendaraan kami berjalan pelan melintasi jalan kecil di perkampungan tersebut.

Bunga menjelaskan, bahwa pria-pria itu disebut dengan nama PTL singkatan dari pekerta antar jemput lo***.

Mereka bertugas sebagai penghubung antara konsumen dan PSK.

Jadi pria-pria yang hendak mencari teman kencan tidak perlu bingung, mereka tinggal berkomunikasi dengan PTL dan akan diperlihatkan beberapa pekerja seks dari foto-foto yang ada di smartphone miliknya.

Bahkan jika tidak puas kalau hanya melihat dari foto handphone, PTL bersedia untuk diajak berkelilng melihat-lihat wanita yang ada di beberapa panti secara langsung.

Caranya dengan membonceng menggunakan sepeda motor milik PTL maupun berjalan kaki melintasi jalan-jalan sempit.

PTL tersebut mendapatkan tips Rp 30 ribu dari PSK. Namun terkadang pelanggan juga ada yang memberikan tips kepadanya dengan besaran yang berfariasi rata-rata Rp10-20 ribu.

Bunga mengaku pernah menjadi pekerja seks di gang Kalinyamat sehingga tahu betul bagaimana praktek prostituis di sana.

Namun kini pekerjaan tersebut ia tinggalkan dan lebih memilih menjadi wanita pemandu karaoke di kawasan Bandungan.

“Pertama kali saya datang ke Bandungan ya bekerja di sini (Kalinyamat-red), tapi cuma sebentar karena takut dosa,” kata Bunga.

Bunga tidak tahu apakah prostitusi di gang Kalinyamat ini resmi sehingga bisa disebut area lokalisasi.

Namun setiap minggu memang ada pemeriksaan kesehatan bagi para wanita PSK di sana. Sedangkan untuk pemandu lagu seperti diriya dilakukan pemeriksaan kesehatan setiap tiga bulan sekali.

Selain itu juga tidak pernah ada razia yang dilakukan petugas. Sehingga oleh dirinya menganggap bahwa gang Kalinyamat ini menjalankan praktek prostitusi secara resmi.

Tak hanya itu, ketika bekerja sebagai PSK di Kalinyamat Bunga juga sering mendapat tamu dari oknum pejabat, oknum kepolisian dan bahkan oknum satpol PP.

Ketika ditanya terkait rencana penertiban praktek prostitusi di Bandungan, Bunga hanya menganggapnya angin lalu. Sebab isu tersebut kerap kali muncul namun hingga kini tidak ada tindakan nyata.

Dirinya pun ragu apakah rencana tersebut bisa teralisasi. Sebab pemilik usaha di kawasan Bandungan merupakan orang-orang penting.

Selain itu banyak warga sekitar yang bekerja menggantungkan hidup dari tempat hiburan di kawasan Bandungan. Seperti misalnya, operator karaoke, PTL, pedagang kecil yang banyak mengambil dari warga sekitar. (Tim Tribun cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved