Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita India

Kisah Zubair Lolos dari Maut Setelah Dikeroyok Puluhan Pemuda Bersenjata Besi di New Delhi India

Saat itu, Mohammad Zubair (37) sedang dalam perjalanannya pulang dari masjid lokal di wilayah Timur Laut New Delhi

REUTERS/DANISH SIDDIQUI
Muhammad Zubair (37) seorang muslim yang terluka setelah dipukuli oleh sekelompok pemuda yang meneriakkan slogan pro-Hindu selama kerusuhan yang disebabkan oleh Undang-Undang Kewarganegaraan di New Delhi, India. 

TRIBUNJATENG.COM, NEW DELHI -- Saat itu, Mohammad Zubair (37) sedang dalam perjalanannya pulang dari masjid lokal di wilayah Timur Laut New Delhi dan menjumpai kerumunan orang. Dia bermaksud untuk pergi menjauh dari kerumunan itu namun ternyata tindakannya salah.

Pada Kamis (26/02/2020) Zubair melaporkan pada REUTERS, "Mereka melihat saya sendiri, mereka melihat peci saya, jenggot saya, shalwar kameez (pakaian gamis) dan melihat saya sebagai seorang muslim."

"Mereka langsung menyerang, meneriakkan slogan-slogannya. Kemanusiaan macam apa ini?" ungkap Zubair.

Dalam hitungan detik, dia sudah meringkuk di tanah dikerumuni oleh belasan anak muda yang mulai menghujaninya dengan tongkat kayu dan besi.

Darah mengucur ke mana-mana dari kepalanya membasahi pakaiannya. Dia pikir dirinya akan mati. Rupanya massa itu berasal dari pemrotes di dekat Ibukota New Delhi, India.

Kerusuhan itu dipicu oleh Undang-Undang di India terkait kewarganegaraan anti-muslim banyak dikritik dan dianggap sebagai diskriminasi terhadap umat Islam.

Umat Hindu dan Muslim saling berkelahi (adu kekerasan) selama berjam-jam, memukul dengan benda keras, melempar batu dan bom bensin primitif yang menyebabkan kebakaran di beberapa titik.

Di Twitter, penulis sekaligus kolumnis asal Kuwait, Prof. Abdullah al-Shayji mengunggah video perusakan simbol masjid yang terjadi pada kerusuhan India kemarin Rabu (25/02/2020).

Di dalam keterangan yang diunggahnnya, Prof. Abdullah al-Shayji mengungkapkan kemarahannya.

Dia kurang lebih menulis, "Pemerintah Modi yang rasis melakukan perlindungan yang mendorong kawanan ekstremis Hindu untuk mengintimidasi, menyerang, membunuh umat Islam dan bahkan membakar, menodai dan menghancurkan masjid.

Sementara itu, Trump dalam kunjungannya hanya mengklaim bahwa itu semua urusan internal pemerintah India."

Minoritas agama yang dianiaya dan berasal dari komunitas Hindu, Sikh, atau Kristen berhal mendapatkan kewarganegaraan. Tetapi mereka yang beragama Islam tidak bisa memiliki keuntungan yang sama.

Sementara itu, Partai Nasionalis Hindu dari Perdana Menteri Narendra Modi Bharatiya Janata (BJP) mengatakan undang-undang kewarganegaraan baru diperlukan untuk melindungi minoritas yang dianiaya dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, dan menyangkal adanya bias terhadap Muslim India.

Demo Antikerusuhan

Sekitar 300 warga Delhi berkumpul di India Gate pada Selasa malam (25/2/2020) menyalakan lilin pertanda protes menolak kerusuhan yang merebak di India.

Seorang warga lokal bernama Dushyant mengaku, ia menghadiri perkumpulan ini untuk mengenang mereka yang tewas dan korban-korban yang dirawat di rumah sakit.

"Kami tidak akan lupa dari mana kebencian ini berasal. Kami juga tidak melupakan apa dampak kebencian ini pada negara," ucapnya dikutip dari The Wire.

Dushyang juga menyebut kerusuhan ini didalangi negara. Dia meminta keadilan ditegakkan bagi mereka yang kehilangan nyawa saat melakukan aksi.

"Hukum di Delhi berada di bawah pemerintah pusat. Dalam skenario terbaiknya, bisa saja hukum ini gagal mengadili atau memang dibuat sedemikian rupa demi persekongkolan," lanjutnya.

Kemudian seorang wanita yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada The Wire bahwa dirinya mendengar orang-orang berkumpul untuk melakukan aksi protes sunyi, dan ia memutuskan untuk bergabung.

"Jadi aku bergabung, karena aku kecewa. Aku termasuk warga negara yang prihatin. Aku sudah melihat kerusuhan 1984, kerusuhan 2002 (di Gujarat), dan kali ini 2020. Ini seharusnya tidak terjadi," tuturnya.

Sementara itu Vani Subramanian yang merupakan anggota grup wanita Saheli Trust mengatakan, ini adalah unjuk rasa paling damai untuk hukum yang sangat diskriminatif.

"Mereka sangat menginspirasi, sangat menawan, unjuk rasa paling damai untuk menentang hukum yang diskriminatif," katanya.

"Dan ketika kamu merasa masih bisa melanjutkan hidup dalam suasana politik yang memanas ini, ketika rakyat bisa bersuara, kami dengar banyak ujaran kebencian menyelimuti ibu kota negara sebelum dan sesudah pemilu di Delhi."

"Jadi sekarang kita melihat peristiwa ini dan polisi cuma melihatnya tanpa menolong. Lantas apa yang bisa dilakukan seorang rakyat biasa?" lanjutnya.

Para "demonstran sunyi" ini duduk di dekat barikade polisi yang menutup akses masuk ke monumen. Inspektur Polisi Jagvir Singh mengungkapkan, sudah ada aturan di India untuk menutup pintu masuk ke India Gate mulai pukul 19.30 malam selama musim dingin.

Meski demikian sejumlah polisi tetap berjaga di lokasi kegiatan. Lilin-lilin kemudian dinyalakan para peserta aksi untuk melangsungkan kegiatan, tepat di luar barikade polisi.

Kerusuhan terjadi di New Delhi, India

Kerusuhan merebak mulai Minggu (23/2/2020) dan sampai hari ini (26/2/2020) telah menewaskan 23 orang, menurut laporan dari BBC.

Dari 13 korban tewas, seorang polisi dinyatakan gugur. Dia bernama Ratan Lal.

Selain itu, ada seorang reporter saluran lokal India JK 24x7 yang tertembak dan dua wartawan NDTV yang dipukuli.

Korban sipil lainnya adalah pengemudi becak mobil, Shahid Alvi yang tewas karena tertembak peluru.

Selain itu, seorang warga bernama Rahul Solanki juga mati ditembak ketika mencoba melarikan diri dari kerumunan.

Saudaranya, Rohit menjelaskan kalau Rahul telah berusaha dibawa ke empat rumah sakit namun ditolak.

Perselisihan pertama kali bermula pada Minggu (23/02/2020) antara demonstran pendukung (Hindu) dan penolak CAA (Citizenship Amandment Act) yang beragama Islam.

Bentrokan ini terjadi selama kunjungan resmi pertama presiden AS Donald Trump ke India.

Peristiwa bentrok terjadi di pusat mayoritas Muslim yang berdekatan dengan Timur Laut Delhi, sekitar 18 kilometer dari pusat ibukota.

Di mana di sana terdapat pertemuan Trump dengan para pimpinan India, diplomat dan pelaku bisnis. CAA yang anti-Muslim menimbulkan protes masif sejak akhir tahun kemarin dan berujung pada kekerasan.

Ketika ditanya tentang bentrok yang terjadi saat kunjungannya, Trump hanya mengatakan itu hak pemerintah India dalam penanganannya.

Kerusuhan ini cukup membuat malu Perdana Menteri India, Narendra Modi yang telah menjauhkan perhatian juga kunjungan Trump di India.

Insiden Selasa (25/02/2020) sore juga menunjukkan adanya perusakan masjid di wilayah Shahadra.

Para perusak berusaha mengoyak simbol bulan sabit dari atas menara. Kekerasan ini dipicu oleh Kapil Mishra, ketua BJP (Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata), yang mengancam kelompok pemrotes penentang CAA selama akhir pekan.

Dia mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan diusir secara paksa begitu presiden Trump meninggalkan India.

Juru bicara Kepolisian Delhi, MS Randhawa memberitahukan bahwa situasi terkendali dan "sejumlah polisi" telah dikerahkan.

Namun massa terus meneriakkan slogan dan saling melempar batu. Randhawa kemudian mengatakan bahwa polisi telah mengerahkan drone untuk memindai rekaman kamera CCTV.

Dia akan memberi sanksi bagi pembuat onar. Peristiwa itu menyisakan sejumlah pemandangan yang tidak mengenakkan seperti kendaraan hangus, jalanan penuh batu di Jaffrabad dan Chand Bagh pada Selasa paginya.

Akibat peristiwa itu, beberapa stasiun metro terpaksa ditutup.

Menanggapi peristiwa nahas tersebut, ketua menteri yang baru terpilih kembali, Arvind Kejriwal meminta pemerintah federal untuk memulihkan ketertiban.

Pada kenyataannya, tidak ada cukup polisi di jalan. Polisi yang berjaga bahkan tidak mendapat perintah dari atas untuk mengendalikan situasi.

CAA atau Citizenship Amendment Act merupakan amnesti kepada imigran non-Muslim dari tiga negara mayoritas Muslim terdekat seperti Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh.

Pemerintah Modi menyangkal hal ini dan mengatakan bahwa dia hanya berusaha memberikan amnesti kepada minoritas yang dianiaya. Namun hal itu diprotes oleh ratusan ribu orang di India baik muslim maupun hindu.

Mereka juga melakukan beberapa aksi seperti aksi duduk bersama di Shaheen Bagh di Delhi. RUU CAA ini memberikan kewarganegaraan pada minoritas agama.

Pemerintah yang dipimpin Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) mengatakan akan memberi perlindungan kepada orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan agama.

Namun para kritikus meyakini bahwa RUU itu adalah bagian dari upaya BJP untuk meminggirkan Umat Islam.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerusuhan India, 23 Orang Tewas dalam Demo Menentang UU Kewarganegaraan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved