Human Interest Story
Kisah Abu Rokhmad Guru Besar Termuda UIN Walisongo, Pernah Nguli Bangunan dan Jadi Marbot
Untuk meraih gelar profesor sungguh tidak mudah. Selain butuh waktu lama juga melalui sidang berkali-kali di Kemenag maupun Kemendikbud.
Penulis: rustam aji | Editor: Catur waskito Edy
Dia menuturkan pengalaman masa lalu saat sekolah.
Ketika duduk Madrasah Aliyah kelas 2, dia menjadi marbot masjid (dengan tugas utama adzan, menyapu dan mengepel lantai dan bersih-bersih kaca).
Pada sore harinya setelah sekolah formal, ia mulang ngaji (mengajar) TPQ di kampung.
Begitu pula pada saat kuliah di Surabaya, ia juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Awalnya, ia kerja sebagai kuli bangunan dan kemudian menjadi staf administrasi di kantor konsultan konstruksi.
"Dari kesungguhan belajar dan ikhtiar itu kini membuahkan hasil. Meski kita berasal dari keluarga sederhana, jangan takut untuk bermimpi tinggi. Raih cita-cita dan jangan pernah berputus asa untuk mewujudkannya," tutur Abu Rokhmad (44).
Dosen kelahiran Jepara, 7 April 1976 ini akan menyampaikan pidato pengukuhan sebagai guru besar dengan judul "Kemunduran Demokrasi dan Penegakan Hukum Profetis: Perspektif Sadd al-Dari’ah".
Ayah empat anak dari pernikahannya dengan Faizah Cholil Tsuwoibak (putri almarhum KH Cholil Bisri, pengasuh Ponpes Roudlotut Tholibin Leteh Rembang) ini alumni MTs dan MA Muallimin Muallimat Rembang.
Sarjana S1 syariah Universitas Muhammadiyah Surabaya, S2 Magister Agama dari UMM dan gelar S3 (doktor) dari Ilmu Hukum Undip.
Dia masih aktif di MUI dan FKUB Jateng, serta Lembaga Bahtsul Masail NU Kota Semarang.
Pidato ini akan menjelaskan perkembangan demokrasi mutakhir di Indonesia, yang diindikasikan sedang mengalami kemunduran (democratic regression).
Kemunduran demokrasi dicirikan dengan dua hal. Pertama, pemilu diselenggarakan secara rutin namun penuh kecurangan dan manipulatif. Pada poin ini, Indonesia tidak mengalaminya.
Kedua, pemilu memang masih berlangsung, tetapi kebebasan sipil (civil liberties) tidak dihormati sepenuhnya.
Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan berkumpul masih terkekang, diskriminasi terhadap minoritas masih terjadi, membangun rumah ibadah dipersulit dan lain-lain merupakan contoh indikasi kemunduran demokrasi.
Apa yang bisa dilakukan agar kemunduran demokrasi tidak berlanjut? Negeri ini membutuhkan, salah satunya, penegakan hukum profetis.
Yakni, suatu tipe penegakan hukum yang tidak biasa, selain bersendikan progresifitas juga berasaskan transendensi (Ilahiyah).