Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Penggunaan Air Tanah Berlebihan, Penurunan Tanah di Kota Semarang Capai 15 Cm Tiap Tahun

Eksploitasi air tanah di kota Semarang yang berlebihan kini sudah dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat ibu kota Jawa Tengah itu.

Penulis: Dhian Adi Putranto | Editor: muh radlis
TRIBUN JATENG/DHIAN ADI PUTRANTO
Koordinator peneliti tata kelola air tanah di kota Semarang (mengenakan jilbab) Amalinda Savirani menjelaskan dampak ekstraksi air tanah yang berlebihan di kota Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Eksploitasi air tanah di kota Semarang yang berlebihan kini sudah dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat ibu kota Jawa Tengah itu.

Hal itu terlihat dari banyaknya wilayah di kota Semarang seperti Semarang bagian utara dan timur yang mengalami penurunan tanah akibat proses ekstraksi air tanah yang sangat ekstrim.

Di wilayah tersebut mengalami penurunan tanah sebesar 10 sampai 15 centimeter tiap tahunnya.

5 Bulan Menikah, Cut Meyriska Sebut Roger Danuarta Sering Menghalanginya Cari Pahala

3 Pemuda Cilacap Mabuk dan Bikin Onar di Jalan Hasanuddin Semarang, Pukul Kaca Mobil yang Melintas

Wajah Residivis Pencurian Sepeda Motor di Sragen, Beraksi saat Korban Sholat Maghrib

Prabowo Masuk Kabinet Jokowi, Ahmad Dhani: Pilpres 2019 Kemarin Tidak Curang

Hal itulah yang membuat sekelompok tim peneliti dari berbagai kalangan akademisi melakukan penelitian terhadap tata kelola air tanah di kota Semarang.

Kelompok peneliti itu terdiri dari University of Amsterdam dan IHE-Delft Institute for Water Education, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Unika Soegijapranata, dan Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM Amarta Institute for Water Literacy dan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA).

Amalinda Savirani koordinator peneliti tersebut mengatakan bahwa isu terkait persediaan air minum menjadi hal saat ini dirasakan oleh warga kota Semarang.

Menurutnya meski kondisi saat ini air melimpah karena hujan namun tak sedikit warga Kota Semarang yang mengalami kekurangan masalah air minum.

Hal itu dikarenakan air tanah yang jumlahnya kian sedikit.

"Ekstraksi air tanah di Semarang mengalami peningkatan drastis pada periode tahun 1980 sampai tahun 2000an yang semulanya 0.4 juta kubik tiap tahun dan sekarang mencapai 38 juta kubik tiap tahun," ujarnya yang juga menjadi Ketua Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM pada Jumat (31/1)

Menurutnya akibat ekstraksi air yang berlebihan ini membuat sejumlah wilayah mengalami penurunan tanah yang cukup banyak di beberapa daerah di Kota Semarang.

Bahkan dirinya menyebut ada warga yang tiap lima tahun sekali selalu melakukan peninggian rumahnya agar tidak tenggelam akibat kebanjiran rob karena permukaan tanah lebih rendah dibandingkan permukaan air laut.

"Selain berdampak amblas, masalah lainnya adalah abrasi.

Hal itu akibat dari tanah yang lebih rendah dibandingkan permukaan air laut.

Tercatat dari tahun 1972 sampai 2019 seluas 4274 Ha lahan Semarang dan Demak hilang akibat air abrasi ini," tuturnya.

Sementara itu, peneliti dari Unika Soegijapranata Wijayanto Hadipuro berharap dari penelitian ini akan mempengaruhi kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Menurutnya ia khawatir akan munculnya disaster capitalism akibat bencana yang muncul akibat proyek-proyek yang dikerjakan oleh manusia.

"Jadi jangan sampai proyek menimbulkan bencana sehingga dalam penanganan bencana muncul bencana lainnya dan seterusnya.

Hal itu yang disebut sebagai disaster capitalism," pungkasnya. (dap)

Kekurangan Banyak Guru, PGRI Jateng Harap Tes CPNS Diselenggarakan 2 Kali di Tahun 2020

Perolehan Bulan Dana PMI di Kabupaten Pekalongan Naik 5,09 Persen

Nuril Pelaku Pembakar Alquran di Pemalang Diperiksa Kejiwaannya di RSJ Semarang

Marimin Yakin Virus Corona Tak Menyebar Lewat Kelelawar : Saya Sudah 7 Tahun Jualan Kelelawar

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved